Babi Ngepet 4.0

Statistisi Muda di Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi Riau
Babi Ngepet 4.0 07/05/2021 1546 view Budaya freepik.com

"Dari kemarin saya sudah pantau pak. Orang ini dia berumah tangga, dia nganggur, tapi uangnya banyak. Saya sudah lewat rumahnya, sudah saya lemparin sesuatu di depan rumah biar ketahuan"

Demikian kalimat yang diucapkan seseorang yang bernama bu Wati saat menyaksikan penemuan babi ngepet di Depok beberapa waktu lalu. Ia meyakini tetangganyalah yang melakukan ritual tersebut. Sebab si tetangga tidak pernah terlihat bekerja namun mempunyai uang yang banyak.

Perihal babi ngepet tersebut akhirnya diketahui hanya rekayasa seseorang yang ingin namanya viral. Dan bu Wati sendiri diusir dari kediamannya di Bogor, sebab warga yang tidak terima dengan tuduhannya.

Babi ngepet itu sendiri merupakan mahluk dalam legenda masyarakat Indonesia yang bercerita tentang siluman babi. Beberapa mitos menceritakan tentang babi ngepet yang merupakan orang yang ingin kaya dengan cara mengambil pesugihan babi.

Hidup yang makin sulit kadang membuat sebagian orang kehilangan akalnya. Ditambah lagi di masa pandemi pengangguran meningkat menjadi 9,77 juta orang (BPS, Agustus 2020). Tidak lagi mencari jalan yang logis seperti bekerja, banyak yang memakai cara-cara cepat untuk bisa hidup lebih baik. Tidak hanya melakukan aksi-aksi kriminal yang hasilnya cepat, banyak juga yang memakai cara gaib semacam pergi ke dukun untuk menggandakan uang atau pun ritual babi ngepet yang dipercaya dapat memberikan hasil berlipat.

Namun seiring perkembangan zaman, cara-cara orang mendapatkan uang secara instan juga menyesuaikan. Tidak lagi pergi ke dukun dengan aneka sesajen dan kemenyan. Dukun zaman sekarang sudah bertranformasi bentuk aplikasi dalam gawai ponsel pintar yang mudah diakses dalam genggaman. Namun dengan cara kerja yang hampir mirip, yakni adanya investasi modal awal atau mahar dalam istilah perdukunannya. Modal atau mahar inilah yang dijanjikan akan beranak-pinak nantinya tanpa perlu bekerja keras.

Berbagai macam aplikasi pun bermunculan, ada yang hanya bermodalkan menonton iklan bisa menghasilkan uang banyak ataupun investasi bodong lainnya. Rata-rata aplikasi tersebut menggunakan skema Ponzi. Skema Ponzi adalah skema bisnis di mana seseorang mendapatkan hasil uang investasi melalui uang yang berasal dari member atau investor lain, bukan berasal dari profit atau keuntungan perusahaan.

Yang mengherankan, praktik semacam ini walaupun sudah sering terjadi dan berujung pada penipuan, namun tetap ada saja masyarakat yang tertipu. Ini disebabkan tak lain karena masih rendahnya tingkat literasi digital masyarakat Indonesia. Berdasarkan survei Kementerian Kominfo dan Katadata pada November 2020, indeks literasi digital nasional ada di angka 3,47 dari skala 1-4. Hanya ada pada sedikit di atas tingkat sedang, namun belum mencapai tingkat baik.

Survei tersebut menunjukkan bahwa masih mudahnya masyarakat percaya pada berita-berita hoaks tanpa mencari kebenaran terlebih dahulu. Selain itu banyak juga yang tidak tahu tentang bahaya mengunggah data pribadi ke media sosial.

Data pribadi yang diunggah dapat dimanfaatkan oleh orang tak bertanggungjawab untuk hal-hal yang merugikan pemilik data. Berbagai kasus pencurian data pribadi digunakan untuk pinjaman online secara diam-diam mengatasnamakan si pemilik data. Selain itu data pribadi sensitif seperti data kependudukan, nama ibu kandung jika jatuh ke pihak luar dapat disalahgunakan dengan membobol layanan lainnya yang terdapat di gawai pintar pemilik data. Maka tak jarang, banyak yang mengalami uang direkening tiba-tiba hilang ataupun saldo akun gopay lenyap.

Oleh sebab itu diperlukan kampanye untuk menghilangkan kebiasaan menaruh informasi pribadi yang bersifat sensitif di media sosial. RUU Perlindungan Data Pribadi dapat menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap data pribadi.

Kembali pada kalimat bu Wati di awal tulisan ini, sebenarnya ada banyak cara yang halal yang bisa dilakukan namun mendapatkan hasil seperti babi ngepet. Jika babi ngepet diistilahkan sebagai usaha yang kelihatannya tidak terlalu berat tapi bisa mendapatkan uang banyak.

Di era industri 4.0, untuk mendapatkan penghasilan tidak harus dengan bekerja kantoran dari pagi sampai sore bahkan malam. Ada banyak profesi yang bisa dijalankan di rumah sambil mengurus rumah tangga bahkan sambal rebahan sekalipun. Semisal menjadi pedagang online, hanya dengan gadget orang tidak perlu keluar dari rumah untuk berjualan. Bahkan ada juga yang menjadi illustrator freelance dengan klien luar negeri, yang tentunya penghasilannya dalam mata uang Dollar. Maka tidak aneh jika ada orang yang hanya tampak diam saja di dalam rumah seperti pengangguran, tiba-tiba mempunyai penghasilan yang begitu besar. Sebab teknologi membuat itu semua mungkin terjadi.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya