Rumah di Kala Pandemi
Rumah sejatinya merupakan tempat yang aman dan nyaman bagi setiap orang. Siapa saja yang pergi jauh meninggalkan rumah pasti selalu merindukan rumah. Sebab, di rumah ada kasih sayang dan kehangatan keluarga.
Ketika ada masalah yang menimpa salah satu atau semua anggotanya rumah, di rumah itulah orang mendapat dukungan, doa, penguatan, pendampingan, dan cinta yang tak bersyarat.
Situasi dan kondisi rumah yang hangat dan damai itulah yang dalam bahasa Inggris disebut home. Home tidak sama dengan house yang lebih pada bentuk dan arsitekturnya, bukan pada suasannya. Di sana ia merasa berharga, diterima, dan dicintai. Itulah mengapa orang sering mengatakan saya at home tinggal di suatu tempat jika ia merasa bahagia di sana.
Setelah pagebluk bernama covid-19 menggempur dunia, banyak orang yang sebelumnya jarang di rumah kini berada di rumah. Covid-19 memaksa orang mau tidak mau untuk mengerjakan tugas-tugasnya dari rumah, siapapun dia.
Situasi ini membuat banyak ekonomi keluarga terganggu. Yang sebelumnya harus bekerja di luar rumah, sekarang mengalami kesulitan. Kehidupan menjadi semakin sulit dijalani.
Di tengah carut -marutnya aneka sektor kehidupan mulai dari perekonomian, kesehatan, pendidikan, pariwisata, dan sektor yang lainnya, ternyata di tengah pandemi ini terjadi peningkatan kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ( Komnas Perempuan) beberapa waktu lalu mencatat adanya tindakan kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT) terhadap perempuan yang meningkat selama pandemi Covid-19.
Situasi ini begitu mencekam karena korban tidak bisa keluar rumah. Umumnya peningkatan masalah kekerasan ini terjadi karena banyak orang yang stress karena bingung bagaimana harus menghidupi keluarganya di tengah krisis besar ini.
Selain itu, aistem Work From Home juga membuat masalah pekerjaan yang biasanya terjadi di kantor atau tempat kerja ikut terbawa berpindah ke rumah dan kepala semakin penat.
Tidak hanya itu, sistem belajar online juga membuat banyak orang tua mau tidak mau memiliki peran baru sebagai guru bagi anak-anak mereka yang tentunya tidak mudah dan menjadi beban baru.
Dampaknya, ketika ada sedikit salah paham, atau pun masalah, emosinya cenderung meluap-luap dan tak terkontrol. Anggota rumah yang lemah cenderung menjadi korban dan objek pelampiasan.
KDRT yang kini tengah marak terjadi kiranya perlu mendapat perhatian serius. Alasannya, persoalan ini pasti selalu menciptakan korban ganda, yakni istri dan juga anak-anak. Misalnya, jika seorang suami melakukan kekerasan terhadap istrinya, otomatis anggota keluarga, terkhusus anak-anak ikut kena dampaknya.
Tekanan psikologis mereka otomatis akan naik, apalagi saat ini mereka harus belajar secara online, tidak bisa bebas bermain yang tentu saja amat menyengsarakan.
Lebih parah lagi bila kekerasan itu juga menimpa anak-anak. Bisa dibayangkan akan ada trauma besar yang akan tinggal dalam diri mereka dan menjadi momok bagi perkembangan selanjutnya. Jika tidak ditangani serius mereka bisa menjadi generasi yang sakit karena tumbuh dengan luka batin yang dalam
Sampai di sini, sebagai orang tua masih maukah kita memperkeruh suasana yang nyatanya sudah amat menyiksa ini?
Berhadapan dengan realitas seperti ini, kita bisa melihat bahwa rumah itu kadang bisa menjadi neraka yang paling kejam di bumi. Rumah yang seharusnya bisa menjadi tempat seluruh anggota keluarga menimba cinta, perlindungan, kasih sayang, dan perhatian serta kebahagiaan malah menjadi salah satu tempat paling seram yang pernah ada.
Dengan demikian kiranya kita perlu bertanya apakah rumah tempat kita tinggal sekarang ini pantas disebut home atau tidak? Apakah ada kedamaian, kasih sayang, dan perlindungan di sana? Ataukah rumah kita hanyalah sebatas house yang anggotanya tinggal dan makan bersama, tetapi tidak saling peduli, saling memusuhi dan membenci?
Argumen bahwa kekerasan dilakukan karena sedang stress tidak bisa dipakai untuk membenarkan tindakan kekerasan. Toh banyak orang saat ini mengalami hal yang sama, jatuh miskin, hidup susah gara-gara pandemi.
Selain itu fakta lain yang mestinya juga perlu kita renungkan adalah bahwa saat ini, kita juga masih bisa melihat ada orang yang masih bisa bersyukur kendati hidupnya dan keluarganya sendiri sedang susah. Saat ada masalah, masih bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Ketika di rumah masih bisa merasa bahagia dan damai, kendati masa depan rasanya tidak pernah pasti. Oleh karena itu, mari dinginkan kepala dan jernihkan pikiran. Emosi yang berlebih tidak akan menyelesaikan masalah.
Selain itu, perlu ada upaya saling menguatkan dan peduli antara satu sama lain karena toh semuanya sama-sama harus beradaptasi dan menjalani hidup di tengah situasi yang tidak mudah ini. Harapannya, meskipun beban hidup saat ini rasanya makin berat dan stress kian meningkat, semangat, kebahagiaan, dan sukacita itu tetap ada dalam diri setiap anggota keluarga. Walaupun situasinya sulit dan segalanya terbatas, toh akan tetap at home di rumah; ada seyum, doa, dan canda tawa di sana.
Artikel Lainnya
-
128116/09/2024
-
78019/01/2023
-
161224/04/2021
-
Ancaman Hak Asasi di Cipta Kerja
161412/10/2020 -
Tagar ‘Indonesia Terserah’ : Haruskah kita Menyerah?
127321/05/2020 -
154409/05/2021
