Solusi Atraktif Menekan Laju Pemudik Lebaran

Pemerhati isu sosial
Solusi Atraktif Menekan Laju Pemudik Lebaran 29/03/2021 1469 view Opini Mingguan kompasiana.com

Mungkin kita perlu memutar memori untuk mengingat peristiwa di tahun 2020. Ketika itu, media sosial sempat heboh akan dark joke murahan ketika virus corona baru melanda Wuhan, Tiongkok: Angpao dibuka isinya Virus Corona? Padahal, dari informasi yang berseliweran di media mainstream, sudah tercatat beberapa orang meninggal akibat virus itu. Dan, mudah kita tebak, si komedian yang kurang empati tersebut diserbu hujatan. Artinya, jangan main-main mengeluarkan sebuah statement (pernyataan) yang menyasar keselamatan publik. Mengingat era platform media sosial sekarang mengkoneksikan miliaran manusia. Dengan satu klik, reputasi, kehidupan, bahkan rezim bisa runtuh berkeping-keping hanya karena “produk” komunikasi yang amburadul.

Menyelisik komunikasi salah satu kementerian yang belum lama ini menyampaikan bahwa masyarakat diizinkan untuk mudik, boleh jadi adalah blunder komunikasi buruk untuk kesekian kalinya. Padahal kita sudah tahu, program vaksin baru dimulai. Tidak dibutuhkan kecerdasan tingkat tinggi untuk memahami hal tersebut. Dengan nalar saja kita dapat menyimpulkan jika mudik dibiarkan terjadi, maka sudah pasti sulit menahan lonjakan penularan virus, mengingat tingkat kedisplinan warga masih minim.

Artinya, bangsa kita belum banyak belajar dari kesalahan penanganan di awal-awal pandemi tahun 2020. Dan terbukti, selang beberapa hari kemudian diralat langsung oleh presiden. Tentu saja ini terang benderang menyiratkan bahwa masih adanya ketidaksinkronan antara policy maker. Padahal kita tahu bahwa jumlah penderita Covid-19 belum terlihat begitu membaik, sekalipun vaksin sudah mulai digencarkan.

Apakah kementerian perhubungan lupa akan gerakan 5M dari sebelumnya 3M yang poin utamanya bertambah menjadi menjauhi kerumunan serta membatasi mobilisasi dan interaksi? Entahlah. Pemerintah manapun di dunia saat ini memang membutuhkan komunikasi yang lugas dan tidak compang-camping. Bercermin dari negara Paman Sam yang sebelumnya dipimpin oleh Donald Trump, kita melihat lonjakan kematian yang signifikan, padahal negara tersebut penduduknya memiliki tingkat pendidikan dan literasi yang tingggi. Namun karena ketidakpercayaan pimpinan puncak negara, kebijakannya justru menimbulkan kontroversi. Itu dimulai dari komunikasi buruk yang menyepelekan dampak Covid-19, sekalipun kematian di seluruh dunia telah puluhan juta.

Kita dapat belajar, begitu krusialnya komunikasi dalam situasi sulit pandemi saat ini. Dalam makna lain, komunikasi tersebut haruslah satu komando sehingga dapat menggaet kepercayaan publik dan masyarakat mematuhinya. Hal tersebut mendorong agenda pemerintah lebih cepat terealisasi.

Gratis Komunikasi dan Paket Lebaran

Sudah jamak kita ketahui, masyarakat Indonesia itu terkenal guyub. Tata sosial yang berkarakter komunal. Rasa ikatan persaudaraan dan kekeluargaan yang kental tentu sulit menerima situasi sekarang. Apalagi kegiatan rutin perayaan tahunan pun dilarang. Belum lagi kondisi psikologis kehidupan selama pandemi semakin membuat emosi seseorang menjadi rentan stres dan marah akibat pembatasan sosial dan tuntutan hidup yang semakin berat.

Jika demikian, adakah solusi atraktif agar membuat suasana perayaan hari raya besar nanti tidak menimbulkan gejolak sosial? Karena indikasi tersebut mulai terlihat menganga dari harga beberapa kebutuhan pokok yang meningkat drastis alias semakin mahal.

Solusi yang terlihat masuk akal sekarang boleh jadi adalah menggaungkan kembali pertemuan digital antar keluarga sehingga masih ada jalinan keakraban, mengingat pembatasan tahun 2020 yang juga sudah dilaksanakan. Memberikan subsidi kuota internet kepada warga yang ingin merayakan lebaran sehingga dapat mengurungkan niatnya untuk mudik. Boleh jadi inilah solusi efektif untuk memuaskan dahaga psikologis warga. Paling tidak meredam gejolak sosial sekaligus menjaga wibawa pemerintah agar nantinya tidak dianggap hanya jago melarang mudik tapi minim solusi.

Bolehlah kita apreasiasi pemerintah yang saat ini sudah cukup baik memberikan bantuan uang tunai dan kebutuhan pokok. Melihat situasi darurat yang bisa menyebabkan permasalahan sosial besar, tentu saja bukan hal sulit bagi pemerintah untuk melakukan subsidi silang kementerian terkait agar subsidi kuota ini dapat terwujud. Tentu saja kebijakan tersebut perlu koordinasi ketat agar tidak terjadi lagi kebobolan anggaran alias korupsi yang semakin merugikan masyarakat.

Pemerintah juga perlu bekerjasama dengan vendor telekomunikasi untuk merancang skema kuota internet lebih murah dan berdurasi lebih panjang. Sehingga selain dapat menghemat anggaran, dapat pula memuaskan dahaga psikologis warga dalam bertatap muka dan melepas rindu dengan keluarga serta saudara jauh di daerahnya masing-masing.

Solusi lain, pemerintah daerah dapat merancang anggaran khusus agar biaya paket lebih murah atau malah gratis. Bekerjasama dengan kantor pos Indonesia yang jaringannya di seluruh Indonesia, sehingga dapat membantu warga mengurangi pengeluaran namun tetap dapat memberikan buah tangan kepada keluarga serta sanak saudara demi jalinan silaturahmi yang tetap terjaga. Semoga solusi sederhana ini dapat diwujudkan. Sehingga angka pemudik dapat ditekan, dengan begitu risiko penyebaran virus kian minim dan bangsa kita semakin cepat lolos dari pandemi sialan ini.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya