Public Discourse: Djoko Tjandra Menggocek Negara
Menjadi buronan kasus korupsi Bank Bali sejak tahun 2009, Djoko Tjandra secara mengejutkan muncul lagi beberapa waktu lalu. Kemunculannya senyap: membuat KTP, mengajukan Peninjauan Kembali (PK) putusan kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, lalu menghilang lagi. Tentu kemunculan yang tidak terendus ini bukan karena sihir, apalagi bantuan jin. Mata publik kompak mengarah pada para aparat negara.
Tak berselang lama sejak kemunculan Djoko Tjandra, aparat yang terlibat segera mendapatkan sanksi. Satu lurah dicopot dan tiga jenderal dimutasi. Akan tetapi, sanksi ini tidak bisa mengobati kekecewaan publik atas integritas aparat negara. Sebagian kalangan menilai bahwa mudahnya Djoko Tjandra mengangkangi aparat adalah bentuk tidak berdayanya negara di hadapan oligarki.
Rudi Hartono menilai ketidakberdayaan ini merupakan konsekuensi logis ketika politik kenegaraan dimenangkan faksi kapitalis. “Runtuhnya hukum ditandai dengan bersatunya pemerintah dan pengusaha” tambah Saiful Bari.
Sedangkan Wardy Js’ Kedy lebih menyoroti faktor internal aparat negara itu sendiri. Rendahnya etika dan integritas aparat antara lain karena masih tingginya pelanggaran disiplin, penyalahgunaan kewenangan serta rendahnya kualitas sumber daya manusia aparatur.
Oleh karena itu, Ribut Lupiyanto meminta pemerintah melakukan akselerasi reformasi birokrasi supaya lingkaran setan tindak korupsi bisa diputus. Tetapi ada pesimisme yang menyeruak pada upaya tersebut. Walaupun agenda reformasi birokrasi selalu berkumandang di setiap rezim, tetapi menurut Stevan Manihuruk realisasinya masih sangat jauh.
Lalu bagaimana pendapatmu? Apa yang menyebabkan integritas aparat negara begitu rendah dan bagaimana pula solusinya?
Artikel Lainnya
-
204322/08/2021
-
161408/12/2020
-
170203/12/2020
-
33308/11/2023
-
57429/10/2023
-
Kurikulum Merdeka Minus Etika Perubahan Iklim?
121123/07/2022
