Kepentingan Elit atau Kepentingan Publik?
Kebijakan publik seharusnya dirancang untuk melayani kepentingan masyarakat secara luas, memastikan kesejahteraan dan keadilan bagi semua warga negara. Namun, kenyataan seringkali berkata lain, di mana banyak kebijakan yang diambil justru lebih menguntungkan elit dan kelompok-kelompok tertentu daripada masyarakat umum. Fenomena ini tidak jarang terjadi di Indonesia, di mana kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah seringkali melenceng dari tujuan awalnya. Salah satu contohnya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024, tentang Perubahan PP Nomor 96 Tahun 2021, yang mengatur tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
Perubahan ini mencakup ketentuan baru yang memungkinkan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola pertambangan. Sebuah kebijakan yang kontroversial dan menimbulkan banyak pertanyaan tentang kepentingan di baliknya. Apakah benar kebijakan ini dibuat untuk kepentingan publik, atau ada agenda tersembunyi yang lebih menguntungkan elit tertentu?
Secara umum, kebijakan ini menunjukkan adanya kecenderungan pemerintah untuk memberikan akses dan peluang kepada kelompok-kelompok tertentu yang memiliki pengaruh politik dan sosial. Dalam kasus ini, ormas keagamaan diberikan wewenang untuk mengelola pertambangan, yang secara tradisional merupakan sektor yang sangat menguntungkan dan membutuhkan keahlian serta pengawasan yang ketat.
Menurut Max Weber, seorang sosiolog ternama, "Birokrasi harusnya berfungsi secara impersonal dan rasional, tidak terpengaruh oleh kepentingan individu atau kelompok tertentu." Namun, kenyataannya kebijakan ini justru membuka pintu bagi pengaruh politik dan kepentingan kelompok tertentu dalam pengelolaan sumber daya alam yang sangat penting. Ini adalah contoh nyata dari penyimpangan kebijakan yang seharusnya dirancang untuk kepentingan publik, namun dalam praktiknya lebih menguntungkan elit tertentu.
Secara teori, kebijakan publik seharusnya dirancang untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Namun, kebijakan ini menimbulkan banyak pertanyaan mengenai arah dan tujuan yang ingin dicapai. Mengizinkan ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan terkesan sebagai kebijakan yang tidak memiliki landasan rasional yang kuat.
Secara normatif, pertambangan merupakan sektor yang memerlukan keahlian khusus, regulasi ketat, dan pengawasan yang intensif. Keputusan untuk melibatkan ormas keagamaan dalam pengelolaan pertambangan tampaknya mengabaikan kompleksitas ini. Alih-alih memperkuat tata kelola industri pertambangan, kebijakan ini malah membuka celah bagi potensi penyalahgunaan wewenang dan konflik kepentingan.
Salah satu indikator bahwa sebuah kebijakan lebih mengutamakan kepentingan elit daripada kepentingan publik adalah adanya upaya untuk memonopoli sumber daya. Dalam konteks ini, keterlibatan ormas keagamaan dalam bisnis pertambangan bisa jadi merupakan cara untuk memberikan keuntungan kepada kelompok-kelompok tertentu yang memiliki kedekatan dengan elit politik.
Keputusan ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada kepentingan tersembunyi yang bermain di balik layar. Ormas keagamaan yang seharusnya berfokus pada kegiatan sosial dan keagamaan, kini diberikan akses untuk terlibat dalam bisnis yang sangat menguntungkan. Langkah ini tampak seperti upaya untuk memberikan hadiah kepada kelompok tertentu, alih-alih memastikan bahwa sumber daya mineral dan batubara dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari sudut pandang tata kelola, kebijakan ini juga menimbulkan masalah serius. Pengelolaan pertambangan membutuhkan keterampilan teknis yang tinggi dan pemahaman mendalam tentang isu-isu lingkungan. Tanpa persiapan yang memadai, keterlibatan ormas keagamaan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih parah dan meningkatkan risiko konflik sosial di daerah-daerah tambang.
Selain itu, kebijakan ini juga berpotensi mengaburkan batas antara kepentingan bisnis dan kepentingan sosial keagamaan. Ormas yang seharusnya netral dan berfokus pada pelayanan masyarakat, kini bisa terjebak dalam konflik kepentingan yang merugikan kredibilitas dan integritas mereka.
Salah satu prinsip dasar dalam pembuatan kebijakan publik adalah transparansi dan partisipasi masyarakat. Keputusan yang diambil secara tertutup dan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat menimbulkan kesan bahwa kebijakan ini hanya dibuat untuk menguntungkan segelintir orang.
Kurangnya transparansi ini memperkuat asumsi bahwa ada kepentingan-kepentingan tertentu yang ingin dilindungi. Partisipasi publik yang minimal dalam proses pengambilan keputusan juga berarti bahwa suara-suara kritis dari masyarakat tidak didengar dan diabaikan. Hal ini tentu saja bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya menjadi landasan utama dalam setiap kebijakan publik.
Untuk menghindari kebijakan publik yang melenceng seperti ini, Indonesia membutuhkan reformasi kebijakan yang lebih fokus pada kepentingan publik. Reformasi ini harus mencakup peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Selain itu, perlu adanya pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kebijakan untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut benar-benar dijalankan sesuai dengan tujuan awalnya.
Sebagai penutup, kebijakan publik yang baik harus selalu berlandaskan pada prinsip keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan yang melenceng dan lebih menguntungkan elit tertentu hanya akan memperburuk kondisi sosial dan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk terus mengawasi dan mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, agar kepentingan publik selalu menjadi prioritas utama.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Larry Sabato dalam The Kennedy Half-Century: The Presidency, Assassination, and Lasting Legacy of John F. Kennedy, "Ketika kebijakan hanya berfokus pada kepentingan kecil yang berkuasa, masyarakat dapat merasa ditinggalkan dan mengalami ketidakadilan."
Artikel Lainnya
-
229115/04/2021
-
148401/11/2020
-
135107/09/2020
-
Salmonella, Bakteri Jahat sebagai Agen Terapi Kanker
25810/06/2023 -
Upaya Internasional Mendamaikan Perang Hamas–Israel
46825/11/2023 -
Bagaimana Al-Qur'an Memandang Krisis Iklim?
95815/11/2022