Menelaah Faktor Penyebab Inflasi

Koordinator Statistik Kecamatan
Menelaah Faktor Penyebab Inflasi 14/02/2021 1318 view Ekonomi suarainqilabi.com

Inflasi merupakan data ekonomi yang cukup populer. Setiap bulan, inflasi dikabarkan ke banyak pihak lewat berbagai media. Tak terkecuali di awal tahun, dimana harga barang merangkak naik.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi Riau bulan Januari 2021 sebesar 0,44 persen. Tampak bahwa inflasi yang bertepatan di awal tahun ini lebih rendah dibandingkan bulan sebelumya yang sebesar 0,55 persen. Apabila dirinci menurut jenis kelompok pengeluaran, maka inflasi tertinggi terjadi pada kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran (1,69%), disusul kelompok makanan, minuman dan tembakau (0,65%) dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya (0,47%).

Sebenarnya banyak momen yang menyebabkan inflasi, bukan ketika awal tahun atau menjelang Idul Fitri saja, tetapi juga disebabkan oleh pengaruh perubahan distribusi barang, perubahan nilai tukar rupiah, suhu politik/rumor dan lain-lain. Namun secara garis besar, hanya dua faktor penentu utama yang memicu inflasi, yaitu keseimbangan supply dan demand.

Apabila supply lebih sedikit dari demand, maka inflasi terjadi. Sebaliknya kalau supply lebih banyak dari demand, maka deflasi yang terjadi. Sebagai contoh, misalkan supply beras di pasar hanya sekitar 70 ton, sementara demand beras sekitar 100 ton. Kondisi ini akan mendorong pedagang menaikkan harga beras, karena yakin pasti dibeli. Akibatnya harga beras naik dan inflasi terjadi. Sebaliknya kalau supply beras sekitar 100 ton, sementara demand hanya 70 ton. Maka pedagang akan bersaing dengan menurunkan harga beras agar laku. Hal ini mengakibatkan turunnya harga beras di pasaran, sehingga deflasi terjadi.

Angka inflasi dihitung berdasarkan data perkembangan harga barang dan jasa. BPS mendapatkan data tersebut melalui survei yang dilakukan setiap minggu di pasar. Survei tidak dilakukan pada sembarang pasar, tetapi hanya dilakukan pada pasar swalayan dan tradisional. Selain itu barang dan jasa yang dipantau harganya, tidak sembarang dipilih, tetapi dipilih yang paling banyak dikonsumsi masyarakat luas dan besarnya porsi konsumsi tersebut menjadi penimbang dalam menghitung inflasi.

Semakin besar nilai penimbang suatu barang dan jasa, maka semakin besar pengaruh perubahan harga barang dan jasa tersebut terhadap inflasi. Hal itulah yang menyebabkan mengapa kalau harga beras naik sedikit saja, sudah membuat angka inflasi melonjak, karena penimbang beras tinggi. Alasan penimbang beras tinggi, karena hampir semua masyarakat makan nasi yang diolah dari beras. Demikian pula dengan cabai, minyak goreng, gula, telur ayam, tarif listrik, tarif air dan BBM, yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Berbeda halnya dengan petai dan jengkol, yang tidak terlalu diminati masyarakat, meskipun harganya naik, pengaruhnya kecil terhadap inflasi. Demikian juga dengan berlian, jasa pijat, batu akik, batu bacan dan lain-lain, perubahan harganya hampir tidak mempengaruhi inflasi. Makanya pemerintah lebih peduli kepada perubahan harga beras, cabai, minyak goreng, gula, telur ayam, tarif listrik, tarif air dan BBM, daripada perubahan harga petai, jengkol, apalagi pada harga batu akik, batu bacan, berlian, jasa pijat, dan lainnya.

Kondisi itulah yang mengakibatkan mengapa inflasi umumnya terjadi di bulan Ramadhan dan cenderung lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan biasanya.

Momen buka puasa bersama ataupun aktivitas saling mengunjungi/silaturahmi di bulan Ramadhan, acapkali membuat konsumsi kebutuhan pokok masyarakat cenderung bertambah dan lebih beragam di banding hari-hari biasanya. Sementara konsumsi barang-barang kebutuhan pokok yang lebih besar daripada ketersediaan barang, tentu akan banyak berpengaruh terhadap peningkatan harga-harga kebutuhan pokok yang banyak di konsumsi masyarakat.

Apalagi dengan kebijakan THR baik dari pemerintah maupun perusahaan/swasta, membuat uang beredar di masyarakat sedikit lebih banyak daripada hari-hari biasanya. Masyarakat pun akan lebih leluasa dalam membeli barang yang diingininya. Tentu kondisi ini membuat hukum supply dan demand berlaku lagi, sehingga inflasi terpacu lagi.

Namun demikian, meskipun inflasi tidak dapat dihindari, peran pemerintah sangat dibutuhkan agar kenaikan harga atau inflasi masih terjaga dalam batas normal, utamanya menjelang hari raya Idul Fitri. Salah satunya dengan menjamin ketersediaan barang, sehingga meskipun konsumsi (demand) barang meningkat, tetapi supply barang tetap ada.

Selain itu operasi pasar pun dapat dilakukan, agar para pedagang tidak seenaknya menaikkan harga barang. Tidak hanya itu, masyarakat pun dapat berperan dalam menjaga inflasi agar tetap terkendali, misalnya dengan tidak berlebihan/boros dalam membelanjakan harta di luar batas kebutuhannya. Akan lebih bijak jika disedekahkan kepada fakir miskin atau anak-anak yatim yang lebih membutuhkan, baik itu melalui Zakat ataupun bentuk lainnya, sehingga inflasi terjaga, kemiskinan pun berkurang.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya