Simalakama Dalam Meminimalisir Fragmentasi Politik
Isu dinamika politik dan fenomena kemunculan kotak kosong pada politic electoral di Indonesia, kian hari menjadi isu hangat. Baru-baru ini Indonesia kembali di gemparkan oleh putusan MK perihal ambang batas 25% menjadi 7.5 % bagi partai non parlemen. Banyak penolakan melalui di beberapa media dengan tagar peringatan simbol Garuda Biru. Peringatan ini bukan arti kosong, melaikan isyarat kekecewaan terhadap pemerintah dan DPR dalam memperburuk proses demokratisasi dan dinamika politik di Indonesia saat ini.
Penolakan juga dilakukan sebagian partai politik dan kalangan oposisi. Argumen penolakan putusan MK dianggap menguntungkan partai besar dan meminimalisir potensi kompetisi “sehat” pada dinamika politik.
Adapun dukungan bagi aturan ambang batas cendrung diyakini, upaya meningkatkan stabiltas pemerintahan itu sendiri. Pandangan ini terbentuk selaras dengan perdebatan intens persoalan keseimbangan antara stabilitas politik dan representasi keterwakilan yang dianggap akan lebih “demokratis”.
Secara normatif acuan latar belakang putusan adalah penyederhanaan sistem politk, mencegah fragementasi politik di aras lokal. Dapat dipahami, fragmentasi muncul karena ketidakpuasan meluas tehadap capaian dan kinerja pemerintahan demokratis. Namun perlu diingat, akibat kemunculan upaya meminimalisir fragmentasi, pemerintah dalam melakasanakan isu-isu utama perhatian warganya terkadang menjadi tidak konsisten dan koheren, menjadi dilematis tersendiri bagi pemerintah (Pildes, 2022).
Secara gamblang putusan ambang batas menyikapi pencegahan fragmentasi politik memanglah baik. Selaras dengan tantangan rezim saat ini, aktor politik dan kepentingan terus mempengaruhi, persaingan tiada hentinya berdampak pada kebijakkan yang tidak konsisten. Tidak naif dibicarakan apabila dalam meminimalisir fragmentasi, pemberian kekuasaan pada kalangan kerabat bahkan keluarga untuk ego politk satu komando, seperti negara adalah dinasti kerajaan telah tercipta.
Pada sisi bersamaan perlu dipahami, pendekatan populis rezim sendiri menjadi awal kemunculan fragmentasi politik, dilihat pada pembagian kekuasaan antara banyak aktor dan elit politik. Tidak heran apabila putusan MK terkesan tidak bijak, seperti “simalakama” bagi rezim, berusaha menutup kegagalan rezim di masa lalu dengan taktik cenderung ambivalen, melahirkan fragmentasi itu sendiri. Semua ini terbungkus pada aturan berkaitan dengan politik elektoral dan dinamika politik Indonesia, landasan gerakan masyarakat menolak putusan MK.
Menjadi sebuah konflik di kala putusan ambang batas MK hanya sebuah aturan untuk melegalkan praktik aturan sebelumnya, dalam menunjang dinasti kekuasaan dengan bungkusan aturan politic electoral di Indonesia. Pada sisi lain diksi penurunan ambang batas upaya memunculkan alternatif pilihan pada dinamika politik elektoral lokal, dianggap pemanfaatan upaya konsolidasi penciptaan politik dinasti.
Max Weber dalam buku “economy and society”, berargumen pembentukan kekuatan seringkali tidak dibentuk oleh kekuasaan secara langsung, melainkan dengan hubungan strategis mekanisme sosial dan politik. Diaraskan argumen Robert Dahl “ who governs? Democracy and power in an america city”, kekuasaan politik terdistribusi melalui elemen kelompok dan elite dalam masyarakat. Pemanfaatan kekuatan politik dan ekonomi untuk narasi minimalisir fragmentasi politik (Pildes, 2022). Tidak heran kontrol sumber daya , media dan mekanisme politik guna memperkuat kekuasaan, hanya diarahkan agar tidak terjadi fragmentasi politik di kekuasaan politik dinasti.
Meningkatnya jumlah partai non parlemen dan aturan persyaratan calon kandidat sebagai representasi kelompok kecil dan minoritas pada lanskap politic electoral memanglah bertujuan baik, namun menjadi tidak efektif di kala tidak memiliki kekuatan dan pengaruh signifikan. Cenderung rezim dalam mencanangkan perluasan dinasti politiknya, mengupayakan konsolidasi strategis seperti membentuk aliansi strategis, dengan pemanfaatan ketidakstabilan upaya memperkuat kontrol politik mereka.
Adapun kaitan meminimalisir munculnya fenomena “kotak kosong” upaya penciptaan partisipasi aktif, justru menjadi alat melegalkan kekuasaan terpusat dalam satu kelompok saja. Hal ini dikarenakan upaya kekuasaan, terpusat dalam keluarga atau kekerabatan individu tertentu kian kuat mengurangi efektifitas representasi dan inovasi politik. Alhasil alternatif oleh partai dan kelompok baru lebih sulit menghadapi dominasi politik dinasti yang telah memanfaatkan kekacauan fragmentasi politik.
Pada sisi demokrasi, manipulasi struktur dan aturan politik terus dijalankan. Pada sisi ini oposisi dibuat untuk tidak berkutik melawan kekuasaan terpusat, karena telah terbungkam sejak awal oleh diksi “simalakama”, seakan memberi jalan praktik demokratis bagi partai kecil dan minoritas, justru terjebak pada penciptaan jalan penguatan politik dinasti.
Pendekatan fragmentasi politik menjadi lebih bijaksana apabila dijalankan tanpa unsur pendekatan kekuasaan terpusat, dan dijalankan pada masyarakat yang siap memahami proses demokratisasi. Upaya menciptakan ruang diskusi konsensus politik diaras publik perlu dilakukan. Penciptaan ruang publik ini dimaksudkan sebagai upaya meminimalisir rivalitas antar partai dan kelompok politik, menumbuhkan kolaborasi dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini dimaksudkan, agar tidak terjadi cacat keputusan berkaitan dengan kedekatan atau manipulasi aturan seperti yang saat ini terjadi.
Adapun sebagai upaya melawan praktik politik dinasti dampak fragmentasi ini. Perlunya Regulasi yang ketat bagi partai politik kecil dimaksudkan sebagai upaya memenuhi syarat untuk dapat bertindak secara efektif dan memliki kontributif membangun dalam sistem politik.
Perlu diingat Indonesia bukan negara penganut sistem distrik melainkan proposional terbuka. Artinya kepentingan akan sebuah keterwakilan sangatlah penting disampaikan pada publik, bukan malah memanipulasi aturan perihal keterwakilan untuk mengakuisisi atau melancarkan dominasi satu kekuasaan semata.
Artikel Lainnya
-
192513/07/2020
-
134025/01/2022
-
123005/01/2023
-
Mengatasi Kecanduan Smartphone Pada Anak
81012/06/2021 -
121730/03/2022
-
Membangun Pendidikan Berkualitas di Era Disrupsi Teknologi
31621/08/2024
