Ibnu Hazm dan Kritiknya terhadap Doktrin Kristiani

Ibnu Hazm memiliki nama lengkap Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm (994–1064), lahir di kota Cordoba, yang pada masanya merupakan pusat intelektual dan kekhalifahan Islam di Andalusia. Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga bangsawan yang memiliki kedekatan dengan istana Dinasti Umayyah, yang memberinya akses untuk memperoleh pendidikan formal di berbagai bidang, termasuk agama, sastra, dan filsafat. Dalam bidang hukum Islam, Ibnu Hazm dikenal sebagai pengikut mazhab Zhahiri, yang menekankan pendekatan literal dalam memahami Al-Qur'an dan Hadis.
Pemikiran Ibnu Hazm mencakup berbagai disiplin ilmu, termasuk teologi, logika, dan studi perbandingan agama. Meskipun Cordoba mengalami kehancuran sebagai akibat dari pergolakan politik yang mengakhiri kekhalifahan Umayyah, Ibnu Hazm berhasil menulis setidaknya 400 karya. Namun, hanya sebagian kecil dari karya-karya tersebut yang bertahan hingga kini. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah “Al-Fasl fi Al-Milal wa Al-Ahwa wa Al-Nihal”, sebuah buku yang membahas perbandingan agama-agama besar pada masanya, termasuk Islam, Kristen, dan Yahudi. Karya ini menunjukkan pendekatan kritis dan komprehensif Ibnu Hazm terhadap teologi dan perbandingan doktrin keagamaan.
Dalam karyanya, Ibnu Hazm mengkritik keyakinan dan doktrin-doktrin yang melekat pada agama Yahudi dan Kristen melalui pendekatan analisis filologis, studi bahasa, etimologi, serta konteks historis. Ia membandingkan ajaran-ajaran dalam kitab suci agama Yahudi dan Kristen dengan ajaran Islam, serta mengidentifikasi elemen-elemen yang menurutnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Salah satu kritik signifikan yang disampaikannya ditujukan kepada agama Kristen, terutama terhadap konsep Trinitas dan inkarnasi. Dengan pendekatan teologis yang berfokus pada tauhid (keesaan Tuhan), Ibnu Hazm menyusun argumen yang mendalam untuk menentang konsep-konsep tersebut. Pemikiran dan metode kritiknya menjadi warisan intelektual yang memengaruhi pemikir Islam lainnya, seperti Al-Biruni dan Ibnu Khaldun, dalam studi mereka mengenai budaya dan sejarah.
Ibnu Hazm juga meragukan keotentikan kitab-kitab Injil yang diterima oleh umat Kristiani, seperti Injil Matius, Lukas, Markus, dan Yohanes. Ia berpendapat bahwa Injil-Injil tersebut bukanlah tulisan langsung dari Yesus maupun sahabat-sahabat yang dekat dengannya, melainkan disusun oleh individu-individu pada era yang lebih kemudian. Menurutnya, hal ini menyebabkan kitab-kitab tersebut kehilangan otoritasnya sebagai sumber asli ajaran Yesus. Dalam analisisnya terhadap teks-teks Injil, Ibnu Hazm menemukan banyak perbedaan isi antar-Injil, yang ia pandang sebagai bukti adanya rekonstruksi atau perubahan dalam proses transmisi teks dari generasi ke generasi. Ia menilai bahwa perubahan ini terjadi karena berbagai faktor, termasuk upaya pihak gereja untuk menyesuaikan isi kitab dengan perkembangan sosial budaya saat itu atau akibat campur tangan individu-individu yang memiliki otoritas dalam struktur gereja.
Ibnu Hazm secara tegas menolak konsep Trinitas dan pandangan bahwa Yesus adalah "Anak Tuhan," yang ia anggap bertentangan dengan prinsip ketauhidan dalam Islam. Menurutnya, konsep Trinitas merupakan penyimpangan dari keesaan Tuhan karena menyiratkan keberadaan lebih dari satu entitas ilahi, suatu gagasan yang ia yakini tidak pernah diajarkan oleh Yesus dalam doktrinnya. Ibnu Hazm juga mengkritik keyakinan umat Kristiani yang menganggap Yesus sebagai Tuhan, dengan berpendapat bahwa Yesus sendiri tidak pernah menyatakan dirinya sebagai Tuhan. Ia melihat anggapan ini sebagai hasil interpretasi yang berkembang di kalangan pengikut Yesus setelah peristiwa penyalibannya.
Terkait dengan doktrin inkarnasi, yaitu keyakinan bahwa Tuhan mengambil bentuk manusia dalam sosok Yesus, Ibnu Hazm menolaknya berdasarkan argumen bahwa gagasan tersebut merendahkan keilahian Tuhan. Menurutnya, jika Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha Esa hadir dalam bentuk manusia yang terbatas, hal ini bertentangan dengan sifat-sifat transenden Tuhan, yang kekal, tidak berubah, dan tidak terbatas. Ia berpendapat bahwa Tuhan yang sejati tidak mungkin berwujud fana dan lemah seperti manusia, karena hal itu bertentangan dengan kemahakuasaan-Nya. Lebih jauh, Ibnu Hazm menilai bahwa kepercayaan seperti ini menciptakan pemahaman bahwa Tuhan dapat mengalami pengalaman manusiawi, seperti penderitaan, kematian, dan kelemahan, yang menurutnya tidak sesuai dengan hakikat keilahian Tuhan yang sempurna dan mutlak.
Agama Kristen mendoktrinkan bahwa penyaliban Yesus merupakan pengorbanan diri Tuhan untuk menebus dosa-dosa umat manusia. Ibnu Hazm dengan tegas menolak doktrin ini, berargumen bahwa Tuhan yang Maha Kuasa seharusnya mampu mengampuni dosa manusia tanpa perlu melibatkan pengorbanan diri melalui proses penyaliban. Ia juga mengkritik doktrin tersebut dari sudut pandang logika. Pertama, menurutnya, sangat tidak adil jika seseorang yang tidak bersalah harus menanggung kesalahan orang lain, karena dalam prinsip keadilan, seseorang yang bersalah seharusnya bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Kedua, tidak masuk akal jika Tuhan, dengan sifat Maha Kuasa-Nya, memerlukan suatu pengorbanan untuk mengampuni dosa, karena pengampunan bisa saja diberikan secara langsung tanpa prasyarat apa pun.
Secara keseluruhan, Ibnu Hazm mengkritik ajaran agama Kristen dengan pandangan bahwa ajaran Nabi Isa AS dan kitab suci Injil telah mengalami banyak perubahan seiring waktu, terutama dalam konsep Trinitas yang dianggap bertentangan dengan prinsip tauhid dalam Islam. Selain itu, keyakinan seperti doktrin inkarnasi dan sejarah penyaliban Yesus juga ia pandang tidak logis dalam konteks ketuhanan. Melalui keyakinan dan prinsip Islam yang dianutnya, Ibnu Hazm menyampaikan kritik ini secara terperinci dalam karyanya “Al-Fasl fi Al-Milal wa Al-Ahwa wa Al-Nihal”.
Artikel Lainnya
-
408916/01/2020
-
23821/10/2024
-
128625/05/2021
-
Pernikahan Dini dan Dampaknya bagi Anak dan Orang Tua
102105/02/2023 -
Swasembada Pangan di Tengah Pandemi, Ini yang dimau Jokowi?
180603/05/2020 -
Selamat Bekerja DPR Baru, Setumpuk PR Telah Menunggu
160707/10/2019