Pemerintahan dalam Selimut Drama Korea

Mahasiswa
Pemerintahan dalam Selimut Drama Korea 16/04/2020 2148 view Politik Pxhere.com

Drama korea atau yang lebih gaulnya disebut drakor, sedang menjadi drama pilihan kaum muda Indonesia. Tak jarang juga anak-anak dan orang tua, ikut terhanyut dalam pusaran drama yang selalu penuh dengan adegan romantis ini.

Karena berbagai keunggulannya, drama korea saat ini lebih diminati oleh kaum muda kita, dibandingkan dengan sinetron tanah air. Keunggulannya yaitu, aktor dan aktrisnya yang memiliki paras menawan, pemerannya banyak, dan jalan ceritanya penuh dengan kisah romantis. Selain itu, jalan cerita yang sulit ditebak, serta selalu mengundang rasa penasaran, menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan muda.

Jika kita membandingkan dengan drama tanah air, jelas masih jauh dari kata menarik bagi kalangan muda, khususnya bagi kaum hawa. Alasan yang paling mendasar adalah, jalan cerita sinetron Indonesia sangat mudah ditebak. Ujung ceritanya adalah yang baik menang, yang antagonis akan mendapatkan azab.

Melihat situasi drama pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 saat ini, mungkin kita dapat mengatakan bahwa pemerintah kita sedang mengadopsi drama korea. Mengapa demikian? Mari kita melihat skenario dari setiap kejadian menarik belakangan ini.

Pemerintahan kita memang bukan aktor dan aktris sungguhan, namun drama yang dipertunjukan belakangan ini, menggambarkan mereka seperti aktor dan aktris papan atas. Drama mereka yang seperti drakor, tidak akan nampak dari rupa para pemerannya. Ya memang, kan pemerannya sudah berumur. Hanya beberapa yang masih boleh kita kaitkan dengan drakor, contohnya para Staf Khusus Presiden yang memang masih muda. Namun persamaan antara drakor dan drama pemerintah terlihat dalam beberapa hal lain.

Pertama, pemerannya banyak dan menghadirkan drama menarik. Sudah bukan hal yang baru, jika kita berbicara para pemeran yang meramaikan drama penanganan Covid-19. Pemerannya adalah, Presiden, DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), Jubir Presiden, Staf Khusus Presiden, para menteri, BIN (Badan Intelejen Negara), BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Gubernur, Bupati/Wali Kota, dan beberapa pemeran pembantu lainnya.

Masing-masing mereka seakan berebut panggung menjadi pemeran utama. Lihat saja beberapa kejadian menarik di balik saling silang pendapat dan sikap para pejabat. Antara Jubir Presiden dan Menteri Sekretaris Negara tentang mudik. Staf Khusus Presiden bidang hukum Dini Shanti Purwono, dengan Menkumham Yasonna H. Laoly tentang pembebasan narapidana kasus korupsi. Kantor Staf Presiden dan Kepala Humas BNPB juga menunjukan perbedaan pendapat tentang kabar adanya staf KSP yang terjangkit Covid-19.

Drama yang tersaji antara mereka pun menjadi pembahasan menarik di berbagai media. Masalah Covid-19 menjadi peluang bagi mereka untuk semakin eksis di media dan akan semakin terkenal. Rakyat dipermainkan oleh berbagai kebijakan yang mereka buat. Kisah romantis antara pemerintah memang dari dulu sulit tercapai, namun kisah romantis antara pejabat sudah biasa. Contoh saja rencana Menkumham Yasonna H. Laoly tentang pembebasan napi koruptor. Ada apa di balik rencana tersebut? Romantisasi antara mereka selalu membuat rakyat iri, rakyat selalu ditikung, dan diberi harapan palsu.

Kedua, jalan ceritanya panjang dan sulit ditebak. Semenjak Covid-19 dikenal publik, yang mana kasusnya terjadi sejak Desember 2019 lalu, berbagai tindakan pemerintah mulai terlihat. Pada 2 Maret 2020, presiden Jokowi mengumumkan kasus Covid-19 telah terjadi di Indonesia. Meski sudah ada kasus yang terjadi, kebijakan-kebijakan pemerintah terlihat lambat dan seakan bergerak secara sunyi.

Ceritanya kemudian berlanjut pada upaya-upaya pengedukasian yang ditujukan kepada masyarakat. Menghadapi budaya masyarakat kita yang selalu menganggap remeh sesuatu, pemerintah terlihat harus lebih ekstra dalam bekerja. Kebijakan bekerja, belajar, dan beribadat dari rumah juga dikeluarkan pemerintah. Upaya penyadaran masyarakat untuk tetap di rumah untuk beberapa saat ini terlihat cukup berhasil, meskipun para pekerja harian masih bekerja di luar rumah. Alasan perut memang tidak bisa tawar menawar, inilah yang kemudian memaksa para pekerja harian, melawan bahaya demi makan.

Kebijakan dengan menggunakan istilah asing juga dikeluarkan pemerintah. Mungkin supaya terlihat gaul, meskipun rakyat ada yang tidak paham tidak masalah. Social distancing dan physical distancing adalah contohnya. Ada juga istilah lain yang selalu diteriaki oleh oposisi, istilah itu adalah lockdown.

Saat ini, kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) harus dikeluarkan pemerintah. PSBB seakan menjadi respon balik pemerintah pusat akibat beberapa kepala daerah yang melanggar otoritas. Beberapa kepala daerah tersebut, secara mandiri melakukan penutupan akses transportasi, penutupan tempat keramaian, dan penutupan tempat pariwisata. Contohnya adalah Wali Kota Tegal yang melakukan lockdown lokal dengan menutup jalur masuk kota tegal, menutup tempat pariwisata, dan memadamkan lampu.

Drama yang coba dimainkan oleh kepala daerah, mendapat teguran dari pemerintah pusat. Kata pemerintah pusat “Pemerintah daerah tidak memiliki wewenang untuk melakukan itu, wewenangnya adalah milik pemerintah pusat.” Untuk mencegah terjadinya pelanggaran otoritas lagi, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan PSBB dan mewajibkan pemerintah daerah untuk memperoleh ijin, sebelum melaksanakan kebijakan PSBB.

Dana 401,5 triliun rupiah digelontorkan oleh presiden sebagai upaya penanngan Covid-19. Selain itu, pemenuhan obat-obat dan alat-alat kesehatan terus dijalankan pemerintah. Upaya pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19 juga dilakukan dengan mengeluarkan himbauan untuk tidak mudik. Meskipun banyak kritikan yang masuk, pemerintahan Jokowi terus bekerja dengan tenang. Sebagai pemeran utama, Jokowi memang harus selalu bisa menenangkan situasi, jika dari pemeran utama sudah tidak mampu mengendalikan situasi, mungkin drama ini sudah tamat sejak awal.

Untuk menghasilakan drama yang berkualitas, tokoh antagonis sudah jelas harus dimunculkan. Terbaru, tokoh antagonis yang muncul adalah anarko, yang merupakan kelompok anarkis. Mereka membangun kepanikan rakyat dengan berbagai tulisan-tulisan yang meresahkan dan berencana melakukan aksi vandalisme. Berbagai dugaan bermunculan, mempertanyakan aktor di balik rencana tersebut. Rencana mereka berhasil digagalkan oleh aparat keamanan, untuk sementara selamatlah negeri kita.

Drama pemerintah memang sangat panjang dan melelahkan. Sudah satu bulan lebih sejak kasus Covid-19 diumumkan untuk pertama kalinya terjadi Indonesia. Berbagai kebijakan juga dibuat silih berganti, namun belum memperoleh titik temu keberhasilan penanganan pandemik ini. Ini akan jadi drama yang panjang kedepannya, karena kasusnya masih terus bertambah.

Selain itu, drama pemerintah juga mengundang rasa penasaran. Kapan lagi akan muncul drama saling klarifikasi antar pejabat? Kapan lagi Jubir Presiden akan meralat berbagai pernyataannya seperti yang yang ia lakukan ketika meralat tentang relaksasi kredit. Kapan lagi perbedaan pandangan dan sikap akan ditunjukan oleh para pejabat? Mungkin di episode selanjutnya.

Berahir indah atau buruk, masih jadi misteri karena drama ini masih berlangsung. Mari menikmati tiap-tiap episode drama mereka.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya