Public Discourse: Gonjang Ganjing Tapera

Admin The Columnist
Public Discourse: Gonjang Ganjing Tapera 08/06/2020 2497 view Public Discourse Pixabay

Kebutuhan masyarakat akan perumahan untuk beberapa tahun ke depan sangat tinggi. Keterbatasan APBN membuat pemerintah tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Sebagai solusi, pemerintah meluncurkan program Tabungan Perumahan Rakyat. Semua gaji pekerja wajib dipotong sebesar 3 persen untuk digunakan membiayai pembangunan perumahan secara gotong royong.

Hal ini menyulut gejolak di ruang publik. Misalnya, Merkorius Tele menggarisbawahi psikologi publik terkait adanya peluang korupsi. Terlebih mekanisme Tapera adalah mirip dengan Jiwasraya yang kasus korupsinya hingga kini belum selesai diusut. Sehingga menurutnya, penyelesaian kasus Jiwasraya dan transparansi menjadi penting. 

Ribut Lupiyanto juga menulis kritikan yang tak kalah tajam. Saat ini saja sudah ada enam jenis potongan gaji pekerja, apalagi jika nanti ditambah Tapera. Hal yang memberatkan ini juga diderita perusahaan yang diwajibkan menanggung 0.5 persen iuran Tapera pekerjanya, terlebih saat oleng dihempas badai ekonomi Covid-19.

Adapun Rudi Hartono, Waedy Js'Kealy dan M. Nur Fauzi menyasar keterlibatan pekerja dalam program ini. Menurut mereka, pekerja hanya dilibatkan pada tahap penggalangan dana semata. Sedangkan perencanaan dan pelaksanaan, sama sekali tak diikutsertakan. Bahkan Fauzi menulis catatan yang cukup menggigit terkait kontribusi pemerintah. Di mana tanggung jawab pemerintah ketika hanya mengorganisir program ini tanpa ikut memberi bantuan dana pembangunan rumah.

Terlepas dari kritikan itu, sebagian lain menilai Tapera adalah program yang realistis. Sebelum badai ekonomi Covid-19, miliki rumah layak merupakan mimpi yang amat sulit untuk diwujudkan. Apalagi setelah perekonomian nasional terguncang oleh pandemi Covid-19. Pun demikian, tak ada yang dirugikan. Pekerja yang belum memiliki rumah bisa membeli rumah. Adapun yang sudah memiliki rumah, dana itu bisa digunakan untuk renovasi tempat tinggal. Atau juga bisa diambil ketika pensiun yang besarannya sesuai dengan iuran perbulan selama ia bekerja, ditambah keuntungan dari iuran tersebut selama ini.

Jika demikian keadaannya, bagaimana pendapatmu? Apakah Tapera program sejuta cacat sehingga harus dibatalkan, atau berjuta manfaat sehingga harus didukung? Silahkan tulis pendapatmu di bawah ini.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya