Sheila On 7: Eksistensialisme dalam Nada dan Ketulusan

Sheila On 7 bukan hanya sekadar band legendaris dari Yogyakarta, mereka adalah representasi nilai kejujuran dan ketulusan dalam bermusik yang mampu menembus generasi. Sejak berdiri pada tahun 1996, Sheila On 7 telah menorehkan sejarah sebagai salah satu grup musik yang tidak hanya sukses secara komersial, tetapi juga menjadi simbol resistensi terhadap konformitas pasar. Di tengah arus industri musik yang sering kali terjebak dalam tren, Sheila On 7 konsisten dengan prinsip bermusik yang sederhana tetapi penuh makna.
Keberhasilan mereka, seperti mencatatkan penjualan lebih dari satu juta kopi album fisik secara berturut-turut, bukan hanya karena kualitas musiknya, tetapi juga karena keberanian mereka untuk tetap menjadi diri sendiri. Sikap ini sejalan dengan konsep otentisitas dalam filsafat eksistensialisme, yang menekankan pentingnya kejujuran dalam menjalani hidup. Melalui karya-karya mereka, Sheila On 7 mengajarkan bahwa ketulusan dapat menjadi fondasi untuk membangun hubungan yang bermakna dengan pendengar, tanpa perlu kehilangan identitas di tengah gemerlap industri.
Kesederhanaan sebagai Otentisitas
Salah satu hal yang membedakan Sheila On 7 dari banyak grup musik lainnya adalah kesederhanaan mereka, baik dalam lirik maupun musik. Lagu-lagu seperti Dan, Sebuah Kisah Klasik, dan Melompat Lebih Tinggi menampilkan narasi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, tanpa dibebani metafora yang rumit atau aransemen musik yang berlebihan. Kesederhanaan ini justru menjadi daya tarik utama, menghadirkan karya yang terasa jujur dan relevan bagi pendengar lintas generasi.
Dalam filsafat eksistensialisme, konsep otentisitas (authenticity) menekankan keharusan seseorang untuk hidup sesuai dengan nilai dan prinsip pribadinya, tanpa harus tunduk pada tekanan eksternal. Jean-Paul Sartre, salah satu filsuf eksistensialis terkemuka, menyatakan bahwa individu otentik adalah mereka yang menciptakan makna hidupnya sendiri, bukan sekadar mengikuti norma atau harapan masyarakat. Sheila On 7 menerjemahkan konsep ini dalam perjalanan musik mereka.
Ketika banyak band lain menyesuaikan karya mereka agar sesuai dengan tren pasar, Sheila On 7 tetap teguh dengan identitas musiknya. Duta, sang vokalis, pernah mengatakan bahwa band mereka tidak pernah secara sengaja mengikuti selera pasar. Sikap ini mencerminkan keberanian mereka untuk tetap setia pada diri sendiri, meskipun ada risiko tidak diterima oleh industri musik yang semakin kompetitif.
Ketulusan dalam Musik
Selain kesederhanaan, ketulusan adalah nilai lain yang membedakan Sheila On 7 dalam perjalanan musik mereka. Lirik-lirik mereka sering kali berbicara tentang tema-tema universal seperti cinta, persahabatan, dan impian, namun dengan pendekatan yang jujur dan langsung. Tidak ada pemanis kata atau klise dalam setiap pesan yang mereka sampaikan. Lagu-lagu seperti Sahabat Sejati, Melompat Lebih Tinggi, dan Kita menggambarkan perasaan yang mendalam tanpa terkesan dibuat-buat atau gombal. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa lagu-lagu mereka tetap relevan, meskipun telah berusia lebih dari dua dekade.
Salah satu contoh paling jelas dari ketulusan mereka adalah lagu Sahabat Sejati, yang menjadi soundtrack dari film Filosofi Kopi 2. Lagu ini menyampaikan pesan tentang makna persahabatan sejati dengan cara yang sederhana, tanpa bergantung pada kata-kata yang berlebihan. Pesan tentang persahabatan yang tulus, yang tak tergoyahkan oleh waktu dan jarak, bisa dirasakan oleh banyak orang yang mendengarnya. Sheila On 7 mampu menyampaikan makna yang dalam dengan cara yang jujur, tidak hanya dalam lirik, tetapi juga dalam musikalitas yang mereka sajikan.
Melawan Konformitas Pasar
Salah satu aspek yang paling mencolok dalam perjalanan Sheila On 7 adalah keteguhan mereka untuk tidak terpengaruh oleh selera pasar. Di tengah industri musik yang sering kali menuntut band atau artis untuk mengikuti tren yang sedang populer, Sheila On 7 memilih untuk tetap setia pada gaya musik mereka yang sederhana, jujur, dan otentik. Duta, sang vokalis, pernah mengungkapkan bahwa band mereka tidak pernah sengaja mengikuti selera pasar, tetapi lebih pada mengikuti suara hati mereka sendiri dalam berkarya.
Kierkegaard berpendapat bahwa kehidupan yang autentik hanya bisa tercapai jika individu berani menghadapi "kesendirian eksistensial" dan melawan apa yang disebutnya sebagai crowd, yaitu pengaruh besar dari masyarakat atau kelompok yang menekan individu untuk menyesuaikan diri dengan norma atau harapan yang sudah ada. Dalam hal ini, Sheila On 7 bertindak sebagai individu yang berani berbeda dengan band-band lain yang mungkin lebih memilih mengikuti tren pasar demi popularitas. Mereka memilih untuk tetap setia pada gaya musik dan lirik yang mereka yakini, meskipun tidak selalu mendapat dukungan besar dari media atau industri musik yang lebih besar.
Keberanian Sheila On 7 untuk tidak mengikuti arus pasar juga terlihat dalam cara mereka merespons perubahan zaman. Meskipun dunia musik Indonesia telah berkembang pesat, dengan banyak genre baru dan pengaruh digital yang semakin kuat, Sheila On 7 tidak tergoda untuk merombak gaya musik mereka agar lebih sesuai dengan selera generasi masa kini. Sebaliknya, mereka terus berkarya dengan gaya yang sudah membangun identitas mereka sejak awal, menjaga esensi dari musik mereka yang tidak terpengaruh oleh tren sesaat.
Budaya Kolektivitas di Yogyakarta
Yogyakarta, sebagai pusat budaya dan seni, memiliki tradisi yang sangat menghargai kebersamaan dan solidaritas. Sheila On 7 sebagai band yang lahir dan besar di kota ini mencerminkan nilai-nilai tersebut dalam cara mereka berinteraksi dengan penggemar dan sesama musisi. Dalam banyak kesempatan, mereka menunjukkan sikap rendah hati, saling mendukung, dan menjaga ikatan erat dengan komunitas musik lokal. Hal ini menjadi bagian dari identitas mereka yang membedakan mereka dari banyak band besar lainnya yang sering kali lebih fokus pada karier individu atau prestasi personal.
Nilai kolektivitas ini, yang terkadang terlupakan dalam dinamika industri musik yang sangat kompetitif. Para pemikir seperti Charles Taylor dan Michael Sandel menekankan bahwa identitas individu tidak dapat dipisahkan dari komunitas tempat ia berada. Artinya, setiap individu berfungsi dalam suatu jaringan sosial dan budaya yang lebih besar, dan peran serta kontribusinya terhadap komunitas tersebut membentuk siapa mereka sebenarnya. Sheila On 7, dengan konsistensinya yang menjaga hubungan erat dengan basis penggemarnya, adalah contoh bagaimana identitas pribadi band ini terjalin dengan komunitas mereka di Yogyakarta.
Selain itu, di balik popularitasnya yang luar biasa, Sheila On 7 tidak terjebak dalam ego atau kebanggaan atas kesuksesan pribadi. Mereka sering mengungkapkan rasa syukur atas dukungan penggemar dan masyarakat Yogyakarta yang sudah menjadi bagian dari perjalanan mereka sejak awal. Dalam banyak wawancara, Duta dan anggota lainnya sering kali menyebutkan bahwa mereka tidak pernah melupakan akar mereka, yaitu Yogyakarta, dan merasa bahwa kesuksesan mereka adalah hasil dari kerja keras bersama antara mereka, penggemar, dan komunitas musik di kota tersebut.
Artikel Lainnya
-
27923/11/2024
-
195924/04/2021
-
107209/01/2022