Hegemoni Pilkada 2024: Menggugat Kecurangan dalam Demokrasi

Dosen, Penulis dan Peneliti Universitas Dharma Andalas
Hegemoni Pilkada 2024: Menggugat Kecurangan dalam Demokrasi 26/05/2024 347 view Politik rri.go.id

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat demokrasi di Indonesia. Sayangnya, isu hegemoni dan berbagai bentuk kecurangan dalam Pilkada 2024 telah mencoreng proses demokrasi itu sendiri. Laporan-laporan dari pemantau pemilu dan aktivis masyarakat sipil mengungkapkan adanya indikasi praktik manipulasi suara, politik uang, hingga intervensi penguasa yang memaksakan kehendaknya.

Fenomena ini mengkhawatirkan karena bukan hanya mengancam integritas proses pemilihan, tetapi juga membahayakan kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi demokrasi. Pilkada yang seharusnya menjadi ajang kontestasi ide dan program kerja bagi calon pemimpin daerah, kini terlihat lebih banyak diwarnai oleh permainan kekuasaan yang melanggar aturan main.

Berbagai bentuk kecurangan dalam proses Pilkada 2024 telah menjadi sorotan publik. Laporan dari pemantau pemilu dan aktivis masyarakat sipil mengungkapkan adanya indikasi praktik manipulasi suara, politik uang, hingga intervensi penguasa yang memaksakan kehendaknya.

Berikut beberapa contoh kecurangan yang teridentifikasi: Pembelian suara (money politics), adanya laporan tentang pembagian uang dan barang kepada pemilih agar memilih calon tertentu. Terjadi pula penggelembungan data pemilih. Ditemukan adanya pemilih "fiktif" atau pemilih yang sudah meninggal terdaftar dalam daftar pemilih. Intimidasi dan terror, terjadi intimidasi dan tekanan kepada pemilih, khususnya kepada kelompok rentan, agar memilih salah satu calon. Penyalahgunaan wewenang , penyelenggara pemilu diduga melakukan pelanggaran seperti manipulasi hasil penghitungan suara atau memihak calon tertentu. Konflik kepentingan, masih diitemukan adanya calon yang memiliki hubungan dekat dengan penguasa sehingga mendapatkan keuntungan dalam proses pemilihan.

Praktik-praktik curang tersebut jelas mengkhianati prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya mengedepankan kompetisi sehat, kejujuran, dan kepercayaan publik. Hal ini menimbulkan keprihatinan mendalam bagi masa depan demokrasi di Indonesia.

Praktik hegemoni dan kecurangan dalam Pilkada 2024 membawa dampak yang sangat merugikan bagi demokrasi di Indonesia. Ketika proses pemilihan pemimpin daerah diselimuti oleh praktik-praktik yang melanggar aturan dan menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi, maka kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi itu sendiri akan terkikis. Hal ini dapat mengancam stabilitas dan keberlanjutan demokrasi di Indonesia yang telah dibangun dengan susah payah sejak era reformasi.

Hegemoni dan kecurangan dalam Pilkada juga berpotensi menciptakan ketidakadilan dan kesenjangan di tingkat lokal. Ketika calon pemimpin yang didukung oleh elit kekuasaan berhasil terpilih melalui praktik-praktik curang, maka kebijakan dan program kerja yang dihasilkan cenderung akan lebih berpihak pada kepentingan kelompok tertentu, sementara aspirasi dan kebutuhan mayoritas masyarakat lokal diabaikan. Kondisi ini akan semakin memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi di daerah.

Lebih jauh lagi, hegemoni dan kecurangan dalam Pilkada juga dapat mengganggu stabilitas politik nasional. Ketika masyarakat tidak lagi percaya terhadap proses demokrasi, mereka cenderung akan lebih mudah terprovokasi dan terlibat dalam konflik sosial. Hal ini dapat menimbulkan gejolak yang berpotensi mengancam integrasi nasional dan mendorong tumbuhnya gerakan-gerakan separatisme di daerah. Oleh karena itu, menjaga integritas dan kualitas demokrasi di tingkat lokal menjadi sangat penting untuk mempertahankan stabilitas politik di tingkat nasional.

Penyelenggara Pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), memiliki peran kunci dalam menjaga integritas Pilkada. Mereka harus memastikan bahwa proses pemilihan berlangsung secara adil, transparan, dan bebas dari campur tangan pihak manapun. Independensi dan netralitas penyelenggara adalah syarat mutlak untuk menciptakan kompetisi yang sehat antar calon.

Penyelenggara Pemilu harus melakukan pengawasan ketat di setiap tahapan Pilkada, mulai dari pendaftaran pemilih, verifikasi calon, kampanye, hingga perhitungan suara. Mereka harus sigap menindak setiap potensi pelanggaran dan kecurangan yang teridentifikasi. Kewaspadaan dan tindakan tegas penyelenggara adalah kunci untuk mencegah praktik-praktik curang yang dapat merusak demokrasi.

Untuk menjalankan perannya dengan efektif, penyelenggara Pemilu perlu terus meningkatkan kapasitas dan profesionalisme mereka. Pelatihan, pendampingan, dan pengawasan eksternal diperlukan untuk memastikan mereka mampu menghadapi segala tantangan dan godaan yang muncul dalam Pilkada. Penguatan kapasitas ini akan membantu menjaga independensi dan obyektivitas penyelenggara dalam menjalankan tugasnya.

Masyarakat Indonesia, sebagai pemangku kepentingan utama dalam demokrasi, menunjukkan keprihatinan yang mendalam terhadap isu hegemoni dan kecurangan yang menyelimuti Pilkada 2024. Banyak warga kecewa melihat praktik-praktik curang yang mengkhianati prinsip-prinsip pemilihan umum yang adil dan jujur.

Mereka khawatir bahwa kepercayaan terhadap institusi demokrasi akan terkikis jika kecurangan terus terjadi. Berbagai elemen masyarakat, mulai dari pemantau pemilu hingga aktivis masyarakat sipil, mendesak agar proses Pilkada dijalankan secara transparan. Mereka menuntut agar penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu, memberikan akses informasi yang seluas-luasnya kepada publik terkait setiap tahapan pemilihan. Transparansi ini diyakini dapat mengurangi ruang gerak bagi praktik-praktik curang.

Gejolak masyarakat atas isu hegemoni dan kecurangan dalam Pilkada 2024 juga diwujudkan dalam bentuk aksi-aksi penolakan. Demonstrasi, kampanye daring, dan berbagai bentuk gerakan sipil lainnya dilakukan untuk menyuarakan aspirasi masyarakat agar penyelenggara pemilu dan calon pemimpin daerah menjunjung tinggi integritas demokrasi. Aksi-aksi ini menunjukkan betapa kuatnya komitmen masyarakat terhadap proses pemilihan yang bersih dan adil.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya