Menggugat Hipotesa Kubu Kontra Pabrik Semen Di Matim-NTT: Sumber Air Bisa Berkurang/Mati

Inovator tekhnologi peternakan ramah lingkungan
Menggugat Hipotesa Kubu Kontra Pabrik Semen Di Matim-NTT: Sumber Air Bisa Berkurang/Mati 23/06/2020 1468 view Lainnya Salah satu sumber air di Lengko Lolok (sumber: manggaraipost.com)

Sudah dua kali saya menurunkan pokok pikiran melalui media online terkait pro kontra pabrik semen di Matim. Yang pertama, telah ditayangkan The Columnist! Pabrik Semen Di Matim-NTT : Kesejahteraan Itu Impian Belaka. Pokok pikiran yang saya gugat ialah soal “jual beli tanah” antara “tuan tanah” (warga Lengko Lolok-Luwuk) dan “sang tamu” (investor). Bahwa sesungguhnya di kedua beo (kampung) itu sudah terjadi jual beli lahan.

Hanya menanti waktu saja “tuan tanah” akan diusir (relokasi) dari tanah tumpah darahnya ke tempat baru, entah dimana. Pada saat ini, warga kedua beo itu merasakan benar betapa sejahteranya mereka setelah menerima pembayaran atas harga tanah yang telah mereka jual.

Apakah kesejahteraan itu akan bertahan bahkan kian meningkat selama 62 tahun pabrik beroperasi? Pasti hanya impian belaka. Tanah mereka sudah dijual. Maka akan sepenuhnya menjadi hak “sang tamu”. Mereka akan menjadi penonton, menanti “roti sisa” dari pabrik itu, apakah bisa jatuh di hadapan mereka untuk menyambung hidup mereka.

Membangun pabrik semen dengan iming-iming memberdayakan warga kedua beo itu khususnya, dan warga di sekitar. Demi memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan, adalah impian belaka. Mustahil terjadi sepanjang regulasi praktek “jual beli” tanah tidak direstorasi menjadi saham. Seharusnya warga pemilik lahan secara otomatis bertindak sebagai investor.

Tanah yang mereka miliki dihitung sebagai modal, dinilai dengan uang tentu. Dengan begitu warga benar-benar menjadi tuan di negerinya sendiri. Warga memiliki hak penuh untuk mengendalikan, mengawasi dan mengambil bagian secara aktif dan berhak mendapatkan deviden setiap tahun selama investasi berlangsung . Tentu termasuk bagaimana mengatasi semua dampak lingkungan yang terjadi. Kesejahteraan pun bukan lagi impian, tetapi benar menjadi nyata di kemudian hari.

Yang kedua, tulisan saya telah di-online-kan Indonesiakoran.com dengan judul : Membatalkan Pabrik Semen Di Matim, Mungkinkah? Bahwa dari sisi prosedur administratif sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, pabrik semen di Matim itu dipastikan akan beroperasi. Izin pamungkas yakni Izin Lingkungan Hidup (ILH) hanya menanti waktu saja untuk diterbitkan.

Rekomendasi Amdal akan menjadi dasar penerbitan ILH nanti. Hal yang paling penting, sekali lagi paling penting dalam proses Amdal ialah persetujuan masyarakat pemilik lahan. Kesepaktan (kontrak) antara”tuan tanah” dan “sang tamu” sudah diteken. Eksekusinya sedang berlangsung. Warga telah menerima pembayaran tahap pertama dan kedua.

Memperkuat kontrak itu, kini di tengah terus memanasnya perang antara kubu pro dan kontra, warga terdampak telah membuat pernyataan sikap secara terbuka seperti diberitakan media online manggaraipost.com dengan judul: Pernyataan Sikap Masyarakat Lengko Lolok & Luwuk Dukung Pabrik Semen dan Tambang Bahan Baku Semen.

Fakta dan data di atas, rasa-rasanya mustahil sekali pabrik semen di Matim bisa gagal, kecuali jika Amdal menyatakan investasi tersebut tidak layak lingkungan. Hal ini tidak mungkin juga. Sebab Amdal pasti melibatkan para pakar berpengalaman. Kajian mereka niscaya luar biasa dan berkualitas tentu. Hanya tim pakar Komisi Penilai Amdal (KPA) Kab. Matim-lah yang bisa menggagalkan Amdal itu nanti.

Tetapi sepanjang Amdal yang diajukan investor sudah sesuai dengan standar prosedur administratif dan akademis, sangat mustahil tim pakar KPA Matim membantah/menolak hasil kajian tim Amdal investor. Jadi tidak salah jika dikatakan bahwa pabrik semen di Matim hanya menanti waktu untuk beroperasi.

Kembali ke judul di atas, narasi yang dibangun kubu kontra untuk memperkuat latar argumennya terpusat pada isu global yang sangat startegis: pembangunan berkelanjutan.

Sumber Air Berkurang/Mati, Salah siapa?

Terekam bebebrapa hipotesa yang selalu dimainkan kubu kontra. Hipotesa itu berhubungan erat dengan jasa lingkungan yang sudah ada di wilayah Beo (Kampung) Lengko Lolok-Luwuk dari nenek moyang hingga saat ini untuk menopang kehidupan warga dan segenap makhluk hidup lainnya. Salah satu jasa lingkungan yang sangat vital bagi kehidupan makhluk hidup ialah air.

Tanpa air niscaya tidak ada kehidupan di bumi ini. Semua warga di Lengko Lolok-Luwuk, pasti senantiasa memanfaatkan air untuk minum, mandi dan cuci. Karena sebagian besar penduduk di sana petani, air di sana juga pasti sangat berperan untuk menopang seluruh aktivitas pertanian terutama sawah.

Adat istiadat Manggarai, salah satunya juga ditentukan sumber air. Hipotesa ini tentu dilatari fakta puluhan tahun silam. Investor batu hitam pergi begitu saja meninggalkan lubang menganga di mana-mana.

Kubu kontra bernalar bahwa membangun pabrik semen di tempat itu akan memperparah menurunnya bahkan hilangnya sumber air. Bila debit atau sumber air mati, niscaya produktivitas pertanian dan ritual adat terganggu.Ya, siapa pun pasti sangat sepakat dengan hipotesa ini. Tetapi untuk memastikan kebenaranya, perlu diuji oleh pakar berpengalaman.

Siapa pun pakar yang mengujinya, diyakini tidak sulit amat menganalisis apakah setiap sumber air di sana telah berkurang debitnya bahkan ada yang sudah mati. Dokumen Amdal eks tambang batu hitam pasti telah mencatat data kondisi air sebelum operasi tambang dilakukan puluhan tahun silam. Bandingkan saja dengan kondisi sekarang.

Bila debitnya berkurang bahkan terdapat sumbet air yang mati, apakah benar penyebabnya karena tambang semata? Soalnya penurunan debit/matinya sumber air juga dipengaruhi oleh curah hujan, jenis dan kerapatan vegetasi hutan, topografi, dan paling utama lagi ialah perilaku penduduk pongga puar (babat hutan) dalam berkebun dan teknik mengolah lahan bertani.

Nah pongga puar dan teknik bertani ini sangat menarik untuk diangkat. Artinya biang keladinya hampir dipastikan ada 2 kubu: investor batu hitam dan warga setempat.

Kontribusi masing masing pihak terhadap menurun/matinya kondisi air bisa dihitung secara matematis. Dari total luas hutan yang ada, berapa luas lahan kritis akibat pongga puar dan berapa pula luasnya akibat operasi tambang. Bila ternyata luas lahan kritis akibat pongga puar jauh lebih besar ketimbang operasi tambang, apakah masuk akal bila kita berkesimpulan bahwa menurunya/hilangnya sumber air sepenuhnya akibat ulah investor?

Belum pula kebiasaan kita mengolah lahan yang selalu mengabaikan teknologi panen dan tanam air. Terasering jarang dipraktekan. Dalam hal aktivitas lain juga demikian, tidak pernah menyertakan teknologi panen dan tanam air. Seharusnya, setiap bangunan baik itu bangunan gedung, jalan ataupun bangunan lainnya selalu dilengkapi sarana prasarana panen dan tanam air seperti biopori, sumur resapan, parit, bahkan embung.

Jalan Tengah

Pertama, studi Amdal tandingan. Seperti telah diuraikan di atas, operasi pabrik semen dan tambang batu gamping di Matim pasti tunggu waktu saja untuk memulainya. Aksi nyata kubu kontra untuk membuktikan hipotesanya sangatlah penting. Studi Amdal tandingan itulah yang musti dilakukan. Sebab secara prosedur, hanya hasil studi Amdal saja yang bisa membatalkan rencana besar itu.

Kedua, fasilitasi revisi kontrak. Kontrak yang kini sedang dilaksanakan, sangat merugikan warga. Mana mungkin tuan tanah hanya akan jadi penonton menyaksikan harta kekayaanya dikeruk sang tamu? Kalau benar kita adalah juru selamat, bisakah kontrak pembebasan lahan direvisi menjadi nilai saham sehingga warga setempat tercatat sebagai investor juga?

Jika kedua jalan tengah ini menjadi nyata, kekhawatiran kubu kontra terhadap dampak lingkungan yang akan terjadi di kemudian hari teristimewa yang terkait dengan air sebagai kebutuhan vital, niscaya bisa diminimalis. Bahkan bukan tidak mungkin, alur nalar beralih menjadi pro pabrik semen-tambang batu gamping

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya