Pemimpin Terpilih, Drama Kekuasaan, dan Tugas Masyarakat

MAHASISWA STFK LEDALERO
Pemimpin Terpilih, Drama Kekuasaan, dan Tugas Masyarakat 27/02/2021 1348 view Politik Tempo.co

Setelah melewati pelbagai pergolakan, akhirnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak sudah usai. Rakyat sudah melaksanakan kewajiban dan menggunakan hak pilih untuk menentukan pilihannya. Alhasil, para pemimpin baru terpilih dan beberapa kepala daerah terpilih itu sudah dilantik pada tanggal 26 Februari 2021. Semua itu menyatu dalam bingkai pesta demokrasi di tengah pandemi covid-19.

Para pemimpin baru yang terpilih kembali mengangkat dan memekarkan harapan rakyat selama lima tahun ke depan. Bahwasannya, para pemimpin baru yang terpilih hendak membawa “angin segar” dalam pembangunan. Angin segar itu dapat dimengerti dan dipahami sebagai perubahan nyata di dalam kehidupan masyarakat. Tentu, hal ini sesuai dengan visi-misi, slogan-slogan dan janji-janji yang sudah disampaikan oleh para pemimpin terpilih semasa kampanye. Harapannya, semua visi-misi, slogan-slogan dan janji-janji itu dapat diimplementasi dengan baik selama lima tahun masa kepemimpinan di masa-masa yang akan datang.

Drama Kekuasaan

Abraham Lincoln, sebagaimana dikutip Peter Tan dalam bukunya “Paradoks Politik: Pertautannya dengan Agama dan Kuasa di Negara Demokrasi”, pernah mengatakan bahwa jika Anda ingin menguji karakter sejati seseorang, beri dia kekuasaan (Tan, 2018:49). Dalam hal ini, Lincoln menunjukkan bahwa karakter sejati seseorang akan tampak ketika dia memiliki kekuasaan. Kekuasaan menjadi media atau sarana untuk mengaktualisasikan diri yang sesungguhnya.

Begitu pula dengan para pemimpin baru yang sudah terpilih pada pilkada serentak 9 Desember yang lalu. Mereka sudah diberi kuasa oleh rakyat. Maka, karakter mereka akan diuji dan ditantang setelah mereka memenangkan pertarungan yang sengit untuk merebut kursi panas kekuasaan.

Sebagai rakyat yang sudah melaksanakan kewajiban dan menggunakan hak suara, kita akan segera menyaksikan “drama” atau “pementasan” yang luar biasa dari para pemimpin terpilih. Tentunya, “drama-drama” kekuasaan yang akan disajikan sangat menarik sekaligus menggugah hati dan pikiran kita sebagai rakyat. Sebab, kita berpotensi menyaksikan dua jenis drama kekuasaan, yaitu drama kekuasaan yang baik dan drama kekuasaan yang busuk atau licik.

Drama kekuasaan yang baik tampak dalam hal pelaksanaan visi-misi, slogan-slogan dan janji-janji yang sudah disampaikan. Dalam hal ini, drama kekuasaan yang baik adalah drama kekuasaan yang bergerak dan berjalan ke arah cita-cita luhur nan mulia, yaitu kesejahteraan rakyat, bukan kesejahteraan pribadi, golongan, maupun kesejahteraan partai-partai pendukung.

Sebaliknya, drama kekuasaan yang busuk atau licik tampak dalam hal pengingkaran janji-janji, serta terbengkalainya visi-misi dan slogan-slogan karena tidak diimplementasikan. Dalam hal ini, drama kekuasaan yang busuk atau licik adalah drama kekuasaan yang lebih mementingkan atau memprioritaskan kepentingan pribadi, golongan, maupun kepentingan partai-partai pendukung, tanpa mempedulikan jeritan dan aspirasi rakyat. Konkretnya, drama kekuasaan yang busuk atau licik itu tampak dalam korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), politik identitas, politik diskriminatif, politik dinasti, dan lain-lain.

Tugas Masyarakat

Terhadap dua jenis drama kekuasaan yang potensial terjadi, rakyat tidak boleh tinggal diam. Sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di dalam negara demokrasi, rakyat (demos) perlu menyikapi kedua-duanya dengan sikap, perilaku dan tindakan yang baik dan benar. Sebab, rakyat memiliki peran penting sebelum, selama dan sesudah pilkada. Oleh karena itu, rakyat tidak hanya berperan sebagai penonton yang duduk dan diam, tetapi rakyat memiliki hak dan kewajiban untuk berpartisipasi dalam drama kekuasaan yang akan dikomandoi oleh para pemimpin terpilih.

Dalam hal ini, hak dan kewajiban rakyat tidak hanya sampai pada pemilihan di balik kotak suara. Rakyat bukan hanya voters (pemilih), melainkan juga partisipan. Rakyat memiliki tugas luhur nan mulia untuk memantau dan mengawasi dengan kritis pelaksanaan kekuasaan dari para pemimpin terpilih. Masyarakat mesti mendukung jalannya roda pemerintahan dengan memantau dan mengawasi sikap, perilaku dan tindakan para pemimpin baru yang akan berkuasa.

Bila perlu, rakyat menuntut pengimplementasian visi-misi, slogan-slogan, dan janji-janji yang pernah dilontarkan oleh para pemimpin terpilih. Agar dengan demikian, pemimpin terpilih dapat menjalankan kekuasaannya dengan baik dan benar sesuai amanah dan harapan rakyat yang memilihnya. Paling kurang, pemimpin terpilih dapat merealisasikan visi-misi, slogan-slogan, dan janji-janji yang pernah disampaikan.

Bila terjadi penyelewengan atau pengingkaran janji-janji, rakyat berhak dan wajib melakukan aksi protes terhadap pemimpin yang terpilih itu. Aksi protes itu dapat dilakukan melalui dialog, kritikan-kritikan, dan anjuran-anjuran. Intinya, aksi protes itu dilakukan dengan cara yang aman dan damai, serta berorientasi pada hal-hal yang baik dan berguna bagi kesejahteraan umum. Sebab, pada hakikatnya, kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin terpilih adalah kekuasaan rakyat. Dalam artian, kekuasaan yang sesungguhnya tetap berada di tangan rakyat dan para pemimpin terpilih hanya menjalankan amanah atau mandat dari rakyat yang memercayakannya.

Penulis melihat semuanya itu sebagai partisipasi rakyat dalam politik. Artinya, sebagai rakyat yang eksis di dalam suatu negara, masyarakat wajib berpartisipasi ketika para pemimpin terpilih sudah memegang atau menggenggam kekuasaan. Terkait partisipasi ini, Richard Dagger mengatakan: “Warga negara yang berkebajikan adalah orang yang menganggap partisipasi politik sebagai suatu sumbangsih yang niscaya -dan barangkali juga (sebagai) suatu sumbangsih yang menyenangkan - demi kebaikan masyarakat” (Felix Baghi (ed.), 2009: 211). Artinya, masyarakat Indonesia dapat dianggap sebagai masyarakat yang bijak, arif, dan cerdas ketika masyarakat Indonesia sungguh-sungguh terlibat aktif dalam mengawasi, memantau dan mengendalikan kekuasaan dari pemerintah, termasuk mengawasi, memantau dan mengendalikan kekuasaan dari para pemimpin terpilih.

Sebab, pemerintahan yang baik akan terwujud dan pembangunan-pembangunan di daerah akan terealisasi ketika masyarakat tidak meninggalkan pemerintah berjalan sendirian dalam menjalankan kekuasaan. Oleh karena itu, rakyat mesti bergandengan tangan dengan para pemimpin terpilih untuk mengimplementasikan dan mensukseskan visi-misi, slogan-slogan dan janji-janji yang pernah disampaikan oleh para pemimpin terpilih selama lima tahun ke depan.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya