Salah Kaprah Praktik Jurnalistik

Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Salah Kaprah Praktik Jurnalistik 28/05/2023 1048 view Lainnya Ilustrasi canva

Perkembangan teknologi yang kian kemari kian masif memungkinkan siapa pun untuk membuat portal berita. Selama beberapa tahun belakangan, ada begitu banyak portal berita bermunculan. Pers tampaknya memang benar-benar telah merdeka setelah dikekang selama tiga dekade kepemimpinan rezim orde baru.

Di satu sisi kemunculan media-media tersebut menjadi sebuah keuntungan besar sebab masyarakat tidak akan kesulitan dalam mencari informasi. Namun, di sisi lain munculnya media-media online tersebut menjadi masalah baru di tengah masyarakat. Tak jarang portal berita justru membuat situasi di tengah masyarakat menjadi kian keruh. Berita-berita yang disajikan acap kali mengangkangi kode etik jurnalistik.

Salah satu dosa besar yang dilakukan oleh portal berita ialah memunggungi kode etik jurnalistik. Kode etik jurnalistik sederhananya dipahami sebagai pedoman yang mengatur kerja-kerja pers dan wartawan. Melansir Kompas.com, kode etik jurnalistik adalah sekumpulan prinsip moral yang merefleksikan peraturan-peraturan yang wajib dipatuhi oleh seluruh wartawan (Santaa: 2017).

Kode etik jurnalistik terdiri atas sebelas pasal. Lantas butir pasal mana saja yang acap kali dikangkangi oleh portal berita? Sudah bukan sesuatu yang baru ketika portal berita menyajikan berita yang tidak akurat, tidak berimbang dan bahkan pada kondisi tertentu suatu portal justru menyajikan berita yang beriktikad buruk. Menyajikan berita yang tidak akurat, tidak berimbang serta beriktikad buruk adalah bentuk pelanggaran terhadap pasal pertama kode etik jurnalistik.

Akurat berkaitan dengan sumber informasi atau data yang tidak keliru. Akurasi sumber informasi dan data suatu berita merupakan suatu hal yang mutlak. Tidak boleh tidak, sebuah berita harus menyajikan informasi dan data-data yang akurat.

Selain harus akurat, sebuah berita juga harus berimbang. Dalam dunia jurnalistik istilah yang lazim didengar terkait keberimbangan suatu berita ialah cover both sides. Suatu berita seharusnya tidak memuat pandangan atau pendapat dari salah satu pihak saja. Cover both sides berarti menyajikan berita dengan ragam sudut pandang. Artinya, suatu berita harus memuat pandangan atau pendapat dari dua belah pihak. Pada tahap ini, independensi wartawan adalah hal yang paling menentukan. Wartawan yang independen akan menyajikan berita secara berimbang dan membiarkan publik menentukan sendiri keberpihakannya.

Bukan suatu rahasia umum bahwa beberapa portal berita saat ini menyajikan berita yang cenderung menyudutkan pribadi dan kelompok tertentu. Motif serta tujuannya bermacam-macam. Tetapi pada intinya, berita yang demikian adalah contoh berita yang beriktikad buruk.

Profesionalitas wartawan menjadi problem lain yang patut disoroti bersama. Dalam pasal kedua kode etik jurnalistik, seorang wartawan dituntut untuk selalu bersikap profesional dalam menggeluti profesinya. Harus diakui, saat ini jumlah wartawan yang profesional tidak lebih banyak dari jumlah wartawan yang tidak profesional. Wartawan yang tidak profesional mayoritas bekerja pada portal berita yang juga tidak profesional dan jumlah portal berita yang tidak profesional jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan portal berita profesional. Sampai pada titik ini, pasal kedua kode etik jurnalistik sesungguhnya tengah dilanggar.

Wartawan yang profesional adalah wartawan yang memiliki pengetahuan mumpuni terkait dunia jurnalistik. Profesionalitas seorang wartawan tercermin pada kualitas berita yang ditulisnya. Wartawan yang tidak profesional cenderung menulis berita yang jauh dari kata berkualitas. Judul yang bombastis dan tidak sesuai dengan isi berita adalah salah satu ciri berita yang tidak berkualitas. Selain itu, penulisan berita yang berada pada koridor berbeda dengan kaidah penulisan berita yang baik menjadi ciri lain berita yang tidak berkualitas.

Portal berita yang profesional merupakan portal berita yang selalu menyajikan berita-berita yang berkualitas. Prosedur suatu portal berita dalam merekrut wartawan merupakan langkah awal paling menentukan dalam mewujudkan sebuah portal berita yang profesional. Selain itu, manajemen media menjadi hal yang mutlak harus dicermati. Standar-standar yang digunakan ketika akan merekrut wartawan serta manajemen media yang baik sesungguhnya masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh portal berita.

Kegagalan suatu portal berita menjadi sebuah portal berita yang profesional terutama dipengaruhi oleh standar perekrutan wartawan yang tidak begitu baik dan manajemen media yang buruk. Standar yang terlalu sederhana (gampang dipenuhi oleh calon wartawan) memungkinkan siapapun untuk berprofesi sebagai wartawan sekalipun pengetahuannya tentang jurnalistik tidak seberapa.

Menempatkan wartawan pada posisi yang sebenarnya bukan menjadi ladang garapan si wartawan bersangkutan adalah contoh manajemen media yang buruk. Wartawan yang paham seluk beluk dunia politik akan sangat baik jika diberi tanggung jawab untuk mengurus berita-berita seputar dunia politik. Inilah yang dimaksud dengan manajemen media yang baik. Setiap wartawan ditempatkan pada posisi masing-masing sesuai dengan keahliannya.

Dosa besar lain yang dilakukan oleh portal berita yakni mengutamakan kecepatan ketimbang kecermatan dalam penulisan sebuah berita. Beberapa portal berita mengharuskan wartawan untuk menulis berita dengan cepat. Tak heran jika salah satu syarat untuk menjadi wartawan di portal berita tertentu ialah bersedia bekerja di bawah tekanan.

Kerja-kerja jurnalistik sejatinya harus mengedepankan kecermatan. Berita yang ditulis dengan cermat dipastikan tidak memiliki banyak kesalahan, baik dari segi penulisan maupun dari segi penyajiannya. Sangat wajar jika hari ini kita banyak menemukan kesalahan penulisan pada berita-berita yang disajikan oleh mayoritas portal berita. Kesalahan-kesalahan tersebut merupakan potret nyata betapa suatu portal berita mengesampingkan kecermatan dalam menulis berita.

Realitas yang demikian merupakan potret salah kaprah praktik jurnalistik. Idealnya, praktik jurnalistik harus mampu menyuarakan kebenaran secara kontinu serta mengedukasi dan mencerahkan publik dengan menyajikan berita-berita yang berkualitas. Namun demikian, hal itu seolah hanya menjadi utopia belaka sebab praktik jurnalistik hari ini sangat memprihatinkan.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya