Kecenderungan Pleasure Seeking Masyarakat Kita

Pembelajar
Kecenderungan Pleasure Seeking Masyarakat Kita 27/03/2023 565 view Budaya Gynocentrism.com

Kesuksesan yang didapat dengan penuh perjuangan akan memberikan pengaruh durasi eksis yang lebih lama daripada sukses yang didapat dengan cara instan. Karena untuk kasus yang pertama kita dipersyarati melewati tangga-tangga perbaikan terlebih dahulu sebelum mencapai puncak. Kita dengan begitu tidak mengambil jalan short cut. Kita mengalami tahap penyaringan. Seleksi alam. Jelas susah payah dan perjuangan itulah yang menjadi sumber daya sukses kita.

Tapi untuk zaman sekarang, semua itu adalah cara-cara yang kurang efektif dan sudah mulai ditinggalkan. Kita ambil contoh dari dunia media, misalnya. Bagaimana dari sisi stake holder sangat welcome terhadap segala jenis “bakat”. Idealisme hanya satu, yang bisa memberikan keuntungan sebesar-besarnya. Parameter kualitas pun jadi turun tingkat. Akibatnya banyak orang yang punya pretensi untuk bertingkah aneh, kemayu, janggal, konyol supaya “terkenal”. Bisa dibilang hal ini masih merupakan ekses dari era post truth, di mana kebenaran itu tergantung selera bukan karena kebenaran itu sendiri. Dan juga era kapitalisme yang makin menggelembung.

Orang mencari duit itu baik dan perlu tapi kalau kadarnya sudah sampai kelewat batas itu menjadi tidak baik. Apalagi cara-cara yang digunakan juga sudah kelewat batas. Asas eksploitasi dari keluguan dan kebodohan orang lain. Ideologi kapitalisme adalah merubah apa saja menjadi uang. Bahkan untuk hal-hal yang tidak sepantasnya diperdagangkan (pendidikan, kesehatan, agama, dan kebudayaan).

Bukan hanya mental masyarakat kita yang sudah banyak berubah. Di hampir semua bidang terjadi penurunan etos kerja. Banyak orang yang hanya mau hasilnya saja tapi tidak mau melewati prosesnya. Kita hidup di tengah arus utama di mana “kesuksesan” didapat dengan cara instan. Cara-cara yang mudah. Orang yang hanya berbekal ngonten tidak jelas, prank, pamer kekonyolan dan kegoblogan kok bisa-bisa tenar. Siapa yang salah kalau begini?

Akan tetapi karena jalan yang ditempuh untuk mencapainya juga mudah, semua “kesuksesan” itu juga akan cepat sirna. Mereka bagai membangun rumah di atas tebing jurang yang rapuh. Bukankah itu suatu hal yang menipu?

Menciptakan euphoria sesaat kemudian senyap. Betapa banyak pendatang di dunia hiburan yang cepat terkenal tapi juga cepat surutnya, bahkan sekarang sudah tidak terdengar lagi kabarnya. Bagai battery yang dipakai dengan daya penuh. Memang lampu akan menyala dengan sangat terang tapi itu akan sangat menguras daya battery. Demikianlah dijadikan terasa indah segala hal yang gemerlap bagi manusia. Dan sesuai tabiat manusia yang dijelaskan dalam Al-Quran, manusia diciptakan dengan watak tergesa-gesa. Itulah sebabnya tidak mengherankan jika ia suka sesuatu yang instan, suka memotong kompas demi keinginannya terwujud.

Setiap trend atau kecenderungan budaya memiliki masa eksis sendiri. Begitupula untuk era sekarang yang didominasi dengan kecepatan informasi. Tapi menurut saya pribadi, zaman ini akan masih kita lalui dalam waktu yang cukup lama. Era digital yang semakin berkembang dengan penelitian di bidang AI (Artificial Intellegence). Akhir-akhir ini baru geger tentang chat GPT open AI. Sebuah platform kecerdasan buatan yang didesain untuk memberikan umpan jawaban yang komprehensif.

Seperti kita belajar dengan seorang professor yang bisa kita tanyai tentang apa saja. Satu kata kunci dari platform ini, “chat” di mana terjadi komunikasi dua arah. Segala sesuatu yang berbasis informasi teks bisa dengan mudah disajikan olehnya. Bahkan saya menulis esai ini hasil karya sendiri atau bikinan chat GPT orang pun tidak akan tahu.

Betapa perkembangan AI yang menganut deret eksponensial. Tak terbayangkan di masa depan akan ada banyak efisiensi yang terjadi dalam dunia bisnis. Kita tidak perlu meng-hire banyak karyawan, cukup personel inti saja, sisanya serahkan pada mesin pintar AI. Semua bisa dibakukan menjadi sebuah aplikasi dan algoritma program yang difungsikan untuk menjalankan tugas tertentu. Itulah lompatan teknologi yang demikian dahsyatnya yang ditopang oleh cabang ilmu matematika dan komputer.

Untuk urusan yang bermanfaat tentu akan sangat terbantu olehnya tapi begitu juga sebaliknya, untuk urusan kapitalisme akan tumbuh subur yang semakin membodohkan masyarakat kita. Apa yang anda harapkan dari hiburan jenis itu?

Di era massifnya perkembangan platform-platform digital seperti sekarang ini, hal-hal yang berisi kesementaraan menjadi mode utama. Mereka mencari segala sesuatu secara instan, kurang bisa menggali pada nilai. Padahal sesuatu hal itu berharga, memiliki value karena ada perjuangan dan kerja keras dalam mewujudkannya. Nilai inilah yang akan membantu mewujudkan kesuksesan kita. Karena kita fokus dalam mengejar nilai maka otomatis segala kesuksesan yang kita dapat adalah akibat wajar. Tapi sebaliknya kalau yang kita kejar hanya sensasi maka kesuksesan yang kita raih sebenarnya hanya fatamorgana belaka.

Sesungguhnya berita viral yang sering menghiasi beranda internet kita juga meniru mode ini. Tidak peduli isi dan manfaat beritanya, yang terpenting adalah sensasi dan clicbait-nya. Bahkan sampah pun biasa diubah menjadi makanan untuk dijajakan ke pelanggan. Itulah mentalitas masyarakat saat ini yang tega melakukan apa pun demi bisa mencapai tujuannya. Di satu para stake holder mencari keuntungan sementara banyak masyarakat membutuhkan hiburan. Kalau tidak ada langkah usaha perbaikan untuk keluar dari lingkaran ini maka tunggulah masa kehancuran itu.

Berkaitan dengan hal ini maka penting untuk melakukan tindakan menepi, atau kalau boleh saya menyebutnya sebagai laku prihatin. Kita harus belajar menghormati waktu, karena ia adalah salah satu sumber daya yang sangat berharga, karena waktu tidak bisa diputar kembali (bisa lewat kenangan tapi tidak ada hal yang bisa kita ubah dari masa lalu). Sudahilah menonton atau membaca semua informasi dan berita yang beraruskan kapitalisme. Sebab tidak akan ada habisnya untuk meladeninya, hanya akan membuang waktu produktif kita. Sudah saatnya kita alihkan sebagian besar waktu kita untuk kegiatan yang jauh lebih produktif.

Sebuah kritik untuk kita semua, murahnya kita menghargai sebuah pencapaian karena berfokus hanya menilai dari hal materi kurang bisa melihat ke esensi. Bisa kita lihat dari kebiasaan kita yang mudah kagum dan terpukau untuk hal-hal yang biasa. Kita mudah memuji seseorang untuk hal yang sifatnya trivial, memang sudah seharusnya seperti itu. Professor Carol Dweck dari Stanford University telah melakukan penelitian selama 30 tahun mengenai isu ini. Sample-nya adalah anak-anak. Dia menyalahkan gerakan menyayangi anak-anak dengan memberikan pujian bahkan ketika mereka tidak melakukan sesuatu yang berharga, jadinya pujiannya terlalu murah. Ini juga malah akan menghambat perkembangan pada diri sang anak.

Mereka tidak melalui proses yang wajar, jatuh bangun, gagal dalam mempelajari sesuatu. Karena semua itu bisa dikamuflasekan dengan menganggap anak kita adalah anak emas, istimewa. Bukan pujian itu tidak baik, tapi karena hal apa pujian itu diberikan? Apakah untuk sesuatu yang berharga atau untuk sesuatu hal yang biasa?

Demikianlah tulisan ini saya akhiri dengan sebuah kritik untuk kita renungkan. Kita terlalu membeli dengan harga yang mahal untuk sesuatu yang useless. Tapi ironisnya kita membeli dengan harga yang murah untuk sesuatu yang penting, yang bisa membantu meningkatkan keterampilan dan upgrade diri.

Untuk hal-hal yang penting, urgent, kita sangat sulit berdisiplin sedangkan untuk jenis hiburan artifisial kita mengkonsumsinya tanpa rem. Mentalitas budak, yang tidak punya kedaulatan diri dalam menentukan ke mana arah dan tujuan hidupnya. Hidupnya asal ke mana suka tanpa ada visi yang jelas. Mencari kesenangan-kesenangan semata (pleasure seeking). Begitu kesenangan itu habis maka hidupnya menjadi kosong. Maka tidak aneh jika banyak orang yang terlalu mencemaskan masa depannya sebab hari-harinya tidak diisi dengan sesuatu yang produktif; yang memberikan makna dan tujuan hidup jangka panjang. Jika kau telah melakukan tugas-tugas hari ini, maka kau tak usah merisaukan masa depanmu. Semua itu menganut hukum sebab akibat. Jika yang kita lakukan hari ini bermanfaat, kelak di kemudian hari akan kita petik hasilnya.

Dan satu lagi, hanya orang -orang sudah selesai melakukan kewajiban-kewajibannya yang berhak menagih hak-hak-nya. Kalau pun hak itu tidak kunjung kita dapatkan maka kebahagiaan selama proses mengerjakannya itu sudah merupakan hadiah yang besar.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya