Ketidakbermaknaan dan Kebenaran di Tengah Pasar Manusia Pencari Makna

Orang yang terjebak
Ketidakbermaknaan dan Kebenaran di Tengah Pasar Manusia Pencari Makna 06/10/2023 364 view Lainnya kompasiana.com

Setiap orang yang ada di dunia ini selalu mencari makna akan eksistensinya di dunia. Pencarian serta kehausan akan makna kehidupan menjadi salah satu alasan manusia hadir di dunia. Pertanyaan-pertanyaan mengenai siapa aku? Mengapa aku ada di dunia? Dan apa tujuan hidupku? Adalah contoh-contoh dari perjuangan manusia untuk menemukan makna yang selama ini mereka cari serta ingin mereka temukan. Akan tetapi apakah manusia berhasil menemukan makna yang mereka cari?

Jawabannya tidak ada, mereka tidak menemukan apa-apa, yang mereka temukan hanyalah ketidakbermaknaan serta kebenaran tren baru kehidupan yang berjudul "Manusia pencari makna". Mereka terjebak dalam krisis eksistensi dan esensi diri yang menyebabkan mereka lupa bahwa eksistensi mereka sebagai manusia adalah menjadi manusia. Mereka tergila-gila akan fatamorgana yang diciptakan oleh seseorang maupun individu tentang makna semu kehidupan dan kematian. Dalam hal ini saya tidak sendirian, Albert Camus, seorang filsuf eksistensialis juga mengatakan hal yang sama dalam bukunya yang berjudul "Mite of Sisifus."

"Saya tidak tahu apakah dunia ini mempunyai makna yang melampauinya. Tetapi saya tahu bahwa saya tidak mengenal makna itu dan bahwa saat ini tak mungkin bagi saya untuk mengenalnya." (Albert Camus, 1999).

Perjuangan mereka mencari makna pun telah sampai pada ujungnya. Mereka tidak menemukan apa-apa selain ketidakbermaknaan. Namun mereka masih saja lari dan menutupi kegagalan itu seolah-olah mereka telah menemukan makna yang sebenarnya. Padahal mereka hanya berjalan di suatu jalan yang berbentuk lingkaran tanpa tahu kapan mereka akan berhenti berputar. Sungguh suatu ironi kehidupan.

Kita telah ditipu oleh banyak iming-iming tentang makna kehidupan. Bahwa jika kita setia maka yang baik akan memperoleh imbalan dan yang jahat akan memperoleh ganjaran. Tetapi apakah benar demikian?

Yang terjadi malah sebaliknya, yang baik semakin menderita dan tersiksa sedangkan yang jahat malah semakin kaya dan sejahtera. Namun di depan realitas seperti ini masih saja ada orang-orang yang percaya akan sesuatu yang kebenarannya belum pasti. Mereka masih percaya bahwa nanti kita akan menerima imbalannya.

Pertanyaan saya, sampai kapan nanti itu akan menjadi tolok ukur. Sampai kapan kita berusaha menemukan makna yang sebenarnya tidak ada. Yang dapat kita percayai hanya satu saja, dunia ini absurd, tidak bermakna. Dan dengan ketidakmaknaan hidup ini, cobalah bersikap realistis dalam menanggapi dunia. Berbuat baik kepada yang menolongmu dan abaikan mereka yang menolakmu.

Bahagia itu sederhana dan mudah tercapai apabila engkau menjalankan kedua hal itu. Yang membuat kita masih sulit untuk bebas dan bahagia karena kita terlalu naif dan gila terhadap makna. Kita selalu berbicara tentang makna dan makna. Padahal sebenarnya makna itu tidak ada, saya memiliki sebuah analogi yang menarik tentang hal ini.

Pada suatu ketika ada seorang anak yang melukis di sebuah kanvas besar. Lukisan anak tersebut sangat indah dan mencuri perhatian setiap orang yang melihatnya. Namun anehnya lukisan anak tersebut hanya setengah, sedangkan setengahnya lagi ia biarkan kosong tanpa gambar apa pun. Lukisan setengah yang indah itu pun mengundang perhatian dari banyak kritikus seni di seluruh dunia. Mereka menginterpretasikan serta mencoba mencari makna apa yang sebenarnya yang ingin anak tersebut sampaikan.

Di sisi lain salah satu sahabat anak itu bertanya kepada anak yang membuat lukisan tersebut, "Kawan, apa makna lukisan setengahmu itu? Kenapa sampai kritikus seni di seluruh dunia ikut mencari maknanya?" Anak itu hanya menjawab, "Aku juga bingung. Aku melukis lukisan itu setengah saja karena aku tidak sampai untuk melukis bagian atasnya itu saja."

Dari analogi tentang lukisan setengah tersebut, dapat kita lihat bersama bahwa memang kehidupan ini tampil seperti apa adanya, kehidupan ini tidak memiliki makna tersembunyi di baliknya. Oleh karena itu, kita sepatutnya berlaku apa adanya tanpa mencoba mengubah kehidupan karena ingin menemukan makna hidup yang sebenarnya tidak ada.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya