Birokrasi di Indonesia Netral atau Partisan ?

Birokrasi di Indonesia Netral atau Partisan ? 04/04/2022 2284 view Politik fajar.co.id

Posisi birokrasi sangat penting serta memiliki kekuatan signifikan dalam mencapai tujuan dan cita-cita negara. Karena peranan birokrasi sendiri sebagai penyelenggara negara tugasnya sebagai administrator. Birokrasi berwenang melaksanakan kebijakan, oleh karena tugas penting tersebut dalam menjalankan tugas dan fungsinya organ-organ birokrasi harus secara mutlak memiliki sifat netral, akuntabel, dan profesional. Netral dalam hal ini adalah tidak berpihak dengan aktor-aktor politik dalam melaksanakan kewajibannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Friedrich Hegel bahwa posisi birokrasi yang ideal adalah menekankan posisi yang netral terhadap kekuatan-kekuatan politik dan birokrasi berfungsi sebagai pelayan sipil yang bertujuan sebagai “buffer” atau melawan tirani (kekuasaan) (Basri, 2009).

Kebalikan birokrasi netral adalah birokrasi partisan yaitu birokrasi memihak kepada penguasa atau kelompok yang mempunyai pengaruh besar dalam politik. Birokrasi di Indonesia dalam praktiknya masih sangat jauh dari kata netral. Bukan rahasia lagi birokrasi di Indonesia selalu berpihak pada kelompok penguasa atau partai yang memperoleh kemenangan dalam pemilu. Untuk saat ini birokrasi di Indonesia belum bisa ditempatkan sebagai institusi yang netral dan organisasi yang mengelola negara secara profesional, akuntabel dan bebas dari intervensi politis. Pada kenyataanya birokrasi di Indonesia cenderung menjadi instrumen politik bagi penguasa yang dapat memperluas kekuasaan, mendapatkan suara, meningkatkan pengaruh aktor-aktor politik dan diskriminatif secara politis.

Praktik birokrasi di Indonesia dalam kenyataanya tidak netral dengan bukti Menteri Kabinet Kerja Jilid II era Presiden Jokowi yang seharusnya netral dan diharapkan jauh dari intervensi partai politik menunjukkan hal yang sebaliknya. Dari 34 jumlah Menteri Kabinet Kerja Jilid II terdapat 16 Menteri dari kalangan partai politik. Beberapa kementrian yang menterinya berasal dari kalangan partai politik adalah Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementrian Sosial dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Sebagian besar berasal dari koalisi Indonesia maju yaitu partai Golkar, PKB, PAN, Nasdem, PPP (Kompas.com 23/10/2019).

Dalam birokrasi yang netral diharapkan bisa terwujudnya zaken cabinet. Menurut B.N Marbun (2002) zaken cabinet adalah kabinet yang dibentuk dari kalangan profesional berdasarkan keahlian bukan berdasarkan pengaruh politik. Kabinet harusnya berfokus kepada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat bukan sebagai perpanjangan tangan partai politik untuk memperluas kekuasaannya. Namun kenyataannya kabinet yang dibentuk tidak seutuhnya zaken cabinet sehingga hal tersebut sangat bertentangan dengan konsep birokrasi netral yang dikemukakan oleh Friedrich Hagel. Rakyat hanya menjadi obyek politis para penguasa yang kesejahteraanya tidak bisa dimaksimalkan karena berbagai macam intervensi kepentingan politis.

Birokrasi yang tidak netral juga ditunjukkan dari hasil survei Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Berdasarkan hasil suvei yang dirilis KASN mengenai fenomena politisasi birokrasi mengungkapkan adanya politisasi birokrasi khususnya saat pilkada serentak 2020 yang lalu. Disebutkan bahwa adanya pelanggaran netralitas dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. Menurut KASN faktor dominan penyebab pelanggaran netralitas ASN adalah ikatan persaudaraan (50,76%), untuk mendapatkan karir yang lebih baik (49,72%). Pihak yang melakukan intervensi untuk mempengaruhi ketidaknetralan ASN di antaranya atasan ASN (28%), tim sukses (32%) dan pasangan calon (24%) (kasn.go.id 16/12/2021).

Dari data tersebut diketahui bahwa faktor dominan yang mempengaruhi para birokrat dalam hal ini ASN untuk melakukan pelanggaran netralitas antara lain faktor persaudaraan, untuk mendapatkan karir yang lebih baik dan ikatan persaudaraan. Adapun pihak-pihak yang melakukan intervensi untuk melakukan pelanggaran netralitas ialah tim sukses, atasan ASN dan juga kepala daerah yang masih menjabat namun mencalonkan diri lagi sebagai kepala daerah. Berbagai faktor tersebut memberikan kita data yang sangat akurat dan nyata bahwa birokrasi di Indonesia belum bahkan jauh dari kata netral, lantas apa yang dapat kita lakukan untuk mencegah ketidaknetralan terus terjadi? Apakah kita cukup berdiam diri melihat para birokrat kita mempertontonkan berbagai macam pelanggaran netralitas?

Sebagai negara hukum pada dasarnya Indonesia sudah punya cukup peraturan formal tentang netralitas para penyelenggara negara. Undang-Undang No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), pasal 2F disebutkan setiap ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh dan tidak memihak. Namun peraturan hanya menjadi angin lalu jika tidak dilaksanakan secara ketat, berintegritas dan penuh tanggungjawab. Penyelenggara negara akan tetap melakukan pelanggaran netralitas jika sanksi tidak dilakukan secara semestinya.

Atas dasar tersebut seharusnya birokrasi di Indonesia melakukan perubahan menyeluruh dan tidak terkecuali seluruh organ-organ birokrasi harus direformasi. Selain reformasi birokrasi tidak kalah penting pula penekanan terhadap tujuan birokrasi yang seharusnya menguntungkan rakyat bukan hanya menguntungkan beberapa kelompok saja. Birokrasi juga harus berpihak kepada seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali dengan tujuan utama memenuhi hak-hak masyarakat, tidak kalah penting pula birokrasi yang netral akan menghasilkan kebijakan yang mengutamakan kepentingan publik secara menyeluruh.

Walaupun masih banyak kekurangan dan penyimpangan netralitas birokrasi di Indonesia, kita sebagai warga negara Indonesia harus tetap optimis dan terus mengawasi jalannya penyelenggaraan negara. Dukungan dan sinergi antar rakyat dan birokrat akan menghasilkan optimisme dan keyakinan untuk birokrasi yang lebih netral. Kita juga harus menyadari birokrasi yang netral bukan merupakan tujuan akhir namun netralitas harus ditempatkan sebagai langkah pertama untuk mencapai tujuan pokok yaitu kesejahteraan seluruh rakyat.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya