Wacana Politik: Mendulang Aspirasi atau Menebar Sensasi?

Wacana Politik: Mendulang Aspirasi atau Menebar Sensasi? 10/12/2019 1990 view Politik pixabay.com

Konstelasi perpolitikan tanah air sepanjang tahun ini diwarnai dengan produksi wacana politik yang berlimpah ruah ke tengah masyarakat. Wacana-wacana itu merupakan isu-isu strategis yang digulirkan ke ruang publik dengan mengangkat tren politik yang berkembang di kalangan elit.

Misalnya sekarang wacana amandemen UUD 1945, GBHN atau wacana presiden tiga periode tengah berkembang di tengah masyarakat kita. Belum lagi wacana politik yang sempat membuat kegaduhan besar di negeri ini semisal wacana revisi UU KPK, KUHP dan berbagai wacana lain beberapa bulan yang sangat menyita perhatian kita semua.

Lantas kemudian kita bertanya seberapa urgen kah keberadaan wacana politik dalam sistem demokrasi kita?

Wacana politik memang sangat penting jika memiliki tujuan luhur yakni untuk mengikutsertakan rakyat sebagai kedaulatan tertinggi negara demokrasi dalam mengambil kebijakan publik.

Wacana politik sebenarnya digulirkan dengan harapan bahwa masyarakat dapat menanggapi wacana politik tersebut dengan pertimbangan-pertimbangan kritis sehingga terciptalah diskursus yang sehat dan kaya. Lebih lanjut, dari diskursus itulah konsensus bersama dapat dicapai yang pada akhirnya memutuskan apakah wacana itu layak untuk direalisasikan atau tidak.

Namun terkadang dalam kenyataannya wacana yang digulirkan oleh kalangan elit sama sekali tidak menganut tujuan luhur tersebut di atas. Di balik produksi wacana tersebut, sebenarnya ada tarik ulur kepentingan elit yang sangat berperan dalam penerjemahan wacana-wacana itu dalam bentuk kebijakan publik.

Masih segar dalam ingatan kita bagaimana wacana revisi UU KPK ditolak dengan sangat hebat oleh masyarakat bahkan siapa sangka demonstrasi bertubi-tubi yang dilakukan oleh kalangan mahasiswa pada saat itu menjadi demonstrasi terbesar sepanjang sejarah reformasi negeri ini.

Memang tanggapan awal pemerintah sangatlah diplomatis, namun pada akhirnya menyerah juga pada hegemoni elit yang menuntut perealisasian wacana tersebut. Belum lagi penolakan masyarakat atas wacana pencalonan para eks koruptor namun dalam peraturan KPU (PKPU) yang baru saja diterbitkan tak satupun pasal yang menghalangi oknum-oknum ini untuk berkontestasi dan malah bagi mereka dibuka kesempatan yang sangat luas (Detik.com 6/12).

Kenyataan politik tersebut seakan kembali mempertanyakan eksistensi dari segenap wacana politik yang digulirkan sampai saat ini. Apakah keberadaan wacana politik hanya sekadar formalitas belaka yang kemudian menyangkal peran aktif masyarakat dalam merumuskan suatu kebijakan publik?

Atau lebih jauh lagi apakah produksi wacana-wacana tersebut hanya bertujuan untuk menimbulkan kegaduhan-kegaduhan yang mengelabui masyarakat akan isu-isu strategis yang tengah berkembang dan tentunya lebih urgen daripada wacana politik itu sendiri?

Pengabaian aspirasi publik yang merupakan tanggapan atas wacana yang digulirkan bisa dimengerti sebagai kegagalan sekaligus kesesatan cara berpikir para elit. Logikanya, jika sebuah wacana politik digulirkan ke tengah masyarakat maka aspirasi berupa tanggapan atau bahkan kritikan hendaknya diperhatikan.

Di sini, aspirasi masyarakat merupakan konsekuensi logis dari keberadaan wacana itu di tengah masyarakat. Namun, sejauh ini, para elit politik negeri ini seakan menegasikan itu, mereka menggulirkan wacana politik ke tengah ruang publik dan pada saat yang sama tidak mendengarkan tanggapan publik atas wacana tersebut. Bukankah ini bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk sensasi para elit?

Lebih lanjut, melalui perspektif tersebut, hemat penulis wacana politik yang sejauh ini digulirkan kalangan elit merupakan alat dan pada saat yang sama menjadi sarana mereka untuk mewujudkan skenario politik yang pada akhirnya menguntungkan kepentingan mereka sendiri.

Kadang kala produksi wacana-wacana baru merupakan upaya elit membunuh tren politik yang berkembang dari bawah dan pada saat yang sama pula secara perlahan-lahan mewujudkan skenario politik mereka.

Tren politik yang berkembang dari bawah di sini merujuk pada segala macam aspirasi masyarakat yang merupakan tanggapan atas masalah-masalah yang nyata terjadi di tengah-tengah mereka. Melalui tren politik tersebut masyarakat sebenarnya memberi sinyal kepada negara untuk segera menindaklanjuti masalah-masalah tersebut.

Alih-alih menyelesaikan masalah-masalah itu, dalam kenyataannya negara dalam hal ini pemerintah dan lembaga negara lain terkesan lari dari tanggung jawabnya dan malah memproduksi wacana-wacana baru yang bertujuan untuk membuat kegaduhan di tengah masyarakat. Karena kegaduhan itulah dengan sendirinya masalah lama yang tumbuh nyata di tengah masyarakat dan yang juga disuarakan lewat tren politik yang berkembang dari bawah terbengkelai begitu saja. Maka tumpukan masalah-masalah baru muncul seiring produksi wacana politik yang semakin melimpah.

Oleh karena itu elit politik hendaknya menyadari bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan kedaulatan itu nyata dalam bentuk aspirasi-aspirasi dari rakyat sendiri. sudah sepatutnya elit mendengarkan aspirasi masyarakat bukannya sibuk merancang skenario demi intrik politik.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya