Public Discourse: Luapan Emosi Presiden Jokowi

Admin The Columnist
Public Discourse: Luapan Emosi Presiden Jokowi 07/07/2020 1968 view Public Discourse Sekretariat Presiden

Perangai tidak biasa ditunjukkan Presiden Joko Widodo pada Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara 18 Juni lalu. Jokowi yang terkenal tenang dan kalem terlihat emosional dengan intonasi suara yang meninggi saat membuka sidang tersebut. Tak maksimalnya kinerja para menteri dan pimpinan lembaga negara di tengah pandemi Covid-19 menjadi musababnya.

Meskipun terkesan tidak biasa, tapi Sofyan Aziz menilai kemarahan tersebut adalah hal yang wajar. Sebagai manusia, Presiden juga memiliki seperangkat emosi yang melekat pada dirinya. Sehingga sangat lumrah jika Presiden merasa senang, sedih, atau marah pada situasi tertentu.

Selain itu marah Presiden juga disampaikan pada momen yang tepat. Artinya, menurut Irfan Bau Presiden Jokowi adalah pemimpin yang mampu memposisikan dirinya dengan situasi yang terjadi. Objek yang menjadi sasaran kemarahannya juga akurat, yaitu bawahannya sendiri. Suwanto menilai sebagai Presiden, Jokowi berhak mengevaluasi secara kritis anak buahnya, terlebih dalam kondisi krisis yang menuntut kerja ekstra keras seperti sekarang ini.

Akan tetapi bagi Ribut Lupiyanto kemarahan yang dipertontonkan ke publik sejatinya bukan menunjukkan citra ketegasan. Sebaliknya, hal itu justru dapat menurunkan marwah karena kualitas dan produk menteri sepenuhnya menjadi cerminan dan tanggung jawab presiden.

Sebagian kalangan juga mempertanyakan jeda yang cukup lama antara kejadian (18 Juni) dengan waktu unggah videonya (28 Juni). Sehingga terkesan ada kalkulasi politik yang dipertimbangkan sebelum melempar video itu ke publik. Terlebih selama jeda 10 hari itu tidak ada perubahan yang signifikan atas kritik yang dilayangkan Presiden.

Kemarahan Presiden rupanya memiliki tafsiran beragam. Bisa jadi kamu juga memiliki pandangan yang berbeda atas hal ini. Karena itu, kami mengajak kamu untuk secara aktif terlibat dalam sebuah perberdebatan konstruktif dengan menulis pandanganmu di kolom komentar.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya