Relevansi Pemikiran Leo Strauss terhadap Menjamurnya Partai Politik di Indonesia

Relevansi Pemikiran Leo Strauss terhadap Menjamurnya Partai Politik di Indonesia 18/06/2024 516 view Politik Edi Wahyono/Detik.com

Salah satu gagasan yang paling menarik dari pemikiran Strauss adalah ia membuat pemisahan antara yang klasik dan yang modern. Leo Strauss merupakan salah satu filsuf abad ke-20 dengan pemikiran yang melingkupi zaman klasik hingga modern.

Strauss lahir di Kirchhain, sebuah kota kecil di Jerman, dari sebuah keluarga Yahudi Ortodoks, pada 20 September 1899. Ia bertugas sebentar menjelang akhir perang dunia pertama, dan bermigrasi ke Perancis, kemudian Inggris, dan akhirnya Amerika Serikat, karena kombinasi alasan profesional dan politik. .

Pada saat Perang Dunia II pecah, dia berada di Universitas Chicago, tempat dia menghabiskan sisa karirnya. Peristiwa perang dan fasisme Jerman inilah yang melatarbelakangi pemikirannya yakni dengan memberi kritik terhadap modernitas. Tujuan pemikirannya adalah membangun kembali filsafat politik klasik yang ia anggap mampu menyelesaikan berbagai persoalan dunia modern saat ini sebab filsafat politik saat ini bagi Strauss gagal memahami pertanyaan-pertanyaan esensial yakni tentang sifat manusia, moralitas, keadilan dan bahwa mereduksi manusia hanya menjadi objek manipulasi dan perhitungan.

Untuk menghadapi masalah di atas, Strauss berpaling pada filsuf klasik untuk mencari inspirasi. Dengan berpaling pada filsafat politik, tetapi tidak bermaksud mengatakan bahwa filsafat politik klasik menjadi pilihan yang terbaik bagi demokrasi modern tetapi melainkan sebagai suatu langkah yang seharusnya dalam upaya mencapai kejernihan dalam berpolitik.

Berangkat dari semua penjelasan Strauss tentang fenomena yang mengiringi perjalanan modernitas, ada hal yang menjadi kekhasan dari proyek modernitas adalah krisis filsafat politik. Dalam buku karyanya yang berjudul Natural Right and History (1950) dan The Three Waves of Modernity (1975), Strauss berpendapat bahwa krisis modernitas adalah krisis filsafat politik modern.

Menurutnya hasil dari filsafat politik modern ini adalah kehancuran mendasar gagasan filsafat politik sebagai usaha untuk menemukan dan membeberkan tujuan sejati manusia sebagai manusia. Pandangan modern kini tidak lagi melihat bahwa filsafat politik itu sebagai suatu bentuk kontemplasi yang mendalam lagi melainkan hanya sebagai suatu aktivitas.

Fenomena banyaknya partai politik di Indonesia ini dilihat sebagai suatu manifestasi yang keliru atas penggunaan hak dan kebebasan. Fenomena ini secara jelas akan terlihat hasilnya ketika banyak sekali kasus korupsi, eksploitasi dan banyak masalah lain. Pada dasarnya, partai politik bertujuan demi pembangunan kesejahteraan masyarakat.

Di Indonesia, sejarah munculnya partai politik telah melewati beberapa tahapan penting yang sangat berpengaruh bagi sistem politik masa kini. Fakta sejarah menunjukkan bahwa menjamurnya partai politik di Indonesia yang terbilang banyak telah mengalami beberapa kali proses penyederhanaan sebagai suatu bentuk pembinaan partai politik yang ada.

Meski demikian, sampai saat ini masih tetap berdiri banyak partai politik karena berbeda latar belakang ideologi, organisasi dan kepentingan kelompok tertentu. Namun, persoalannya adalah akan semakin sulit dan malah terpisah-pisah dalam mengambil suatu kebijakan di legislatif karena cenderung mengabaikan kepentingan publik dan malah mengutamakan kepentingan partai, kelompok bahkan pribadi.

Strauss menyatakan bahwa kesalahan terbesar dalam proyek modernitas ini adalah jika kita berpikir tentang hak-hak alamiah maka kita mengasosiasikannya dengan hak-hak individu yang berdasarkan pada kodrat. Artinya bahwa setiap orang secara bebas dapat menggunakan hak individunya untuk digunakan dalam ruang-ruang publik, misalnya dalam ranah politik.

Dengan berasumsi bahwa saya boleh secara bebas menggunakan hak saya sebagai individu dalam ruang seperti yang disebutkan di atas maka tidak heran jika seringkali terjadi banyak sekali ketimpangan dan kecurangan. Setiap orang yang secara bebas menggabungkan diri ke dalam satu kelompok yang memiliki visinya sendiri akan masuk ke dalam ruang publik dan malah ini justru merusak citra politik itu sendiri.

Perlindungan hukum dan bahkan disebut kebal hukum terhadap hak setiap individu semacam ini dapat dipahami bahwa tidak ada yang dapat membatasi atau memberi patokan terhadap tindakan setiap individu. Batas-batas untuk memperoleh sesuatu seharusnya juga perlu melihat bahwa ada individu lain yang juga memiliki hak yang sama. Tetapi dalam kenyataan, modernitas ini telah membuat manusia semakin bebas dalam memperoleh sesuatu. Dilindungi dan bahkan kebal hukum artinya manusia melampaui hukum karena manusia adalah otoritas tertinggi yang mengatur segala yang dikehendakinya tanpa perlu memperhatikan orang lain.

Dengan banyaknya aliran partai politik, boleh jadi kepentingan umum itu bukan menjadi prioritas utama lagi karena dengan kebebasan mereka tidak lagi memperhatikan orang lain. Jadi tujuan sebenarnya dari partai politik itu malah diredusir ke dalam pemuasan kepentingan pribadi. Partai politik yang adalah ruang publik kini dijajah oleh kebebasan dan hak individu yang tidak memahami batas dan berakibat pada visi misinya yang sangat tidak terarah.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya