Jadilah Manusia Politik Bukan Politisi

Jadilah Manusia Politik Bukan Politisi 14/12/2021 1216 view Politik Ilustrasi Pemilu. ©2014 Merdeka.com

Bagi sebagian orang, politik adalah jalan terjal tak berujung yang abu-abu. Diawali dengan perjuangan dari akar rumput, bersimbah keringat, bahkan mungkin darah bersama rakyat. Kadang berujung bui, bahkan di beberapa kejadian hilang sama sekali.

Bagi sebagian orang yang lain, politik bagi mereka adalah jalan tol. Mungkin bisa juga diibaratkan sebagai ajang untuk berolahraga atau berekreasi sambil melambaikan tangan untuk menyapa lalu senyum dan pada akhirnya berkata, “Pilihlah saya, maka saya akan melakukan ini dan itu lalu ..blablabla” yang kebanyakan dari kita sudah tahu bahwa semua janjinya itu hanyalah bualan belaka.

Secara teoritis, politisi dapat didefinisikan sebagai orang yang ahli dalam bidang kenegaraan atau orang yang berkecimpung di bidang politik yang tujuannya adalah merumuskan kebijakan lalu menjalankannya. Dalam praktiknya, tentu tidak sesederhana itu bukan?

Salah satu politisi favoritku, aktivis proreformasi pada masanya, Budiman Sudjatmiko, pada beberapa kesempatan menyampaikan kriterianya tentang manusia politik yang ideal (bukan politisi, tapi manusia politik, istilah yang diretorikakan). Beliau mengatakan bahwa, “Jangan jadi politisi, jadilah manusia politik”. Hal ini disebabkan politisi hanya identik dengan orang yang hanya memiliki keinginan untuk berkuasa. Tapi, untuk menjadi manusia politik, ada empat kriteria yang harus dipenuhi. Berikut empat kriteria dan penjabarannya.

Pertama, mencintai ide. Ide dan juga gagasan adalah asa beserta cita yang ingin diwujudkan, dapat diperoleh dari hasil membaca, mendengar, berdiskusi, ataupun juga ide yang murni muncul dari pemikirannya sendiri.

Kedua, dekat dengan rakyat. Berpolitik berarti berjuang untuk rakyat, mendengar keluh-kesahnya beserta persoalan yang dihadapinya. Maka, kedekatan dengan rakyat adalah modal utama agar benar-benar tahu apa yang dirasakan oleh rakyat dan apa yang dibutuhkan oleh rakyat.

Ketiga, berorganisasi. Berorganisasi berarti bergerak secara komunal untuk mencapai sebuah tujuan. Menjalankan kegiatan bahkan peran yang melibatkan banyak orang kemudian akan menghasilkan output kemampuan mengkoordinasi massa.

Keempat, tujuan akhir. Tujuan akhir setelah memiliki tiga kriteria sebelumnya yaitu punya kehendak untuk berkuasa.

Mengapa empat kriteria tadi penting untuk menjadi manusia politik? Karena ketika terjun ke politik, maka orang tersebut akan memperjuangkan ide dan gagasan yang dimilikinya agar dapat terwujud, demi rakyat yang dicintainya, diperjuangkan dan diusahakan atas kemampuan dan kecakapannya berorganisasi dan mengkoordinir banyak orang. Ketiga hal tadi baru akan ideal ketika ia punya kehendak untuk berkuasa, legislatif, ataupun eksekutif.

Empat poin yang harus komplit, tidak boleh kurang agar tidak menjadi manusia politik yang prematur. Tapi bagi politisi, mereka cenderung hanya punya syarat yang keempat saja yaitu kehendak untuk berkuasa, tanpa punya tiga syarat sebelumnya.

Setelah tiga kriteria tadi dipenuhi, lalu dilengkapi dengan kriteria keempat yaitu kehendak untuk berkuasa. Menurut saya ada satu kriteria lagi agar dapat menyempurnakan kriteria yang keempat. Apa itu? Dukungan materiil.

Keinginan berkuasa tanpa modal hanya akan menjadi angan, ide, dan gagasan yang sudah dimiliki hanya akan mengawang-awang tanpa bisa teraktualisasikan. Politik adalah barang mahal. Mustahil berpolitik hanya bermodalkan dukungan moril, tapi juga harus memiliki dukungan materiil yang memadai.

Jika ditelisik dengan baik dan benar, maka kita akan menemukan bahwa sejatinya politik adalah jalan yang mulia. Dengan politik dan melalui kekuasaan, ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaan dan membangun peradaban. Namun, jika disalahgunakan dan jika kekuasaan berada di tangan yang salah, maka peradaban akan menuju kesesatan dan berada diambang kehancuran.

Tentu ini bukan kajian akademis, tapi menurut saya pribadi relevan dengan apa yang ada di lapangan sekarang. Hari ini politik hanya dijadikan sebagai medium untuk memperjuangkan kepentingan segelintir elite saja. Padahal sejatinya, politik adalah jalan untuk memanusiakan semua manusia.

Tulisan ini saya tutup dengan sebuah adagium yang menyatakan bahwa leiden is lijden! Memimpin itu menderita, juga kutipan seorang Bapak Republik, “Barangsiapa yang menghendaki kemerdekaan buat umum, maka ia harus sedia dan ikhlas untuk menderita kehilangan kemerdekaannya sendiri. Siapa yang ingin merdeka, harus bersedia dipenjara (Tan Malaka, Dari Penjara Ke Penjara)”.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya