Pemuda sebagai Agent of Solution

Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Pemuda sebagai Agent of Solution 01/09/2020 2276 view Lainnya kontak-perkasaf.com/

Negara yang hebat karena masyarakatnya yang cerdas. Cerdas dalam bersikap dalam menghadapi segala persoalan sosial kemasyarakatan yang terjadi. Khususnya para pemuda, atau milenial sebutan kekiniannya, juga bagian dari masyarakat. milenial dikenal memiliki semangat juang yang tinggi dan menggebu-gebu, dengan pemikiran yang segar serta ide-ide inovatif dan kreatifitasnya seringkali membawa angin segar di tengah masyarakat.

Dinamika perjuangan pemuda memberikan sumbangsih yang besar, sebut saja dalam kemerdekaan Indonesia. Soekarno muda dan kawan-kawan yang menjadi penggerak dalam mengawal perjuangan bangsa baik sebelum dan sesudah kemerdekaan. Ide dan gagasan serta terobosan yang diambil menciptakan hal yang seolah yang tidak mungkin bagi kebanyakan orang menjadi kemungkinan yang berbuah keajaiban hingga memtik buahnya berupa kemerdekaan bangsa dari penjajah Belanda.

Proklamasi kemerdekaan tidak akan mungkin terjadi tanpa adanya peran pemuda yang menculik dan mendesak Soekarno-Hatta agar segera memproklamirkan kemerdekaan.

Ben Anderson pernah mengatakan bahwa pemudalah yang memainkan peran sentral dalam revolusi Indonesia, bukan kaum intelegensia atau kelompok-kelompok kelas yang teraleniasi dalam kancah perpolitikan waktu itu.

Tidak dapat disangkal setiap momentum perubahan yang terjadi tidaklah lepas dari kontribusi dan peran pemuda. ketika berbicara tentang sejarah bangsa Indonesia tidak akan lepas dari peran kaum muda. Sebut saja di Tahun 1928, Indonesia menunjukkan geloranya dengan mendirikan Budi Utomo sebagai penggerak utama dengan mendeklarasikan sumpah pemuda yang menandakan persatuan bangsa. Hal tersebut merupakan manifestasi kesadaran pemuda yang tergabung dalam beragam organisasi tidak lain hanyalah upaya penyatuan bangsa sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonial Belanda. Dan banyak momentum penting lainnya yang disokong langsung oleh pemuda.

“Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan ku cabut Semeru. Beri aku 10 pemuda akan ku guncang dunia”. Bung Karno pun menjunjung tinggi peran pemuda dalam menyokong terwujudnya kemerdekaan tentu ini juga akan berlaku untuk menyokong kemajuan bangsa dari berbagai macam sektornya.

Jika ada yang beranggapan ahh itu dulu berbeda dengan pemuda sekarang. Lihat saja pemuda sekarang kerjaannya rebahan, abai dan kurang perhatian terhadap polemik-polemik sosial yang terjadi. Mungkin saja itu ada yang seperti itu, tapi tidak menutup kemungkinan terhadap adanya pemuda yang baik-baik. Tentu tidak juga dapat men-generalisasi-kan secara keseluruhan mengatasnamakan pemuda. Tidak dapat ditolak memang, besarnya sumbangsih dan kontribusinya dalam histori perjuangan pemuda selama ini.

Saat ini ekonomi global sedang tidak baik-baik saja, Indonesia pun mengalami hal yang sama akibat pandemi berkepanjangan hingga akhirnya memilih berdamai dengan Covid-19. Sangat disanyangkan apabila potensi yang dimiliki kaum muda dianggurkan begitu saja. Dengan diberlakukannya New Normal semua lini kehidupan sosial kemasyarakatan kembali digerakkan harapan dapat memicu kembali pertumbuhan ekonomi yang sedang timpang.

Sepak Bola VS Pemuda

Telah kita lihat dengan seksama perjuangan yang dilakukan di setiap momentum kisah yang terukir abadi dalam sejarah Indonesia. Sekarang saatnya kita tunjukkan peran pemuda penerus estafet perjuangan yang dilakukukan di masa silam.

Sebagai buah harapan bangsa, tentu yang diharapkan bukan sekedar diam dan duduk manis menonton dinamika sosial yang terjadi tanpa memberikan kontribusi apapun. Covid-19 merebak hampir ke seluruh daratan Indonesia. Baik yang masih belia, remaja, hingga yang telah renta menerima dampak dari pandemi Covid-19 ini. Sebagaimana dijelaskan, ekonomi Indonseia sedang tidak baik-baik saja. Siklus perekonomiaan saat ini mengalami penurunan belum lagi masalah-masalah lain yang juga terdampak Covid-19 ini.

Peran pemuda sangat diharapkan sebagai agent of solution untuk mengentaskan bencana ekonomi yang sedang melemah. Bergerak melalui caranya masing-masing tanpa harus jatuh pada tipologi ini dan itu, sehingga terjadi penyeragaman pergerakan yang membuat ruang gerak menjadi sempit. Berperan tidak harus sama, terpenting sesuai pasion dan kemampuan yang dimiliki.

Mari sejenak mengenal teori sepak bola, bagaimana sebuah tim kesebelasan yang tangguh tak terkalahkan menjadi juara di setiap pertandingannya. Bukan tanpa sebab, melainkan strategi dan pemain tangguh dilibatkan. Tim yang terdiri dari 11 orang memiliki posisi yang berbeda, setiap orang memiliki tupoksinya (tugas, pokok, dan fungsinya) masing-masing. Ada yang menjadi penjaga gawang, (Goal keeper), penyerang (striker), gelandang (midfielder), dan bek (defender). Semuanya memiliki tugasnya masing-masing. Tidak mungkin kesemuanya hanya menjadi striker atau penjaga gawang keseluruhan. Jika saja itu terjadi, maka akan terjadi ketimpangan yang dapat saja merusak gaya permainan yang dilakukan. Semua harus tetap bermain dengan posisinya tanpa ada rasa hina dan lebih mulia dari posisi tersebut. Posisi hanyalah posisi, tidak untuk memuliakan dan menghinakan. yang menghinakan dan memuliakan bukanlah posisinya melainkan sikap dan tindakan yang diambil.

Begitupun dalam bermain di lapangan sosial khususnya di masa pandemi. dan anggap saja dalam hal ini Pemuda sebagai pemainnya. Maka tidak semuanya harus menjadi striker dan tidak semuanya harus menjadi bek (defender) atau menjadi posisi lainnya. Untuk menyeimbangkan hal itu. Lapangan sosial mungkin lebih pelik daripada lapangan sepak bola.

Dalam masa pandemi ini mungkin yang cocok sebagai stiker atau garda terdepan adalah seorang dokter dan ilmuwan, karena tidak lain hanya mereka lah harapan salah satunya walau bukan satu-satunya yang merupakan bagian dari masyarakat yang lebih mengetahui perihal Covid-19 tersebut. Lalu, petani lah sebagai pemain bertahan atau bek (defender) dalam menanggulangi krisis pangan yang dialami masyakarakat di masa pandemi dengan tetap bekerja keras merawat tanamannya di sawah. Sehingga kesediaan pangan masih tetap terjaga dan stabil. (Bukan berarti profesi lain tidak memiliki kontribusi dan peran, ini hanya sampel)

Lalu Pemuda sebagai apa? Dan bisa apa? Penonton kah yang hanya bisa bersorak-sorai dan bertepuk tangan?

Menurut hemat penulis posisi yang tepat bagi Pemuda ialah gelandang (midfielder) bukan Gelandangan, sebab posisi midfielder yang central menengahi bek dan striker. Laju depan dan belakang dapat dipengaruhi pemain tengah. Kita ambil saja contoh peristiwa trisakti pada 12-20 Mei 1998, pemerintah sebagai atasan, dan masyarakat sebagai kalangan bawah. Pemerintah membuat kebijakan yang cenderung otoriter untuk melanggengkan kuasa yang diduduki, sedang rakyat diam tidak berdaya seolah-olah keadaan baik-baik saja. Pemuda sebagai penengah turut andil menyuarakan suara rakyat untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan yang berpihak pada rakyat. Dengan semangat berkobar, suara keras turut bersautan tidak lain hanyalah menciptakan negara yang demokrasi harapan menciptakan negara yang adil dan masyarakat yang sejahtera.

Sebagai pemain tengah yang menengahi keduanya dengan tetap memegang teguh tupoksi dengan cara yang sangat beragam sesuai pasion dan kemampuan yang dimiliki dalam upaya menganggulangi Covid-19. Yang mencakup semua sendi-sendi kehidupan, baik dalam sektor kesehatan, pendidikan, sosial kemasyarakatan, olah raga, kebudayaan, keseniaan, kesusastraan, dan pertanian atau lainnya.

Sekali lagi posisi hanyalah posisi, tidak untuk memuliakan dan menghinakan. yang menghinakan dan memuliakan bukanlah posisinya melainkan sikap dan tindakannya yang diambil. Apapun posisinya jika membawa kemaslahatan bangsa dan negara, mengapa tidak? “Lakonah lakonih, Jhalennah Jhelenih, kennenganah kennengih,” Slogan madura yang masyhur di kalangan masyarakat yang berarti; kerjakan apa yang harus dikerjakan, jalani apa yang harus dijalani, dan tempati apa yang harus ditempati. Maka akan terbentuk keseimbangan yang kokoh tidak terbendung sekalipun pandemi masih berlangsung. Tidak akan menjadi masalah jika semua komponen masyarakat telah menjalankan sesuai tupoksinya masing-masing.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya