Moralitas Dan Kebahagiaan: Pandangan Stoikisme Terhadap Kehidupan Modern
Di dunia modern yang penuh dengan gangguan dan tekanan, mencapai kebahagiaan sering kali menjadi hal yang sulit dipahami. Masyarakat sering kali menghubungkan kebahagiaan dengan pencapaian materi, kepemilikan barang-barang mewah, atau pengakuan sosial. Namun, filsafat Stoikisme, yang berasal dari peradaban Yunani-Romawi Kuno, menawarkan pandangan yang berbeda: kebahagiaan sejati hanya dapat diperoleh melalui kehidupan yang bermoral dan sesuai dengan rasio. Dalam Stoikisme, moralitas bukan hanya pedoman hidup, tetapi juga kunci untuk memperoleh ketenangan batin di tengah dunia yang penuh kekacauan.
Stoikisme berkembang pada abad ke-3 SM di Athena, dengan Zeno dari Citium sebagai pendirinya. Ajaran ini kemudian diperluas oleh tokoh-tokoh terkenal seperti Epictetus, Seneca, dan Marcus Aurelius. Prinsip utama Stoikisme adalah pandangan bahwa kebahagiaan sejati (eudaimonia) tidak bergantung pada faktor eksternal seperti harta, kesehatan, atau status sosial, melainkan pada cara kita merespons peristiwa yang terjadi.
Bagi para Stoik, dunia terbagi menjadi dua bagian: hal-hal yang dapat kita kendalikan (pikiran, tindakan, keputusan) dan hal-hal yang berada di luar kendali kita (cuaca, pandangan orang lain, hasil usaha). Dengan fokus pada apa yang bisa kita kendalikan dan menerima dengan lapang dada hal-hal yang tidak dapat kita ubah, kita bisa mencapai kebebasan batin dan kebahagiaan.
Dalam Stoikisme, moralitas merupakan pusat dari kehidupan yang baik. Para Stoik meyakini bahwa hidup sesuai dengan kebajikan seperti kebijaksanaan, keberanian, keadilan, dan pengendalian diri adalah satu-satunya jalan menuju kebahagiaan sejati. Kebajikan tidak dipengaruhi oleh keadaan eksternal, tetapi tercermin dalam integritas kita sendiri.
Sebagai contoh, Epictetus dalam Discourses menekankan bahwa meskipun kita tidak bisa mengendalikan perlakuan orang lain terhadap kita, kita bisa mengontrol cara kita meresponsnya. Seneca, dalam esainya On the Happy Life, berpendapat bahwa kekayaan dan kemewahan tidak akan mendatangkan kebahagiaan jika jiwa kita tidak selaras dengan kebajikan.
Moralitas juga mengajarkan kita bahwa kebahagiaan bukan berarti menghindari penderitaan, tetapi lebih kepada bagaimana kita menghadapinya dengan sikap yang tepat. Marcus Aurelius dalam Meditations sering menulis tentang pentingnya menerima takdir (amor fati) dan menjalani hidup dengan keberanian, apapun tantangan yang datang.
Walaupun berasal dari masa lalu, ajaran Stoikisme tetap relevan dalam konteks kehidupan modern. Di tengah masyarakat yang seringkali mengagungkan pencapaian materi, Stoikisme mengingatkan kita untuk lebih fokus pada nilai-nilai internal daripada pencapaian eksternal.
Dalam dunia yang serba cepat, banyak orang merasa tertekan oleh ekspektasi dan ketidakpastian. Stoikisme mengajarkan kita untuk menerima hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan dan memusatkan perhatian pada apa yang bisa kita lakukan. Prinsip ini sangat berguna dalam menghadapi stres, tekanan pekerjaan, hubungan, atau tantangan hidup lainnya.
Dengan Stoikisme, kebahagiaan tidak lagi bergantung pada pencapaian yang sifatnya sementara, tetapi pada kedamaian batin. Ajaran ini membantu kita untuk tidak terjebak dalam siklus mengejar hal-hal yang seringkali tidak membawa kebahagiaan sejati.
Krisis global seperti pandemi, perubahan iklim, atau ketidakstabilan ekonomi adalah contoh ketidakpastian yang memengaruhi hidup kita. Dengan menerima bahwa banyak hal berada di luar kendali kita dan tetap berpegang pada kebajikan, kita dapat menghadapi situasi sulit dengan keberanian dan ketenangan.
Meskipun Stoikisme menawarkan banyak manfaat, menerapkannya dalam kehidupan modern bukan tanpa kesulitan. Lingkungan sosial dan budaya sering kali mendorong kita untuk mengukur nilai diri dengan pencapaian atau pengakuan eksternal. Selain itu, kebiasaan bereaksi emosional terhadap situasi sulit juga dapat menghalangi upaya kita untuk hidup sesuai dengan ajaran Stoik.
Namun, tantangan ini justru menjadi kesempatan untuk melatih kebijaksanaan dan pengendalian diri. Stoikisme bukanlah tentang kesempurnaan, melainkan tentang upaya berkelanjutan untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip kebajikan.
Stoikisme menawarkan pendekatan yang kuat dan relevan untuk menjalani kehidupan yang bermoral dan bahagia di dunia yang penuh dengan distraksi dan tekanan. Dengan memfokuskan perhatian pada kebajikan dan menerima hal-hal yang berada di luar kendali kita, kita dapat menemukan kebahagiaan sejati yang tidak bergantung pada faktor eksternal.
Dalam kata-kata Marcus Aurelius: “Kebahagiaan hidupmu tergantung pada kualitas pikiranmu.” Stoikisme mengajarkan kita untuk mengarahkan pikiran dan tindakan kita menuju kebajikan, sehingga kita dapat menjalani hidup yang bermakna dan penuh kedamaian. Di tengah kompleksitas dunia modern, filsafat kuno ini dapat menjadi panduan yang berharga dalam mencapai kebahagiaan sejati.
Artikel Lainnya
-
173322/03/2021
-
106818/06/2020
-
111422/09/2021
-
Meninjau Kembali Makna Kemerdekaan Kita
133417/08/2021 -
Lock Down, Sanggupkah Kota Pekanbaru?
165525/04/2020 -
129901/11/2019
