Mewujudkan Pemenuhan Hak-hak Kaum Disabilitas di Pemilu 2024
Istilah disabilitas berasal dari bahasa Inggris dengan asal kata different ability, yang berarti manusia memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Menuju Pemilihan Umum (Pemilu) 14 Februari 2024, penting bagi kita untuk mengingat pentingnya pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam proses demokrasi. Kaum disabilitas adalah bagian integral dari masyarakat, dan mereka juga memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik dan memberikan kontribusi mereka untuk masa depan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Inklusi dan keterlibatan aktif kaum disabilitas dalam pemilu bukan hanya suatu keharusan moral, tetapi juga merupakan fondasi dari masyarakat yang inklusif dan berkeadilan.
Menurut tokoh perempuan Indonesia , Susi Pudjiastuti, pesta demokrasi harus inklusif dan memastikan akses serta partisipasi yang setara bagi semua warga, termasuk kaum disabilitas. Keterlibatan aktif dan adil dari kaum disabilitas dalam pemilihan akan memperkuat kualitas demokrasi kita (Sumber: detikNews). Sementara, Janedjri M. Gaffar dalam buku "Politik Hukum Pemilu" (2012), mengatakan, pemerintah perlu memastikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar bagi kaum disabilitas. Dukungan yang lebih dari pemerintah dan masyarakat akan membantu mereka dalam menghadapi berbagai tantangan dan mewujudkan potensi mereka.
Berdasarkan data yang dirilis Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), sebanyak 1.101.178 orang penyandang disabilitas telah tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024. Jumlah pemiilih penyandang disabilitas ini mencakup 0,54% dari total 204,8 juta pemilih nasional. Disabilitas fisik sebanyak 482.414 pemilih, disabilitas sensorik sebanyak 298.749 pemilih, disabilitas mental sebanyak 264.594 pemilih, dan disabilitas intelektual sebanyak 55.421 pemilih.
Secara khusus, di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), terdapat 46.251 pemilih disabilitas di 22 kabupaten/kota yang masuk dalam 6 kategori disabilitas yaitu, cacat fisik 18.952 pemilih, cacat intelektual 2.059 pemilih, mental 9.026 pemilih, wicara 4.044 pemilih, rungu 4.194 pemilih, dan netra 7.976 pemilih (Sumber:ntt.kpu.go.id).
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas memberikan landasan hukum yang penting dalam mendorong aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di Indonesia. Mereka (kaum disabilitas), berhak untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik, hak menyalurkan aspirasi politik, hak berkumpul dan berserikat, serta hak berperan sebagai penyelenggara pemilu, dan lain sebagainya.
Namun, dalam aspek aksesibilitas, pemilih dengan kategori disabilitas sering kali mendapati kendala dalam mencapai lokasi pemilihan yang ramah disabilitas. Beberapa tempat pemilihan tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan aksesibilitas, seperti fasilitas yang ramah kursi roda, tanda-tanda dan petunjuk yang jelas, atau pengucapan suara untuk pemilih tunanetra. Oleh karena itu, langkah konkret harus diambil untuk memastikan bahwa semua fasilitas pemilihan memenuhi standar aksesibilitas yang tinggi, dengan mempertimbangkan kebutuhan semua jenis disabilitas.
Pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilu melibatkan beberapa aspek penting. Pertama, aksesibilitas fisik dan teknologi harus dipastikan. Tempat pemungutan suara (TPS), fasilitas, dan sarana komunikasi harus dirancang dan disesuaikan agar dapat diakses oleh semua orang, termasuk mereka dengan disabilitas fisik, visual, atau pendengaran. Penggunaan teknologi dalam proses pemilu juga harus mengakomodasi berbagai jenis disabilitas agar partisipasi mereka tidak terhambat.
Kedua, penting untuk memberikan informasi yang mudah dipahami tentang proses pemilu dan calon-calon yang akan bertarung. Ini melibatkan penyediaan materi kampanye dan informasi terkait dalam format yang dapat diakses oleh kaum disabilitas, termasuk braille, tafsir bahasa isyarat, dan aksesibilitas web yang baik.
Ketiga, partisipasi aktif kaum disabilitas dalam proses politik harus didorong dan didukung. Ini dapat mencakup pelibatan mereka dalam diskusi publik, forum, dan debat politik. Partai politik (parpol) dan para kontestan politik membuka diri untuk mendengarkan aspirasi dan masukan dari kaum disabilitas dan mencermati isu-isu yang relevan dengan mereka dalam platform politik mereka.
Selain itu, pendidikan politik yang inklusif perlu disediakan bagi kaum disabilitas agar mereka dapat memahami hak-hak mereka dan proses pemilu secara keseluruhan. Program pelatihan dan penyuluhan harus diselenggarakan untuk memberdayakan kaum disabilitas dalam memahami peran dan hak mereka sebagai warga negara aktif.
Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan hak pemilih kaum disabilitas dari segala bentuk intimidasi, diskriminasi, atau penindasan. Mekanisme yang transparan dan efektif harus didirikan untuk menangani pelanggaran hak-hak ini dengan adil dan tanpa pengecualian.
Lebih dari itu, kampanye politik harus menjunjung tinggi nilai-nilai inklusi dan menghindari retorika serta tindakan yang merendahkan martabat kaum disabilitas. Kampanye yang tidak diskriminatif adalah bagian penting dalam menciptakan proses pemilu yang adil dan bermartabat.
Keberhasilan dalam pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilu tidak hanya akan meningkatkan inklusi dan kesetaraan dalam masyarakat, tetapi juga akan menghasilkan keputusan politik yang lebih beragam dan lebih mewakili kepentingan seluruh warga negara.
Partisipasi kaum disabilitas akan membawa perspektif yang berbeda dan berharga dalam menghadapi tantangan dan permasalahan yang dihadapi negara.
Pemenuhan hak-hak kaum disabilitas dalam pemilu 2024 adalah langkah menuju masyarakat yang lebih inklusif, berkeadilan, dan demokratis.
Pemerintah, parpol, lembaga masyarakat, penyelenggara pemilu (KPU - Bawaslu - Badan Ad Hoc) dan seluruh warga negara harus bersama-sama berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang mendukung partisipasi aktif dan kesetaraan bagi kaum disabilitas. Dengan cara ini, kita dapat membangun masa depan bangsa kita yang lebih baik, di mana setiap warga negara merasa dihargai dan diakui dalam kontribusinya untuk kemajuan bangsa dan negara.
Artikel Lainnya
-
6229/11/2024
-
63616/01/2024
-
124222/04/2022
-
Legal Standing Saksi Testimonium de Auditu dalam Praktik Peradilan Pidana
108806/05/2022 -
Tipologi Kepemimpinan Viktor Laiskodat di Ujung Tanduk
1043320/05/2020 -
36221/01/2024