Pendidikan Anti Korupsi: Belajar dari Bung Hatta

Mahasiswa
Pendidikan Anti Korupsi: Belajar dari Bung Hatta 20/09/2022 2103 view Pendidikan siedoo.com

Korupsi uang rakyat oleh para pejabat negara kini menjamur dengan begitu cepat dan tidak memandang strata seseorang baik dari kalangan masyarakat bawah maupun kalangan masyarakat atas (elite sosial ekonomi). Hal ini berdasarkan beberapa aspek individu pelaku korupsi; sifat tamak manusia, moral yang kurang kuat, penghasilan yang kurang mencukupi, kebutuhan hidup yang mendadak, gaya hidup yang konsumtif, malas atau tidak mau kerja, ajaran agama yang kurang diterapkan.

Keberadaan lembaga-lembaga penegak hukum terhadap tindak pidana korupsi pun ternyata belum menyurutkan nyali koruptor untuk mencuri atau merampok harta negara dan rakyat demi kepentingan diri, keluarga, dan kelompok mereka. Korupsi adalah penyakit komorbid yang bisa menggerogoti fondasi kita berbangsa dan bernegara, demikian kata Antonius Tomy Trinugroho (Kompas, 9/09/2022).

September: Bulan Pembebasan Para Koruptor

Pada 6-8 September 2022, ada 24 koruptor menghirup udara bebas. Sebanyak 23 di antaranya mendapatkan pembebasan bersyarat, sedangkan satu lainnya cuti menjelang bebas (Kompas, 9/09/2022). Pemberian remisi dan pembebasan bersyarat kepada nara pidana korupsi mendapat kritikan dari sejumlah pihak. Namun, Menkumham Yasonna H Laoly menyatakan, remisi dan pembebasan bersyarat untuk nara pidana korupsi sudah sesuai dengan aturan (Kompas, 10/09/2022).

Hemat penulis, pemberlakuan aturan oleh Menkumhan di satu sisi berdasarkan aturan yang telah ditetapkan, namun di sisi lain dapat menimbulkan suatu kekecewaan. Hal ini dikarenakan akan memancing terjadinya tindakan korupsi uang berkelanjutan. Kita tahu bahwa dengan adanya pembebasan bersyarat kepada nara pidana koruptor tentunya memancing oknum lain untuk melakukan tindakan korupsi. Anggapan mendasar bagi para koruptor yakni adanya jaminan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat dari Menkhumhan berdasarkan UU No. 22 tahun 2022.

Meskipun ada pemberian remisi dan pembebasan bersyarat kepada nara pidana koruptor, namun sebagai suatu kesadaran baru, kita harus selalu membudayakan anti korupsi. Kita belajar untuk menghargai kepentingan bersama ketimbang kelompok tertentu atau pribadi. Untuk itu, perlunya pendidikan anti korupsi; belajar dari Bung Hatta.

Pendidikan Antikorupsi: Belajar dari Bung Hatta

Bung Hatta sangat anti terhadap korupsi dan anti dalam mempergunakan atau memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi dan keluarga. Korupsi di mata Bung Hatta sama saja mengembalikan negara kepada masa penjajahan, sama saja menghilangkan kedaulatan dan kemandirian rakyat (Silfia Hanani, dkk, 2018: 52). Pandangan Bung Hatta tersebut mengarah kepada kepentingan bersama tanpa merugikan pihak tertentu. Bung Hatta sadar bahwa fasilitas negara merupakan milik publik tidak diperuntukkan dirinya dan keluarganya.

Cara pandang Bung Hatta tersebut juga merupakan suatu bentuk kesadaran dari dalam dirinya sebagai seorang pemimpin yang sedang mengayomi rakyat. Bung Hatta mendemonstrasikan perbuatannya dengan melakukan hal-hal kecil dalam menghindari budaya korupsi dengan harapan dapat dipelajari oleh setiap orang. Sangat jelas, Bung Hatta menawarkan suatu kesadaran baru bagi setiap orang untuk tidak terjebak dalam perbuatan mengkorupsi uang rakyat. Hal ini perlu diproklamirkan khususnya kepada para pelajar sehingga menciptakan generasi muda yang berlandaskan budaya anti korupsi. Ini merupakan suatu bentuk pendidikan anti korupsi yang sangat efisien dan membangun.

Selain itu, pendidikan anti korupsi dapat dilakukan melalui pendekatan non-penal (Agus Surono, dkk, 2018: 2 & 3), yaitu dengan meningkatkan langkah kampanye anti korupsi seperti sebagai bagian dari pencegahan tindak pidana korupsi, antara lain melalui pendekatan antara masyarakat khususnya dunia pendidikan dari berbagai level mulai dari SD, SMP, SMA, Mahasiswa, pers (sebagai social power) dan institusi kenegaraan (sebagai political power) sehingga tercipta apa yang dikatakan Azra yang dikutip oleh Eko Handoyo (2013: 9) “good governance culture”.

Tujuan utama pendidikan anti korupsi yakni membina mental para pelajar untuk mengambil tindakan yang optimis dalam memerangi setiap kasus korupsi di negeri ini sekaligus menjadikan bangsa ini bebas dari korupsi pada masa yang mendatang. Para pelajar diberi ruang untuk melakukan hal-hal kecil yang berkaitan dengan budaya anti korupsi sehingga membantu membuka kesadaran diri setiap orang untuk memahami bahwa perbuatan korupsi uang merupakan suatu bentuk kejahatan yang tidak manusiawi.

Budaya anti korupsi melalui dunia pendidikan mengantar para pelajar sebagai agen dalam membangun negara Indonesia ini dengan membudayakan nilai-nilai anti korupsi. Generasi muda tidak menjadi ajang pelakor perbuatan korupsi. Generasi muda menjadi prokreator dalam memerangi setiap kasus korupsi di negara Indonesia tercinta ini agar terbebas dari tindakan korupsi. Dengan demikian, tercipta iklim yang mampu membawa perubahan dalam negara Indonesia ini terutama memberantas tindakan korupsi uang rakyat.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya