Sejarah dan Kehidupan Islam di Nusantara
Islam merupakan agama dengan pemeluk terbanyak di Indonesia. Dengan jumlah penduduk sekitar 266.000.000, yang mana ada sekitar 231.069.932 di antaranya adalah muslim.
Agama Islam di indonesia tidak serta merta menjadi agama yang dianut terbanyak di negeri ini. Ini memerlukan perjuangan yang cukup menarik di awal masuknya. Apabila Anda mempelajari sejarah perkembangan agama Islam, Anda akan menemukan beberapa hal yang sangat menarik.
Berdasarkan studi dari Rickleffs dan Geertz, dijelaskan bahwa agama Islam menyebar di Indonesia pada abad ke-13. Menariknya, Indonesia merupakan negara kepulauan yang penyebaran agama Islam tidak dilakukan melalui perang, melainkan melalui cara yang damai. Dengan berdagang, pelayar-pelayar muslim asal Arab dan Cina (Seperti Cheng Ho) berhasil menyebarkan bibit agama Islam di Indonesia.
Pada saat itu, ketika agama Hindu-Budha masih menjadi yang dominan, agama Islam dipandang sebagai kelompok minoritas namun memiliki daya tarik yang baik sebab cara berdagang yang dianggap jujur.
Kemudian, hal inilah yang kemudian mendorong para raja untuk menganut agama Islam. Dan nyatanya, banyak raja-raja setempat yang berpindah agama menjadi Islam. Sehingga, Islam kemudian menjadi agama mayoritas masyarakat Indonesia saat itu, bahkan Indonesia adalah negara dengan jumlah populasi terbanyak yang mengaku memeluk agama Islam saat ini.
Ada beberapa karakteristik Islam yang cukup berbeda dengan masyarakat Timur Tengah. Ada pola sinkretisme di tengah masyarakat kita, yaitu peleburan tradisi lokal dan kepercayaan beragama. Inilah yang dikenal sebagai kelompok Abangan.
Kemudian, masyarakat yang memeluk agama Islam di Indonesia cenderung lebih moderat dan lebih dapat merangkul keragaman. Dibandingkan negara-negara Arab yang semuanya mengaku sebagai "Sang Negara Islam" (Al-Arab atau Al-Islam) yang kemudian berpecah belah, Indonesia masih mempunyai kapasitas untuk membentuk persatuan yang relatif jauh lebih baik dari negara-negara lainnya.
Jika Islam menyebar lewat politik dan militer di Arab, maka dengan hal yang sama negara-negara Islam akan berpecah karena faktor agama, militer, politik, dan lain lain. Di Indonesia, persatuan bangsa dibentuk oleh politik, tetapi warna kebangsaan ditopang juga dengan kehadiran beragamnya agama. Sehingga, persatuan atau perpecahan politik biasanya tidak menghilangkan agama, atau agama dapat dipakai sebagai kekuatan politik secara terus-menerus.
Saya kira hal inilah yang dikemukakan oleh Almarhum Abdurrahman Wahid "Gus Dur" sebagai Islam Nusantara yang mendorong masyarakat Indonesia yang beragama Islam, untuk mencari substansi dan esensi dari agama Islam, kemudian menerapkannya dalam konteks keseharian masyarakat kita. Corak atau karakter masyarakat kita, dalam bahasa Weber disebut sebagai "tipe ideal" yang mempunyai ciri khasnya tersendiri.
Tidak semua masyarakat Indonesia sebetulnya mempunyai sifat kesantrian untuk memdalami agama seperti masyarakat Arab. Dan sifat masyarakat kita yang tidak menganut kekerasan dalam cara berpolitik, juga terwujud dalam cara kita membentuk silaturahmi antar kelompok beragama dan dalam kelompok beragama.
Jika saya lihat dari denominasi atau aliran dalam agama Islam sendiri, sebetulnya masyarakat di Indonesia yang menganut Sunni, lebih dekat dengan Sufisme, yaitu sebuah kelompok agama Islam yang menekankan kebatinan, kedamaian, dan aspek mistis yang mendekatkan kita kepada Tuhan (Tasawuf), dan bukan sekadar mengikuti kaidah hukum keagamaan tanpa makna.
Mungkin saja, hal ini dikarenakan dari awal agama Islam tidak melakukan penyebaran agama dengan menggunakan senjata seperti di Timur Tengah, melainkan dengan cara yang lebih tenang. Akan tetapi, itu tidak berarti bahwa agama Islam hanya mempunyai satu corak saja di Indonesia.
Pada saat ini terdapat dua organisasi masyarakat (ormas) muslim terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Nahdlatul Ulama adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia yang berdiri pada 31 Januari 1926 M / 16 Rajab 1344 di Kota Surabaya dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Kehadiran NU merupakan salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan dan Ahlusunah wal Jama'ah. Selain itu, NU sebagaimana organisasi-organisasi pribumi lain baik yang bersifat sosial, budaya, atau keagamaan yang lahir di masa penjajahan, pada dasarnya merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajah. Berdirinya NU ini merupakan suatu kebangkitan kesadaran bernegara dan beragama yang ditampakkan dalam wujud gerakan organisasi untuk menjawab kepentingan nasional dan dunia Islam.
Sedangkan, Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang nama organisasinya diambil dari nama Nabi Muhammad Saw., sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad Saw.
Muhammadiyah juga memiliki arti "pengikut Nabi Muhammad". Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H).
Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui salat istikharah (Darban, 2000: 34)
Artikel Lainnya
-
396919/03/2020
-
50410/10/2024
-
160421/07/2020
-
Seputar Tes CASN dan Masa Depannya
75708/09/2021 -
Swasembada Pangan dan Energi Melalui Modernisasi Pertanian
19301/03/2025 -
Manipulasi Emosi Gegara Media Sosial
214711/12/2020
