Catatan Redaksi: Simalakama Kebijakan Larangan Mudik

Admin The Columnist
Catatan Redaksi: Simalakama Kebijakan Larangan Mudik 11/04/2021 1322 view Catatan Redaksi Supriyadi

Setiap pekan The Columnist menyajikan tulisan dari meja redaksi dengan mengangkat isu publik yang tengah berkembang dan patut diperbincangkan.

Kali ini catatan redaksi ditulis oleh Bung Supriyadi membahas mengenai isu larangan mudik yang diberlakukan pemerintah tahun ini. Disampaikan secara ringan, namun membawa pesan penting khususnya bagi para milenial.

Selamat membaca !

Keputusan pemerintah untuk melarang mudik saat momen Lebaran pada tanggal 6-17 Mei 2021 seperti buah simalakama. Maju kena, mundur pun kena. Keputusan ini diambil tentunya sudah didasari pada kalkulasi besar kecilnya resiko yang akan diterima oleh masyarakat dan pemerintah dengan pilihan akhir kebijakan larangan untuk mudik.

Kita sadar betul, bahwa saat ini perekonomian kita sedang terpuruk. Terjadi resesi ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi kita adalah negatif. Momentum mudik lebaran sejatinya merupakan lahan strategis untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya mudik dipastikan bahwa perekonomian kita akan menggeliat. Akan terjadi perputaran uang dengan jumlah yang tidak sedikit seandainya mudik tidak dilarang.

Banyak sektor usaha, yang akan bergerak tumbuh dengan adanya mudik ini. Jasa transportasi akan naik jumlah penggunanya yang akan menyumbangkan kontribusi terhadap pertumbuhan. Pun demikian sektor usaha seperti pariwisata, jasa perhotelan, hingga usaha kecil dan menengah akan menggeliat efek dari aktivitas mudik jika tidak dilarang. Namun demikian keputusan larangan mudik sudah final tahun ini. Pemerintah lebih mengutamakan untuk memperhatikan keselamatan masyarakat luas dari bahaya penyebaran virus Covid-19 yang hingga kini belum juga bisa diatasi bahkan virus telah mampu bermutasi menjadi varian-varian baru yang lebih mudah menyebar dan membahayakan.

Namun demikian, memastikan larangan mudik itu bisa berjalan dengan baik, bukan sebuah perkara gampang, meskipun pemerintah menjamin tidak akan ada yang lolos untuk mudik tahun ini sebab semua transportasi dilarang beroperasi pada saat larangan mudik tersebut dan juga akan menjaga jalur-jalur tikus tempat dimana para perantau menggunakan jalur untuk mudik dengan main kucing-kucingan dengan aparat yang menjaga.

Tantangan pemerintah untuk memastikan larangan mudik benar-benar bisa berjalan optimal semakin berat kerena menurut kajian kementerian perhubungan yang disampaikan oleh Budi Karya Sumadi selaku Menteri Perhubungan menyebutkan bahwa masih ditemui sekitar 27 juta orang yang ingin tetap mudik pada saat Lebaran tahun ini, meskipun telah ada larangan mudik. Jika tidak ada larangan mudik maka akan ada sekitar 81 juta orang yang akan mudik (Kompas, 8 April 2021).

Kita juga menyadari bahwa suasana psikologi masyarakat juga sudah merasa bosan dengan situasi seperti ini. Apa lagi tahun lalu juga sudah tidak mudik. Keinginan untuk tetap mudik juga bisa dipertebal karena sebagian dari mereka sudah memiliki perasaan aman dengan telah mengikuti program vaksinasi dan telah menerima vaksin kedua Covid-19.

Tentunya kita tak ingin bahwa libur panjang yang disertai dengan mobilitas tinggi para penduduk akan mengakibatkan meningkatkan kasus penyebaran Covid-19. Berkaca pada tahun lalu bahwa terjadi kenaikan kasus yang signifikan setelah Idul Fitri tahun 2020 yaitu sebesar 93 persen, setelah libur Agustus kasus naik 119 persen, setelah libur oktober naik sebesar 95 persen serta kenaikan kasus harian sebesar 78 persen terjadi seusai Libur Natal dan Tahun Baru 2021 (Kompas, 8 April 2021).

Kita berharap bahwa kebijakan larangan mudik ini bukan hanya menjadi “macan kertas”, artinya kelihatan “sangar” dalam aturan namun “memble” dalam pelaksanaan. Untuk itu pemerintah harus mampu menjaga marwahnya dengan melaksanakan kebijakan yang telah diputuskan untuk melarang mudik seoptimal mungkin.

Pengumuman kebijakan pelarangan mudik yang dilaksanakan jauh-jauh hari tentunya memberikan waktu yang cukup untuk mempersiapkan segala hal agar aturan ini bisa dilaksanakan tanpa cela. Sanksi bagi yang melanggar aturan mudik harus benar-benar disiapkan. Bagi aparat pemerintah yang kedapatan mudik tentu sanksinya bisa makin diperberat karena sejatinya mereka-merekalah itu yang seharusnya menjadi contoh dan teladan dalam pelaksanaan kebijakan aturan larangan mudik ini.

Akhirnya, penulis mengajak kepada semuanya, marilah sama-sama kita bersatu sekuat tenaga untuk menahan diri tidak melakukan mobilitas mudik yang telah dilarang oleh pemerintah. Mari sedikit sabar dan menerima serta melaksanakan aturan ini dengan legowo dan penuh keihklasan.

Kita sadar bahwa corona adalah musuh bersama, untuk itu kita juga harus memerangi bersama-sama. rakyat mematuhi kebijakan larangan mudik yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, sementara pemerintah harus menjalankan aturan itu secara konsisten, adil dan tegas.

Semoga dengan kepatuhan kita bersama untuk melaksanakan kebijakan larangan mudik, penyebaran virus corona dapat kita cegah. Bukankah mencegah lebih baik dari pada mengobati?

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya