Siapa yang Menikmati Negara Hari Ini?

Buruh Mengajar Honorer
Siapa yang Menikmati Negara Hari Ini? 24/08/2025 208 view Politik ugm.ac.id

Indonesia hari ini terus menerus dibanjiri oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang kian hari kian kacau. Pernyataan demi pernyataan yang keliru, blunder dan cenderung tidak memihak pada rakyatnya sendiri. Salah satu contoh yang nyata adalah pernyataan dari Sri Mulyani yang menyatakan bahwa post pendidikan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang cukup membebankan.

Belum lagi persoalan-persoalan yang begitu kontroversial yang terjadi di negara ini. Film "Merah Putih: One for All" juga turut andil dalam memberikan imajinasi "buruk" bagi pemerintah hari ini. Bagaimana bisa dana 6,7 Miliar Rupiah hanya menghasilkan hujatan netizen di kala bioskop Indonesia dipenuhi dengan talenta-talenta sineas muda yang cukup berbakat, dari Yandy Laurens hingga Joko Anwar.

Mempertanyakan Kembali Manfaat Negara

Maka tidak heran apabila setiap warga negara Indonesia mulai kehilangan dan bahkan mempertanyakan kembali mengenai fungsi negara ini hadir dan dimerdekakan. Bukan karena mereka tak cinta dengan tanah air Indonesia, hanya saja kita semua sudah mulai muak untuk melihat kebijakan demi kebijakan yang hadir dan tidak pernah memberikan manfaat yang cukup signifikan. Selalu saja balutan politis mempengaruhi setiap kebijakan dan yang pasti jarang menguntungkan warga negaranya.

Ambil saja contoh huru-hara Undang-Undang Pajak tempo hari yang mendapat kecaman begitu luas. Di Tengah ekonomi yang tidak bertumbuh secara signifikan, kebijakan untuk menaikkan persentase pajak, walau katanya hanya 1%, mampu memberi dampak yang begitu luas bagi warga sipil. Seolah-olah negara dibentuk seperti korporasi tanpa memperhitungkan mengenai bagaimana tujuan negara ini dibentuk delapan puluh tahun yang lalu. Saya cukup yakin apabila warga negara Indonesia masih memiliki kecintaan terhadap negara ini, namun yang sangat disayangkan adalah bagaimana pemerintah hanya memberikan hak warga negara seperlunya. Seperti halnya hitung-hitungan politik yang mereka siapkan agar kekuasaan tetap berlangsung.

Salah satu manfaat negara yang harusnya hadir adalah persoalan pendidikan. Bagaimana hari ini, kita kian hari kian digerus dan dipertanyakan mengenai pendidikan yang layak bagi warga negaranya. Padahal, ini sudah diatur bahkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945 mengatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Tetapi yang terjadi hari ini, kita disuguhkan pendidikan yang a la kadarnya. Bahkan terkadang tidak berdampak apapun. Bahkan untuk meningkatkan taraf hidup pun, warga negara harus berpikir secara mandiri tanpa ada negara yang hadir untuk mendengarkan.

Di dalam pembukaan UUD 1945 juga sudah tertulis bahwa negara berkewajiban untk memajukan kesejahteraan umum (bonum communae) dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun apa yang terjadi hari ini malah sebaliknya. Keputusan dan kebijakan yang diberikan oleh negara justru tidak pernah mengarah dan menuju kesana. Belum lagi persoalan buzzer-buzzer kebijakan politik yang mulai mengaburkan tujuan negara ini hadir dan dimerdekakan sejak awal. Usaha-usaha untuk membuat blur tujuan negara inilah yang akhirnya gagal membentuk kesadaran warga negara untuk melihat lagi dan mempertanyakan mengenai mengapa negara ini harus merdeka delapan puluh tahun yang lalu.

Lalu pertanyaan sederhana justru muncul setelah melihat ini semua. Apa fungsi negara yang hadir dan merdeka delapan puluh tahun yang lalu jika hingga hari ini, kita tidak pernah maju, tidak pernah layak untuk pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar? Menjadi wajar rasanya ketika tagar #kaburajadulu berdengung tatkala pemerintah (eksekutif dan legislatif) lebih memprioritaskan mengenai RUU TNI (yang sekarang sudah sah menjadi Undang-Undang TNI) ketimbang RUU Perlindungan Wanita dan Anak yang sudah mangkrak bertahun-tahun. Menjadi wajar juga kita mulai memikirkan untuk menjadi warga negara negara lain ketimbang menjadi warga negara Indonesia. Nampaknya pemikiran ini juga bukan tumbuh karena kurangnya rasa nasionalisme tetapi lebih kepada respon dan survival mode yang tumbuh dalam individu warga negara mengingat keadaan negara yang kian hari kian memusingkan.

Pentingnya Kesadaran Hak dan Kewajiban Warga Negara

Setelah apa yang terjadi akhir-akhir ini, mari kita saling mengingatkan dan menyadari kembali mengenai apa yang menjadi hak dan kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia. Kita bukannya tidak mencintai negara ini, tetapi kita mencoba menumbuhkan kembali harapan yang masih ada, walau sangat kecil kemungkinan untuk berubah, kecil kemungkinan untuk didengarkan. Tetapi kita harus selalu mengingat bahwa kita semua memiliki hak untuk berpendapat, berserikat sesuai dengan apa yang tertuang pada pasal 28 E ayat (3) UUD 1945. Selama kita masih memiliki keberanian untuk berpendapat, kita masih punya celah setidaknya untuk terus menerus berisik dan berdengung dalam bentuk apapun.

Tetapi di sisi lain, kita juga harus terus memperhatikan dan mengingat-ingat apa saja yang sudah dilakukan oleh pemerintah sejauh ini. Terkadang, orang Indonesia cukup pemaaf dan sangat pelupa akan apa yang sudah terjadi. Maka ini adalah fungsi dari para akademisi untuk tetap bersuara dan tetap menjadi pendengung di sosial media mengenai hak-hak dasar yang harusnya diperoleh warga negara. Teruslah berisik mengenai ketidakadilan yang terjadi karena kebijakan pemerintah. Sebab dari situlah, kita punya harapan untuk didengarkan. Bukan hanya oleh pemerintahnya sendiri, namun juga diharapkan didengarkan oleh semua lapisan warga negara Indonesia. Sebab hari ini tantangan terbesar adalah menembus akar rumput warga negara yang terkadang terjebak di dalam perspektif yang kabur, perspektif yang tidak kritis bahkan terjebak dalam kondisi tanpa harapan. Menjalani penderitaan demi penderitaan tanpa mengetahui apa hak sebagai warga negara Indonesia.

Maka dari itu, tulisan ini juga berfungsi sebagai pemantik untuk tetap berisik dan mempertanyakan fungsi negara hari ini. Sebab jangan-jangan hari ini negara ini hanya berfungsi untuk orang-orang tertentu saja. Hanya berfungsi untuk kaum elit-elit yang dekat dengan kekuasaan. Kondisi yang demikian mari kita sadari sehingga kita mampu memberikan secercah kesadaran bagi mereka semua yang masih menaruh harapan pada negara yang sedang sekarat hari ini. Pengibaran bendera “Jolly Rogers” sebenarnya adalah simbol harapan bahwa masih banyak yang berharap pada negara yang sudah delapan dekade berjuang disesap korupsi, kolusi dan nepotisme.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya