Dilematis Barak MIliter: Upaya Pembinaan Remaja Bermasalah Atau Pelanggaran Hak?
Barak Militer adalah sebuah fasilitas atau bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal dan pusat pelatihan bagi personel militer, termasuk tentara, polisi militer, atau anggota pasukan bersenjata lainnya. Barak ini dirancang untuk menampung sejumlah besar personel dalam satu area, biasanya dengan fasilitas pendukung seperti ruang makan, kamar tidur, ruang olahraga, dan area pelatihan fisik. Di dalam barak militer, kehidupan sehari-hari diatur dengan disiplin tinggi, mencakup jadwal kegiatan yang ketat, seperti pelatihan fisik, latihan strategi, pembinaan mental, dan kedisiplinan. Tujuan utamanya adalah membentuk kedisiplinan, kebersamaan, dan kesiapan tempur para anggota militer.
Barak militer juga sering digunakan dalam situasi tertentu sebagai tempat pelatihan khusus, termasuk untuk program pendidikan karakter atau pelatihan kedisiplinan, seperti yang terjadi pada program yang diinisiasi oleh Dedi Mulyadi. Dalam konteks ini, barak militer dianggap sebagai tempat untuk menanamkan nilai-nilai disiplin dan tanggung jawab melalui pendekatan yang lebih ketat.
Kebijakan Gubernur Jawa Barat terkait Barak Militer menuai Pro dan Kontra. Kontroversi seputar Dedi Mulyadi, yang mengirimkan siswa bermasalah ke barak militer untuk mengikuti program pendidikan karakter telah memicu perdebatan luas di masyarakat. Program ini, yang dikenal sebagai "Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan," ditujukan bagi pelajar yang dianggap mengalami masalah kedisiplinan, seperti kecanduan game online, merokok, atau terlibat tawuran. Selama 14 hari, para siswa menjalani pelatihan di lingkungan militer dengan harapan dapat membentuk kembali karakter mereka.
Namun, pendekatan ini menuai kritik dari berbagai pihak. Beberapa pengamat dan aktivis hak anak menilai bahwa menempatkan anak-anak di lingkungan militer tanpa dasar hukum yang jelas dan tanpa kurikulum yang terstruktur dapat melanggar hak-hak anak. Mereka khawatir bahwa metode pelatihan yang keras dapat berdampak negatif pada perkembangan psikologis anak, serta tidak menjamin perubahan perilaku yang diharapkan.
Menanggapi kritik tersebut, Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa program ini dilaksanakan atas permintaan orang tua yang merasa kesulitan menangani perilaku anak-anak mereka. Ia menekankan bahwa tujuan utama program ini adalah untuk memberikan pendidikan karakter melalui pendekatan disiplin yang berbeda.
Di sisi lain, beberapa orang tua peserta program melaporkan adanya perubahan positif pada anak-anak mereka setelah mengikuti pelatihan di barak militer. Mereka menyebutkan bahwa anak-anak menjadi lebih disiplin, rajin beribadah, dan menunjukkan perilaku yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Ketika pendidikan formal gagal membentuk karakter remaja, banyak orang tua dan pejabat publik tergoda untuk mencari jalan pintas. Salah satunya adalah kebijakan kontroversial yang digagas oleh Dedi Mulyadi: mengirimkan anak-anak dengan perilaku menyimpang ke barak militer. Program yang dikemas sebagai “Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan” ini ditujukan untuk remaja yang terjerat kecanduan gawai, rokok, atau kenakalan remaja seperti tawuran.
Menurut Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi Indonesia melalui Keppres No. 36 Tahun 1990, anak-anak berhak tumbuh dalam lingkungan yang aman, bebas dari kekerasan fisik maupun psikologis. Mereka juga memiliki hak atas pendidikan yang mendukung pengembangan pribadi dan sosial secara utuh. Ketika pendekatan pembinaan dilakukan dalam suasana militeristik dengan gaya komunikasi keras, tekanan fisik, dan suasana penuh subordinasi maka risiko pelanggaran HAM anak menjadi nyata.
Dari perspektif kebijakan publik, ini merupakan refleksi dari lemahnya perencanaan dan evaluasi. Masyarakat cenderung fokus pada hasil jangka pendek anak menjadi patuh namun abai terhadap dampak jangka panjang, seperti trauma, represi emosional, atau rasa tidak percaya diri. Bahkan jika perubahan perilaku tampak nyata, kita perlu bertanya: apakah perubahan itu tumbuh dari kesadaran atau dari rasa takut?
Kita tentu tidak menolak pentingnya kedisiplinan dalam pendidikan. Namun pendekatan militer bukan satu-satunya cara. Pendidikan karakter dapat ditanamkan lewat metode yang lebih humanis: dialog, terapi psikologis, kegiatan berbasis komunitas, serta keterlibatan aktif guru dan orang tua. Negara seharusnya memperkuat layanan konseling di sekolah, memperbanyak ruang intervensi dini, dan memberikan pelatihan kepada pendidik dalam menghadapi remaja dengan masalah perilaku.
Melihat fenomena tersebut, saya merasa perlu menyampaikan bahwa lingkungan barak militer mampu membentuk kedisiplinan secara nyata dan memeberikan manfaat. Pertama, di sana, anak-anak dilatih untuk bangun pagi, mengikuti jadwal yang teratur, taat aturan, serta bekerja sama dalam tim. Nilai-nilai ini sangat penting untuk kehidupan mereka di masa depan, dan sering kali sulit diajarkan di sekolah atau di rumah yang tidak punya sistem seketat itu.
Kedua, banyak orang tua merasa sangat terbantu. Mereka melihat perubahan positif setelah anaknya mengikuti pelatihan ini: anak jadi lebih sopan, lebih rajin beribadah, dan lebih bisa menghargai orang tua. Ini bukan sekadar kesan sementara, tapi awal dari perubahan perilaku yang lebih baik.
Ketiga, barak militer memberi jeda dari lingkungan pergaulan yang buruk. Anak-anak dijauhkan sementara dari teman-teman yang berpengaruh negatif. Dalam suasana baru yang lebih tertib, mereka bisa di kontrol, diajak merenung, dan diberi dorongan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik.
Tentu saja, pendekatan ini harus dijalankan dengan pengawasan yang baik, tanpa kekerasan, dan tetap memperhatikan hak anak. Tapi menolak seluruh ide hanya karena khawatir terhadap potensi pelanggaran, bisa membuat kita kehilangan solusi yang sebenarnya efektif bagi sebagian remaja. Karena itu, saya memandang program barak militer bukan sebagai pelanggaran hak anak, tapi sebagai upaya serius untuk menyelamatkan generasi muda dari perilaku destruktif dengan cara yang tegas, terstruktur, dan bisa memberikan dampak nyata.
Artikel Lainnya
-
81912/02/2023
-
59025/11/2022
-
24224/04/2025
-
Merawat Nasionalisme Kaum Muda dalam Konteks Perkembangan Zaman
76620/12/2022 -
Transparansi Dana Desa Dalam Penanganan Covid-19
202423/05/2020 -
93530/10/2022
