Penyimpangan “Adaptasi Kebiasaan Baru”

Tidak salah rasanya saat media Sydney Morning Herald (SMH) memberitakan Indonesia berpotensi menjadi episentrum virus corona dunia. Hal ini juga di-amin-kan oleh dosen public health di University of Derby, Dono Widiatmoko yang mengatakan "Menurut saya sudah, bukan cuma bisa, sudah jadi episentrum baru virus corona di dunia" (kompas.com). Mengapa Indonesia bisa menjadi epicentrum corona, apakah kebijakan pemerintah yang salah atau sikap tidak peduli masyarakat yang jadi penyebabnya?
Penambahan kasus baru Covid-19 di Indonesia kian hari kian banyak. Sampai saat ini lebih dari 115 ribu kasus. Angka tersebut sudah melebihi kasus Covid-19 di China tempat virus ini muncul pertama kali. Tidak hanya bertambah dari sisi jumlah tetapi penyebaran virus ini semakin meluas. Ditandai dengan semakin banyaknya kabupaten/kota yang pada awalnya berada pada zona hijau kini berubah menjadi zona merah karena mulai terjangkit virus ini.
Untuk melihat lebih jelas penambahan kasus corona di Indonesia, mari kita pilah menjadi dua kondisi yaitu: pertama, sejak diumumkannya pertama kali kasus Covid-19 di Indonesia (2 Maret 2020) sampai berakhirnya masa social distancing sekitar akhir Mei 2020 jumlah kasus sebanyak 26.473. Kedua, sejak diberlakukannya “New Normal” atau “Adaptasi Kebiasaan baru” sampai tanggal 4 Agustus 2020 jumlah kasus sebanyak 88.583. Terjadi kenaikan tiga kali lipat dengan jangka waktu yang lebih pendek.
“Adaptasi Kebiasaan Baru”
Haruskah kita khawatir, mengingat bahwa jumlah yang disampaikan secara resmi oleh lembaga terkait adalah data yang hanya mencakup orang yang sudah dites dan dinyatakan positif saja? Padahal kenyataannya banyak warga yang belum atau tidak melakukan tes dan berpotensi tinggi membawa serta menyebarkan virus ini di luar rumah.
Kekhawatiran kita cukup beralasan, mengingat aktivitas di luar rumah saat ini sudah mulai kembali normal. Sebenarnya pemerintah sudah cukup tanggap untuk mengantisipasi masalah penyebaran virus corona, yaitu melalui kebijakan “New Normal” atau “Adaptasi Kebiasaan Baru”. Secara konsep, kebijakan atau aturan ini sangat baik. Dengan menimbang dan mengkhawatirkan kondisi perekonomian, pemerintah membolehkan masyarakat untuk beraktivitas kembali di luar rumah dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Protokol kesehatan yang dimaksud yaitu dengan tetap menggunakan masker, menggunakan hand sanitizer, menghindari berjabat tangan, menjaga jarak, menghindari keramaian atau pertemuan, dan membiasakan mencuci tangan. Harapan pemerintah dengan memberlakukan protokol kesehatan, penyebaran virus corona dapat ditekan, masyarakat dapat beraktivitas, dan roda perekonomian dapat berputar kembali.
Kondisi Menyimpang
Namun apa yang terjadi, ternyata kenyataan tidak sesuai harapan. Saat masyarakat sudah kembali beraktivitas di luar rumah dan roda perekonomian pun sudah mulai berjalan, ternyata jumlah kasus covid-19 justru semakin bertambah di saat kondisi “Adaptasi Kebiasaan Baru”.
Hal ini tidak mengherankan mengingat masih banyak perilaku masyarakat yang cenderung abai, misalnya dalam hal penggunaan masker. Masker memang menjadi barang wajib yang harus ada saat kondisi sekarang. Tetapi masih banyak masyarakat yang tidak membawa dan menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah. Yang lebih konyol lagi, ada yang sudah menggunakan tetapi tidak tepat, seperti dibiarkan tergantung di dada atau justru digunakan untuk menutupi dagu atau leher.
Selain abai dalam menggunakan masker, masih banyak juga masyarakat yang kurang disiplin dalam menghindari keramaian atau pertemuan. Dibuktikan dengan mulai banyak digelarnya pesta/hajatan yang dihadiri banyak orang yang berpotensi terjadi penyebaran virus corona. Ibu-ibu sosialita yang selama beberapa bulan terakhir terkungkung tidak bisa berkumpul, saat ini mulai melepaskan kerinduannya walau hanya sebatas bertemu di kafe atau rumah makan.
Tidak terkecuali perkantoran, saat ini telah menjadi cluster baru penyebaran virus corona. Beberapa kasus baru muncul dan merebak dari perkantoran dimana terdapat pegawai atau pimpinan yang dinyatakan positif corona. Istana negara pun sempat dibuat heboh setelah mendapat kunjungan dari wakil wali kota Solo, Achmad Purnomo yang ternyata dinyatakan positif corona (cnnindonesia.com).
Sikap abai masyarakat juga terjadi pada perilaku menjaga jarak. Perilaku ini seharusnya diterapkan saat mendatangi keramaian dan pertemuan, berada dalam antrian, mengunjungi rumah makan atau pusat perbelanjaan, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya. Dengan mendatangi keramaian saja resiko penyebaran sudah cukup tinggi, apalagi jika perilaku menjaga jaga tidak diterapkan, maka resiko penyebaran menjadi semakin besar. Terbukti dengan munculnya cluster baru di mal. Masih banyak lagi penyimpangan perilaku lainnya yang dilakukan oleh masyarakat yang menyebabkan terjadinya penambahan kasus Covid-19.
Sikap Apatis Masyarakat
Penyimpangan perilaku yang dilakukan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan lebih disebabkan karena sikap tidak peduli atau “apatis”. Walaupun tidak menutup kemungkinan ada beberapa masyarakat yang tidak mengetahui tentang penerapan protokol kesehatan di luar rumah. Hal inilah yang menyebabkan terjadi peningkatan jumlah kasus Covid-19 yang cukup pesat baik untuk orang yang paham maupun yang tidak paham tentang protokol kesehatan.
Sikap apatis menurut Luis Rey merupakan kondisi dimana kejiwaan seseorang atau individu ditandai dengan ketidaktertarikan, ketidakpedulian, atau ketidakpekaan terhadap kehidupan sosial, emosional, atau fisik. Jika seseorang memiliki sikap ini maka dampak negatif akan muncul seperti tidak peduli, meningkatkan potensi individualisme, dan bisa menimbulkan masalah yang lebih besar yaitu perpecahan (maxmanroe.com).
Menghadapi sikap apatis masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan saat “Adaptasi Kebiasaan baru” tidaklah mudah. Penegakan dalam pemberian sanksi atau hukuman saat terjadi pelanggaran sangat dibutuhkan untuk masyarakat yang bersikap apatis. Penerapan protokol kesehatan oleh pemilik usaha yang memaksa pengunjung untuk mentaati protokol kesehatan juga dapat membantu menekan penyebaran virus corona.
Selain itu, peran semua pihak seperti pimpinan/kepala, guru, pemuka agama atau masyarakat serta pemerintah untuk saling mengingatkan pentingnya penerapan protokol kesehatan sangat dibutuhkan. Jika ini berhasil kita lakukan maka penyebaran virus corona dapat kita tekan dan Indonesia dapat segera terbebas dari Covid-19. Semoga.
Artikel Lainnya
-
12324/05/2025
-
176724/08/2024
-
166314/10/2020
-
Pemaknaan Keberagaman dan Idealisme Kolektif
81318/11/2022 -
Sheila On 7: Eksistensialisme dalam Nada dan Ketulusan
18207/12/2024 -
Ratifikasi CAT: Komitmen Serius atau Sekadar Formalitas?
63929/07/2024