Merefleksi Peran dan Fungsi Dalam Keluarga

Merefleksi Peran dan Fungsi Dalam Keluarga 02/07/2020 1057 view Budaya publicdomainvectors.org

Pekan ini masyarakat Indonesia memperingati Hari Keluarga Nasional (HARGANAS) yang ke-27. Peringatan tersebut menjadi tradisi dari tahun ke tahun yang masih terus dilaksanakan hingga kini meskipun sejauh ini penerapannya belum terlalu dikenal luas oleh masyarakat.

Awal mula penetapan Hari Keluarga Nasional sejatinya dimaksudkan sebagai titik tolak kebangkitan dari kesadaran masyarakat akan pentingnya membentuk keluarga yang bahagia, sehat, dan sejahtera.

Jika persoalan yang dihadapi pemerintah pada masa awal penetapan Hari Keluarga Nasional masih berfokus pada upaya mengendalikan jumlah penduduk dan persoalan kemiskinan, maka pada era modern seperti sekarang ini tantangannya justru lebih kompleks.

Di satu sisi persoalan ekonomi masih terus menjadi tantangan utama bagi keluarga di era sekarang terutama keluarga baru. Di sisi lain, banyak persoalan lain yang harus dihadapi oleh keluarga di masa kini seperti ancaman pergaulan anak dan remaja yang semakin bebas, maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), meningkatnya kasus perceraian, dan lain sebagainya.

Berbagai permasalahan tersebut rasanya semakin sering terjadi di lingkungan sekitar, dan diangkat di berbagai media pemberitaan. Momentum Hari Keluarga Nasional sepatutnya menjadi pengingat bagi seluruh keluarga terhadap pentingnya menanamkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan berkeluarga.

Untuk melihat bagaimana potret keluarga di Indonesia, kita dapat mengacu pada berbagai data yang tersedia, diantaranya adalah dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Berdasarkan data hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), diketahui pada tahun 2015 tercatat ada sebanyak 81,21 juta keluarga di Indonesia. Dengan total penduduk berkisar 255,18 juta orang pada tahun tersebut, maka secara rata-rata dalam satu keluarga terdiri dari 3 orang.

Sementara itu, dari data SUPAS juga tercatat jumlah rumah tangga pada tahun yang sama sebanyak 66,2 juta, dengan rata-rata anggota sebanyak 4 orang per rumah tangga.

Selanjutnya dari data tersebut diperoleh angka rasio rumah tangga terhadap keluarga sebesar 1,23, yang artinya pada setiap rumah tangga terdapat sekitar 1,23 keluarga.

Dalam perbedaan konsep tersebut, keluarga lebih menekankan pada hubungan biologis seperti ayah, ibu, anak, sementara rumah tangga terletak pada pengelolaan makan sehari-hari secara bersama-sama.

Tuntutan kebutuhan ekonomi rumah tangga yang semakin tinggi di masa sekarang, sering kali membuat anggota rumah tangga harus mengambil peran ganda. Contoh yang semakin banyak ditemui pada masa sekarang adalah para istri atau ibu rumah tangga yang juga ikut bekerja mencari tambahan penghasilan bagi rumah tangga ataupun keluarga.

Fenomena tersebut menjadi wajar dengan melihat data beban rasio ketergantungan penduduk (dependency ratio) dari BPS yang mencapai 47,7 di tahun 2020. Artinya setiap 100 orang yang berusia produktif (angkatan kerja) harus menanggung 48 penduduk usia tidak produktif (usia 0-14 tahun ditambah usia 65 tahun ke atas), tentu beban tersebut cukup besar karena hampir setengahnya.

Secara praktis, jika dalam sebuah rumah tangga atau keluarga terdapat ayah dan ibu yang sama-sama bekerja, maka idealnya beban yang ditanggung hanya satu orang anak. Ketika ada anak kedua maka beban ketergantungan pada keluarga tersebut menjadi 100 atau satu berbanding satu.

Fenomena kedua orang tua yang sama-sama bekerja tentu bukan tanpa risiko, terutama bagi keluarga yang memiliki anak-anak di bawah umur. Waktu yang sehari-hari dihabiskan di tempat kerja tentu berdampak pada berkurangnya waktu berkumpul bersama anak dan keluarga, perhatian kepada anak dapat berkurang, pola asuh anak menjadi tidak berjalan dengan baik, dan lain sebagainya.

Bagi sebagian besar keluarga bisa jadi hal tersebut tidak menjadi sebuah masalah, namun bagi sebagian keluarga lain tidak jarang justru menyebabkan sumber masalah baru dalam kehidupan berumah tangga.

Kurangnya intensitas waktu bagi keluarga dalam berkumpul dan berkomunikasi, ditambah dengan berbagai masalah dalam pekerjaan yang terjadi dalam waktu bersamaan dapat berdampak pada renggangnya keharmonisan keluarga, bahkan jika diiringi pengelolaan emosi yang tidak baik tidak jarang menyebabkan terjadinya KDRT yang berujung pada perceraian.

Meningkatnya kasus perceraian merupakan fenomena yang tidak bisa dianggap remeh mengingat jumlahnya yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data dari Badan Pengadilan Agama Mahkamah Agung, jumlah kasus permohonan perceraian pada tahun 2019 telah mencapai 604.997 kasus, meningkat dari 419.268 kasus di tahun 2018.

Fakta selanjutnya menunjukkan bahwa 75 persen kasus perceraian diajukan oleh pihak istri sebagai penggugat. Ditinjau dari penyebab terjadinya perceraian sebanyak 49,8 persen adalah karena perselisihan dan pertengkaran yang terus terjadi, kemudian sebesar 30,2 persen disebabkan faktor ekonomi, sementara 20 persen lainnya adalah akibat adanya perselingkuhan, KDRT, dan berbagai sebab lainnya.

Gambaran kasus di atas semestinya kembali menyadarkan kita bahwa fungsi keluarga tidak hanya sebatas pada fungsi ekonomi semata. Untuk mencapai keluarga yang sehat, bahagia, dan sejahtera seperti yang diidamkan banyak orang, terdapat berbagai fungsi lain yang harus seoptimal mungkin dijalankan secara baik dan seimbang.

Melalui peringatan Hari Keluarga Nasional kita diajak untuk merenungkan kembali tentang bagaimana menghidupkan fungsi-fungsi yang ada dalam sebuah keluarga.

Sekali lagi, peran dan fungsi keluarga tidak terbatas pada aspek ekonomi semata, namun mencakup berbagai fungsi lain yang juga harus dapat dijalankan secara seimbang.

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 serta Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 disebutkan ada sebanyak delapan fungsi yang harus dijalankan secara seimbang oleh sebuah keluarga. Delapan fungsi tersebut antara lain adalah fungsi agama, fungsi sosial budaya, penerapan cinta kasih, perlindungan, reproduksi, pendidikan, ekonomi, dan terakhir fungsi pembinaan terhadap lingkungan sekitar.

Mari kita jadikan keluarga sebagai alasan dan motivasi kita untuk giat bekerja, tanpa lupa untuk memenuhi fungsi-fungsi lainnya. Keluarga adalah tempat pertama kalinya kita hadir di dunia, merupakan tempat pertama kita dibesarkan orang tua, dan tempat bagi kita untuk mempersiapkan generasi penerus yang handal dan mampu berkontribusi bagi masyarakat, agama, bangsa dan negara di masa mendatang.

Semoga peringatan Hari Keluarga Nasional di tahun 2020 ini dapat lebih diresapi secara mendalam bagi sebanyak mungkin keluarga di Indonesia. Terlebih di tengah situasi pandemi seperti sekarang, yang di sisi lain justru mengembalikan peran orang tua untuk secara penuh hadir ke tengah-tengah keluarga. Sebuah kesempatan langka yang harus dapat dimanfaatkan untuk membentuk keluarga yang utuh, harmonis, dan solid.

Keluarga diharapkan dapat menjadi benteng pertahanan pertama dan terkuat dalam menghadapi masa-masa pandemi yang sulit. Keluarga-keluarga yang kuat akan menciptakan lingkungan yang juga kuat, serta lingkungan yang mampu saling menjaga satu sama lain dari penyebaran covid-19.

Mari jadikan momen peringatan Hari Keluarga Nasional ini menjadi momen kebangkitan keluarga menuju kehidupan yang sehat, bahagia, dan sejahtera.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya