Remaja dan Mucikari Prostitusi Online

PNS BKKBN
Remaja dan Mucikari Prostitusi Online 19/05/2020 1299 view Lainnya pixabay.com

Bisnis gelap prostitusi seperti tiada matinya. Ketika banyak bisnis bertumbangan karena imbas dari virus corona yang tak kunjung usai, bisnis prostitusi justru masih eksis dijalankan tanpa mengenal rasa takut terhadap badai corona yang masih belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Terbongkarnya praktek prostitusi online di kawasan Gubeng Surabaya beberapa waktu lalu membuktikan bahwa bisnis gelap ini terkesan susah untuk diberantas. Hampir setiap tahun selalu muncul penggerebekan terhadap pratek prostitusi online baik yang dilakukan di aparteman, hotel atau tempat-tempat lainnya dengan para pelaku dan korban dengan latar beragam yang beraneka ragam. Ada yang anak-anak , dewasa hingga orang tua, ada artis, model, selebritis hingga kepada mereka rakyat biasa yang memang terjun ke dunia prostitusi ini karena tuntutan ekonomi.

Seperti dunia yang berubah, bisnis prostitusi pun juga berbenah. Dari prostitusi yang biasa atau tempatan yang kemudian sudah banyak ditutup oleh kebijakan pemerintah ataupun desakan warga sekitar dan organisasi sosial kemasyarakatan lainnya, maka prostitusi sekarang pun banyak yang beralih ke prostitusi online.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang telekomunikasi memberikan efek ganda. Kemajuan tersebut seperti pisau bermata dua. Kemajuan itu bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat positif namun juga bisa digunakan pada hal-hal yang bersifat negatif.

Aktvitas prostitusi online dengan memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi ini adalah sekelumit contoh bahwa perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di era revolusi 4.0 ini tanpa pengawasan dan kesadaran penggunanya, akhirnya digunakan untuk sesuatu yang bersifat negatif. Tetapi yang kemudian menarik untuk dibahas adalah kenapa prostitusi online ini begitu eksis akhir-akhir ini dan siapakah pelaku mucikariya?

Berita yang kami peroleh dari detik.com yang diakses penulis 19/5/2020, menyebutkan bahwa polisi menahan 7 (tujuh) mucikari terkait dengan prostitusi online di daerah Gubeng Surabaya. Ketujuh mucikari itu antara lain adalah Edwin Mariyanto (21), Silvia Adriani (21), Edi Wiyono (21), Akmal Mayassar (19), M. Rizky (21), dan Aziz Haryanto (27).

Jika dilihat dari rata-rata usia para mucikari tersebut, terlihat bahwa usia mereka masih tergolong pada masa remaja. Namun meskipun mereka tergolong masih remaja, mereka sudah menjadi bagian bisnis ilegal prostitusi online. Mereka menjajakan para wanita tuna susila kepada para lelaki hidung belang. Mereka juga mempromosikan para wanita tuna susila tersebut melaluai aplikasi media sosial yang tersedia. Dari sinilah para mucikari tersebut memperoleh penghasilan.

Melalui media sosial aplikasi online para mucikari yang masih remaja tersebut, setidaknya memperoleh beberapa keuntungan salah satunya bahwa dengan menggunakan sistem aplikasi online bisnis mereka tidak memerlukan tempat tapi bisa lewat mana saja, dan kapan saja. Dengan media online mereka juga bisa menjangkau para calon pelanggan dengan space yang lebih besar dan dari golongan mana saja.

Ini yang menjadikan keuntungan semakin berlipat dan menggiurkan. Belum lagi ditambah bisnis ini seolah tanpa modal besar untuk dijalankan dan juga tanpa ketrampilan yang spesifik, cukup punya keberanian dan pandai memainkan aplikasi online media sosial, lalu kemudian mencari konsumen dan pelanggannya. Bisnis jalan.

Memang kita harus menyadari bahwa dunia remaja dan anak muda adalah dunia yang akrab dengan teknologi digital. Dengan penguasaan teknologi digital tersebut, remaja bisa memanfaatkannya untuk berkarya seperti menjadi youtuber, blogger dengan konten-konten positif dan sejenisnya. Namun patut disayangkan bahwa ada sebagian kecil remaja yang memanfaatkan kemampuan penguasaan teknologi digital tersebut dengan menjadi pelaku mucikari prostitusi online. Tentunya ini amat kita sayangkan.

Desakan ekonomi, kemiskinan, persoalan keluarga, susahnya mencari pekerjaan adalah sederet alasan yang sering mengemuka ketika para mucikari remaja ini tertangkap pihak yang berwajib. Selain itu, pengaruh teman sebaya yang lebih dulu menjadi pelaku mucikari online adalah faktor lain kenapa para remaja tersebut bisa berprofesi menjadi mucikari online.

Virus budaya hedonisme yang ingin hidup berfoya-foya dan bersenang-senang dengan mudah tanpa bekerja keras dan susah payah juga merasuki sebagian remaja Indonesia saat dewasa ini. Hal ini juga menjadi faktor pendorong mengapa ada remaja Indonesia menjadi pelaku mucikari online.

Longgarnya pengawasan orang tua, lingkungan dan masyarakat serta belum optimalnya pendidikan karakter untuk anak bangsa juga bisa berefek pada perilaku anak-anak remaja yang terjebak pada pekerjaan-pekerjaan amoral seperti menjadi mucikari online ini.

Kita menyadari bahwa remaja adalah generasi penerus masa depan bangsa, mereka adalah tonggak estafet pembangunan bangsa ini ke depan. Apa jadinya negeri ini ke depan, jika remaja hari ini justru berperilaku negatif dan berpotensi merusak moral anak bangsa itu sendiri dengan menjadi mucikari prostitusi online? Mari kita bersama-sama memerangi virus prostitusi online ini. Bersama kita bisa.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya