Tekanan Mahasiswa Senior dalam Organisasi Kampus

Tekanan Mahasiswa Senior dalam Organisasi Kampus 27/06/2025 231 view Pendidikan images.app.goo.gl

Mahasiswa selalu memiliki banyak pilihan rumit, termasuk organisasi kampus. Ormawa yang memiliki kepanjangan organisasi mahasiswa, merupakan pilihan setiap mahasiswa dalam Upaya mereka untuk memiliki kegiatan tambahan di luar dari kegiatan akademik. Organisasi mahasiswa juga beragam, umumnya dibagi menjadi dua kategori. Pertama, organisasi mahasiswa intrakampus seperti Himpunan Mahasiswa (HIMA) yang biasanya menaungi program studi, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang menaungi Fakultas atau Universitas. Kedua, organisasi mahasiswa ekstrakampus, seperti IMM, PMII, GMNI, HMI dan lainnya.

Dari banyaknya problematika ormawa saya menyoroti beberapa hal terkait senioritas, mungkin hal ini sudah banyak dibahas oleh banyak orang, tetapi apakah yang membuat hal itu terus menjadi budaya dalam banyak ormawa? Akan lebih mudah jika kita mengaitkan itu sebagai balas dendam dalam proses pengkaderan, tapi yang saya perhatikan adalah banyaknya tekanan yang membuat mahasiswa akhirnya terpaksa masuk ke dalam organisasi, keterpaksaan ini menimbulkan pelemahan dalam kinerja organisasi kampus, yang akhirnya menimbulkan sifat-sifat senioritas yang buruk.

Kita harus memahami bahwa tidak semua mahasiswa ingin mengikuti kegiatan organisasi, mereka yang cenderung memiliki ketertarikan lain seperti, komunitas, klub, atau hanya sekedar kolektif, memiliki pandangan lain dalam memilih kegiatan kampus. Mahasiswa yang memilih jalur lain untuk mengisi kegiatan ini, bukan tanpa alasan. Ormawa membawa lebih banyak beban di dalam tubuhnya, beban administrasi, beban anggaran, beban laporan, beban AD/ART, yang membuat mahasiswa berpikir ribuan kali untuk masuk ke dalam ormawa.

Belum lagi soal pembayaran seperti uang kas, uang hibah, uang PDH, dan masih banyak lagi, yang paling parah dari semua itu mahasiswa harus selalu menjadi pelayan bagi para senior. Berbeda dengan kegiatan lain seperti kolektif atau komunitas. Komunitas seni misalnya, mereka hanya sekedar mahasiswa yang berkumpul dan memiliki hobi dan kesukaan yang sama, mereka berkumpul dan berkarya sesuka hati tanpa takut intervensi dari pihak lain, mereka cenderung saling merangkul dan berbagi ilmu soal apa yang mereka sukai.

Jadi, tidak semua mahasiswa memiliki ketertarikan untuk masuk ke dalam organisasi kampus, Saat ini saya melihat banyak terjadi kekurangan mahasiswa dalam organisasi kampus, yang menimbulkan masalah baru dalam dunia ke-organisasian dan aktivisme.

Pemaksaan

Masalah baru muncul dalam kegiatan organisasi mahasiswa, dalam beberapa kampus sistem anggaran organisasi dipengaruhi dari jumlah mahasiswa yang ada dalam organisasi tersebut atau jumlah mahasiswa keseluruhan dari program studi yang ada. Misalnya, dalam organisasi Himpunan Mahasiswa PBSI (HIMA PBSI) anggaran yang akan didapatkan masuk ke dalam golongan ke-3 dengan anggaran 8 juta rupiah, karena jumlah total mahasiswa dalam program studi PBSI sekian.

Penentuan jumlah anggaran tersebut biasanya diambil dari jumlah mahasiswa yang membayar uang organisasi ke kampus (biasanya kampus swasta). Tidak berhenti di situ, jumlah inilah yang nantiya akan mempengaruhi jumlah mahasiswa yang ikut dalam organisasi mahasiswa. Akibatnya banyak terjadi doktrinasi yang berlebihan hingga akhirnya menyebabkan pemaksaan terhadap mahasiswa, pemaksaan ini akan menyebar dengan massif ke setiap mahasiswa, doktrin yang berlebihan, bahkan hingga menjebak mahasiswa untuk masuk.

Hal tersebut tidak bisa dibenarkan, kita harus mengingat bahwa itu sudah melanggar hak para mahasiswa, apalagi korbannya adalah mahasiswa baru yang masih belum mengenal lingkungan kampus mereka.

Pada akhirnya penarikan mahasiswa untuk masuk ke dalam organisasi menjadi kehilangan esensinya, mahasiswa tidak lagi mengenal organisasinya, tetapi hanya akan mengingat dendam yang akan dia balaskan ke mahasiswa selanjutnya. Alih-alih menggunakan metode yang lebih kreatif atau menarik untuk para mahasiswa, senior lebih suka menggunakan paksaan atau doktrin yang berlebihan, dan pada akhirnya berdampak pada kinerja organisasi tersebut.

Tekanan

Saya akan menceritakan kasus yang dialami oleh seorang mahasiswa, dia ditekan dan dipaksa untuk masuk ke dalam organisasi tingkat lanjut dari HIMA, di kampus saya sistematika organisasi internal memiliki tahapan, mahasiswa harus mengikuti Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD) yang diproses pada saat masuk HIMA, setelah menyelesaikan jabatan satu tahun di HIMA mereka akan didoktrin Kembali untuk naik ke tingkat selanjutnya, yaitu Latihan Kepemimpinan Tingkat Madya (LKTM) proses ini untuk masuk ke dalam BEM atau DPM.

Bayangkan berapa paksaan yang dirasakan oleh mahasiswa tersebut, saya mengenal dia sebagai teman yang sama-sama berada dalam sebuah komunitas sastra. Dia sangat menyukai sastra, dia berkarya dan menulis puisi, tetapi sangat sulit untuk produktif akibat kegiatan dia dalam berorganisasi. Dia memutuskan untuk menyelesaikan jabatan dia di HIMA, dan ingin fokus produktif menulis karya. Tetapi, tekanan besar datang dari berbagai mulut seniornya, tekanan dengan embel-embel tanggung jawab dan aktivisme terus dilontarkan.

Tekanan ini berpengaruh dalam kehidupan pribadi seorang mahasiswa, selain harus memenuhi tanggung jawab dalam ranah akademik, mereka juga mendapat tekanan dalam berorganisasi, sehingga mereka cenderung meninggalkan kegiatan yang benar-benar mereka sukai, menjalani sisa jabatan di organisasi dengan tidak kompeten, dan mengakibatkan penurunan kinerja organisasi, meninggalkan kewajiban akademik, meninggalkan kegiatan dalam komunitas, dan banyak hal lain yang dirugikan.

Pada akhirnya ormawa hanya berisi egoisme belaka, bukan lagi aktivisme, hanya ada tekanan dan paksaan, bukan lagi rangkulan, hanya ada dendam yang diturunkan, bukan inovasi dan pembelajaran. Senioritas selalu menjadi permasalahan yang tidak lepas dari organisasi mahasiswa, semua kehilangan esensinya sebagai pilar demokrasi kampus.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya