Pentingnya Mengembalikan Kepercayaan Masyarakat

Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial
Pentingnya Mengembalikan Kepercayaan Masyarakat 05/07/2020 1867 view Opini Mingguan merdeka.com

Kemarahan Presiden dalam rapat kabinet 18 Juni 2020 yang lalu menuai respon dari berbagai kalangan masyarakat. Pembawaan sehari-hari presiden yang kalem dan lembut tidak nampak dalam pidato pembukaan rapat tersebut. Topik utama yang paling disoroti Jokowi terkait kinerja menteri dan lembaga-lembaga setingkat menteri lainnya yang masih biasa saja dalam menyikapi situasi krisis yang diakibatkan oleh penyebaran Covid 19.

Sikap biasa saja pejabat kementerian dan lainnya tercermin dari rendahnya penyerapan anggaran. Bidang-bidang khusus yang memang sangat terpengaruh karena adanya pandemi, seperti: bidang kesehatan, bidang ekonomi, dan bidang sosial menjadi ukuran Jokowi dalam analisanya terkait kurang maksimalnya serapan anggaran. Menurut Jokowi minimnya serapan anggaran membuat uang beredar di masyarakat tidak maksimal karena masih banyak dana yang tertahan di kas negara.

Dalam pidato tersebut arahan Presiden jelas agar bawahannya mengambil tindakan yang extraordinary agar berbagai program pemerintah segera terlaksana.

Lebih penting dari itu, kondisi sebagian besar masyarakat terdampak pandemi harus diperhatikan. Perhatian dari pemerintah dapat diwujudkan salah satunya melalui ketepatan sasaran program.

Memang dalam rapat tersebut tercermin sekali kejengkelan presiden terhadap anak buahnya sekaligus besarnya harapan beliau terhadap kinerja anak buahnya untuk menyelamatkan 267 juta rakyat Indonesia. Akan tetapi yang harus menjadi perhatian bersama kemarahan presiden tersebut apakah akan membuat kinerja menterinya lebih baik?

Dalam kondisi krisis seperti sekarang ini memang tidak mudah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara ideal apalagi bagi mereka para pembuat kebijakan yang mengurusi hajat hidup orang banyak. Akan tetapi alasan tersebut jangan dijadikan pembenaran sepenuhnya karena hanya akan menimbulkan rasa pesimis. Kondisi krisis seharusnya juga bisa dijadikan peluang untuk berpikir kreatif dan inovatif agar memunculkan ide-ide baru dan lebih segar.

Selain itu momentum seperti ini juga bisa dimanfaatkan oleh para pejabat untuk meyakinkan masyarakat agar menaruh kepercayaan yang tinggi kepada mereka. Rendah atau tingginya kepercayaan masyarakat tentu akan sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan sebuah program.

Komunikasi yang menjadi kunci dari keteraturan dan efektivitas organisasi memang belum terlihat berjalan dengan baik pada awal periode kedua pemerintahan Jokowi. Masih tingginya ego masing-masing kementerian mengakibatkan ketidakpastian informasi yang diterima masyarakat. Hal-hal dasar seperti ini seharusnya yang harus diperhatikan secara serius.

Untuk itu diperlukan langkah-langkah agar bisa memperbaiki kinerja kementerian atau pun lembaga negara lainnya. Menurut hemat penulis sendiri berbagai langkah yang bisa diambil diantaranya: Pertama memperbaiki koordinasi Presiden dan bawahannya sekaligus juga memperbaiki koordinasi antar kementerian dan lembaga. Tanpa ada koordinasi yang baik tentu akan sulit untuk mengarahkan program agar tepat sasaran.

Kedua, menjauhkan segala kepentingan politik dalam pengambilan kebijakan terkait penanganan pandemi, Dalam situasi seperti ini menghilangkan ego politik masing-masing individu atau pun kelompok tentu sangat diperlukan. Politisasi terhadap setiap program yang dikeluarkan hanya akan menimbulkan masalah baru dan sulit untuk mencari solusinya. Untuk itu kinerja pejabat harus didasari oleh hati nurani yang bersih dari segala kepentingan agar fokus terhadap kesejahteraan masyarakat.

Ketiga menyederhanakan birokrasi yang terlalu berbelit-belit. Sebenarnya dikeluarkannya Perppu No.1 tahun 2020 kemarin membawa angin segar terhadap rumitnya birokrasi di pemerintahan, akan tetapi kenyataan di lapangan tidak seperti itu. Seperti yang diungkapkan oleh Dahlan Iskan dalam acara Indonesia Lawyers Club di TvOne pada tanggal 30 Juni 2020, para birokrat di bawah menteri biasanya akan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan apalagi keputusan tersebut bukanlah “rutinitas” yang mereka kerjakan. Mereka khawatir akan banyak melanggar aturan yang mengakibatkan konsekuensi pidana.

Memang tidak mudah bagi Presiden atau Menteri untuk meyakinkan para birokrat di bawahnya agar bekerja di luar kebiasaan mereka. Untuk itu meskipun kesan kerja extraordinary ini dilaksanakan kepastian payung hukum yang melindungi semua orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan harus diperhatikan dan tidak boleh melanggar konstitusi yang sudah ada.

Dan yang terakhir adalah adanya target yang jelas dan rasional. Penetapan target ini menjadi penting agar kinerja masing-masing lembaga negara dapat diukur sesuai kemampuan sekaligus penentuan langkah selanjutnya setelah program dijalankan. Tentu target ini harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini.

Pada akhirnya kondisi krisis memang harus disikapi dengan tidak biasa-biasa saja. Kewajiban untuk melaksanakan tugas harus didasari hati nurani serta menjauhkan diri dari kepentingan pribadi atau pun kelompok. Semoga kemarahan bapak Presiden kemarin menjadi pelecut kinerja bawahannya agar masyarakat segera mendapatkan manfaat dari program yang telah dilaksanakan.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya