Protes ESL, GameStop dan Keberhasilan Slogan People Power

Protes ESL, GameStop dan Keberhasilan Slogan People Power 24/04/2021 1597 view Lainnya freepik.com

Berbicara mengenai konflik antar kelas memang tidak ada habisnya. Terlebih, pandemi covid-19 semakin memperlebar disparitas dan kesenjangan sosial. Masyarakat kerap dianggap sebagai entitas tidak berdaya jika berhadapan dengan para penguasa. Namun, kasus Euopean Super League dan melambungnya saham GameStop menunjukan hal sebaliknya. Kekuatan masyarakat atau yang sering disebut dengan “people power” nyatanya bukan sekedar slogan semata. Mengapa demikian?

Sebelumnya, penggemar sepak bola dikejutkan dengan wacana pembentukan European Super League (ESL) oleh Presiden Real Madrid, Florentino Perez. Kompetisi yang dibuat untuk “menyaingi” pamor UEFA Champions League tersebut rencananya akan diisi oleh 20 tim terbaik di Benua Eropa. Tercatat, 12 klub dari Liga Spanyol, Italia, dan juga Inggris telah menandatangani kontrak untuk berpartisipasi dalam ajang tersebut. Beberapa tim tersebut antara lain Real Madrid, Barcelona, Atletico Madrid, Chelsea, Manchester City, Manchester United, Liverpool, Arsenal, Tottenham Hotspur, Juventus, AC Milan, dan Internazionale Milan.

Perez bersama beberapa presiden klub mengatakan kompetisi ini dibuat untuk keberlangsungan klub-klub besar. Ia mengatakan, format serta hadiah yang didapatkan dari partisipasi di ajang UEFA Champions League dianggap terlalu sedikit dan tidak dapat menjamin masa depan klub. Selain itu, dirinya berpendapat sepak bola harus berevolusi dan klub besar harus berupaya menyelamatkan diri akibat krisis selama pandemi.

Sontak pernyataan tersebut mengundang kecaman dari penggemar sepak bola. Mereka menilai, format kompetisi tanpa degradasi hanya akan menguntungkan beberapa klub. Tiket pertandingan serta biaya langganan saluran televisi pun terancam naik akibat format kompetisi. Disparitas antara tim kaya dan tim miskin juga akan semakin jauh karena hampir tidak ada kesempatan bagi mereka untuk berpartisipasi di kompetisi tersebut. Alhasil, Tagar SayNoToSuperLeague trending di Twitter sebagai bentuk penolakan para pendukung.

Tidak hanya di media sosial, para penggemar sepak bola juga mengekspresikan kekecewaannya dengan turun ke jalan. Aksi demonstrasi serta spanduk bertuliskan Rest In Peace Foot Ball membentang di stadion klub anggota Super League. Beberapa penggemar juga mengancam akan mogok melihat pertandingan jika klub bersikeras untuk melanjutkan kompetisi.

Melihat reaksi tersebut, ditambah ancaman sanksi oleh FIFA dan UEFA, membuat beberapa klub memutuskan untuk mundur dari ESL. Sampai tulisan ini diturunkan, hanya tersisa 3 tim asal Spanyol (Barcelona, Real Madrid, Atletico Madrid) yang masih menjadi anggota ESL. Kompetisi tersebut pun terancam dibatalkan.

Mundurnya beberapa tim dari ESL merupakan kemenangan besar bagi penggemar sepakbola. Meski terkesan hiperbola, mundurnya beberapa tim tersebut merupakan contoh kecil kekuatan masyarakat tertindas yang bergerak secara kolektif. Kemampuan supporter meruntuhkan keangkuhan para petinggi klub sudah sepatutnya membuat masyarakat sadar tentang kemampuan mereka untuk membawa perubahan.

Tidak hanya ESL, bukti dari kekuatan massa juga diperlihatkan dalam kasus saham GameStop (GME). GameStop merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jual beli video game. Sempat hampir dinyatakan bangkrut pada 2019 lalu, saham GameStop menguat dan menyentuh angka US$ 24 miliar pada Januari 2021. Bukan tanpa alasan, meroketnya nilai perusahaan tersebut disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang berinvestasi di saham GME.

Berawal dari thread di subreddit r/wallstreetbets, akun aoechamp membeberkan praktik licik yang dilakukan oleh Melvin Capital (Pengelola investasi global). Singkatnya, Melvin Capital meminjam saham GameStop sambil berharap saham GameStop akan jatuh. Jika saham GameStop jatuh, Melvin Capital akan memperoleh keuntungan karena perusahaan tersebut membeli kembali saham yang dipinjam dengan harga yang jauh lebih murah dari nilai pinjam. Skema ini lebih dikenal dengan nama “short squeeze”.

Para pengguna reddit yang geram akan praktik tersebut akhirnya memutuskan untuk membeli saham GameStop. Hal ini bertujuan untuk memanipulasi pasar dan membuat harga saham GameStop melambung tinggi. Jika harganya melambung, otomatis Melvin Capital akan rugi karena harus membayar saham yang dipinjam dengan harga yang jauh lebih mahal.

Tidak hanya pengguna reddit, masyarakat awam yang belum pernah investasi dan bermain saham pun turut membeli saham GME. Alhasil, bursa dagang saham Amerika yaitu Wall Street sempat ditutup sementara untuk mencegah saham GME naik lebih tinggi. Aplikasi saham Robinhood juga menonaktifkan pembelian saham GME untuk “melindungi” Melvin Capital.

Kasus tersebut tentunya sekali lagi menunjukan kekuatan masyarakat untuk melawan para penguasa, dalam hal ini penguasa kapital. Masyarakat belum menyadari bahwa mereka memiliki kekuatan untuk merubah suatu keadaan. Masyarakat yang dianggap bodoh dan tidak mengerti bagaimana cara kerja bursa saham nyatanya mampu untuk membuat para pelaku curang geram dan harus menanggung kerugian.

Dari dua contoh di atas mungkin dapat ditarik kesimpulan bahwa kita mampu asalkan kita mau bersama-sama berupaya untuk mencapai tujuan kolektif. Sudah tidak ada gunanya bersikap skeptis dan memandang rendah perjuangan suatu individu atau kelompok untuk membawa perubahan. Dari pada bersikap skeptis dan diam tanpa melakukan apa-apa, lebih baik kita turut menggemakan suara mereka yang sedang berusaha.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya