Memahami Keragaman dalam Perspektif Pembelajaran PKn

Pembelajaran PKn yang merupakan singkatan dari Pendidikan Kewarganegaraan atau biasa juga disebut PPKn yakni Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diadakan di sekolah. Bahkan pada perguruan tinggi pun PKn dan Pendidikan Pancasila merupakan mata kuliah yang wajib diambil oleh mahasiswa. Sebegitu pentingnya PKn bagi negara dalam rangka mencetak generasi yang unggul, religius, humanis, bersatu, demokratis, dan berkeadilan (good citizen) sehingga mata pelajaran ini wajib ada di sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Singkat kata PKn merupakan studi yang berupaya membentuk karakter warga negara yang baik.
Berikutnya, untuk dipahami bersama bahwa inti daripada pembelajaran PKn itu ada empat aspek, yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika (Moeis, 2015). Namun, empat aspek pokok tersebut dapat lagi dijabarkan ke bidang-bidang lainnya, seperti keragaman, hukum, politik, hubungan internasional, dan lain sebagainya. Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tungal Ika, bila ditelisik lebih jauh akan ditemukan suatu persinggungan dengan keragaman. Keempat aspek tersebut memuat tentang keragaman.
Keragaman atau kondisi multikultural merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia agar saling kenal mengenal. Namun, seiring berjalannya waktu masalah keragaman mulai mencuat ke permukaan sebagai masalah sosial yang ada di tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal ini ditandai dengan terbukanya kran kebebasan pasca reformasi 1998, masyarakat semakin bebas mengekspresikan diri dan cenderung untuk bertindak intoleran terhadap mereka yang berbeda. Memang jika merujuk pada apa yang disebut oleh Dr. Isnarmi Moeis (2014) yang menyatakan bahwa bila arus perkembangan keragaman terus berjalan mengikuti perkembangan teknologi informasi, maka bentuk keragaman di tengah masyarakat pun kian bervariasi dan setiap orang pun punya akses untuk berubah mengikuti zaman. Hal ini dikhawatirkan akan menghilangkan jati diri kelompok ataupun individu.
Sejalan dengan itu, sebagaimana Prof. A. Najib Burhani (2020) dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar menyatakan bahwa ada suatu keanehan ketika dunia semakin mengglobal/terhubung, justru wabah ketidakdewasaan multikultural, diskriminasi, dan intoleranisme semakin liar dan tak terkendali. Seharusnya, semakin mengglobal, kita juga semakin sadar akan keragaman masyarakat dunia, bahwa kita di dunia ini tidak dapat hidup seorang diri dan bergantung satu sama lainnya. Ia mengatakan bahwa ini adalah suatu paradoks dari globalisasi.
Di sinilah posisi pembelajaran PKn sebagai sarana dalam membentuk karakter warga negara yang baik dan cerdas agar mampu menyikapi keragaman secara dewasa. Di dalam mengajarkan pembelajaran PKn kepada peserta didik hendaknya memuat atau terintegrasi dengan nilai-nilai multikulturalisme. Memang di dalam materi pelajaran PKn sudah memuat secara gamblang terkait pentingnya semangat persatuan dalam keberagaman. Namun, keberhasilan itu semua juga tergantung kepada guru dalam mengajarkannya.
Guru dituntut agar memiliki kemampuan untuk menciptakan suasana yang responsif atas keragaman dan mencegah potensi-potensi dampak negatif dari keragaman yang ada. Guru diharapkan tidak hanya sadar akan keragaman budaya, adat istiadat, bahasa daerah, rumah adat, dan agama. Namun, lebih daripada itu, perbedaan logat bahasa yang sering menjadi cemoohan, perbedaan penampilan, status sosial, gender, dan perbedaan pemikiran setiap peserta didik juga merupakan bentuk keragaman yang harus dibina sedemikian rupa sehingga timbul harmonisasi di antara peserta didik dan tak kalah penting dalam kehidupan bermasyarakat mereka. Bila diibaratkan sebagai grup musik orkestra, setiap instrumen alat musik ialah berbeda akan tetapi dapat terdengar enak bila dialunkan secara harmonis dan padu. Bahwa setiap perbedaan yang ada di sekitar kita akan tercipta suatu keharmonisan bila dikelola secara baik.
Berbicara tentang multikulturalisme tidak akan pernah terlepas dari istilah mayoritas dan minoritas. Orang-orang sering kali menganggap bahwa mayoritas dan minoritas ialah hanya masalah kuantitas. Kelompok masyarakat dengan jumlah tersedikit akan dianggap minoritas dan mereka yang unggul dalam segi jumlah akan dianggap sebagai mayoritas. Padahal bila dilihat dalam beragam perspektif akan ditemukan makna minoritas yang lebih tepat. Mari kita lihat dari segi pemeluk agama di Indonesia, bahwa umat Islam akan menang dalam hal jumlah, akan tetapi dari segi kesejahteraan atau ekonomi mereka merupakan minoritas. Dalam pandangan Prof. A. Najib Burhani (2020) pemaknaan minoritas itu relatif.
Adapun makna minoritas yang lebih tepat ialah mereka yang mendapat ketidakadilan, diskriminasi, marginalisasi, dan bahkan tindakan-tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Yang lebih miris ialah mereka yang secara kuantitas sudah minoritas, ditambah lagi pada kehidupan bernegara dan bermasyarakat mendapat perlakuan tidak adil dan sebagainya. Melalui pembelajaran PKn seharusnya peserta didik dapat memahami makna minoritas dan berperilaku yang terbuka atas pebedaan.
Dalam hal ini, integritas diri sangatlah diperlukan oleh peserta didik untuk mengenal identitas dirinya sendiri. Hal ini ditujukan agar terhindarnya tindakan penyeragaman di dalam perbedaan. Mencari titik sama atau titik temu antara hal yang berbeda bukanlah cerminan dari paham multikulturalisme (keragaman). Akan tetapi dengan hidup tenang, berdampingan, damai, tolong menolong, dan rukun merupakan sikap dari multikulturalisme itu sendiri. Upaya penyeragaman justru ditolak dalam kajian multikulturalisme dan pluralisme.
Akhir kata saya ingin menyampaikan bahwa, kita memang hidup di tengah kondisi yang plural dan majemuk, akan tetapi kita harus bisa hidup bersama juga. Inilah yang harus ditanamkan pada peserta didik melalui pembelajaran PKn. Berbeda, tapi bersama. Kita berbeda, tapi tetap satu Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika.
Artikel Lainnya
-
50825/08/2023
-
253213/06/2020
-
132113/04/2020
-
Keadilan Sosial dan Keadilan Ekonomi ala Umar bin Abdul Aziz
43514/08/2024 -
Relevansi Sejarah Bagi Masa Depan Bangsa
250821/12/2020 -
Mengeja Islam Melalui Mohammed Arkoun dan Ali Syariati
88710/06/2021