Mengubah Ketakutan Anak Didik Pemasyarakatan dalam Melihat Masa Depan

Pencarian jati diri adalah salah satu proses yang harus dilakukan seorang anak dalam membangun masa depannya. Cakrawala pencarian jati diri dan cita-cita tersebut masihlah terbuka sangat luas. Acapkali anak tersebut dihadapkan oleh permasalahan dan pilihan yang harus dilalui untuk dapat mengerti siapa dirinya dan akan menjadi apa dia di masa depannya.
Menurut Seginer, R (2009) orientasi masa depan adalah kemampuan individu untuk memprediksi dan mengantisipasi beberapa kemungkinan sebagai upaya untuk mengatur serta merencanakan masa depan mereka. Dalam proses tersebut, sering kali ada kegagalan yang terjadi dan anak harus memilih jalan yang salah dikarenakan pemilihan keputusan dan pola pikir yang masih labil.
Selain itu, pada era teknologi modern yang cepat seperti saat ini, perubahan gaya hidup yang bergerak sangat cepat mengubah pola konsumerisme dan sosial anak yang berakhir pada tindakan-tindakan kriminal sehingga harus berurusan dengan hukum dan berakhir dalam Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) ataupun Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS). Tercatat oleh Dirjen Pemasyarakatan pada bulan Desember 2019 ada 2068 anak, Desember tahun 2020 ada 1757 anak dan per September 2021 ada 1696 anak berada pada LPKA dan LPAS.
Anak Didik Pemasyarakatan (AndikPAS) ini secara sadar atau tidak sadar membentuk ketakutan dan rasa bersalah karena sudah melakukan pelanggaran dalam memilih jalan dalam penentuan masa depannya tersebut. Anak juga merasa bahwa dirinya adalah orang yang tidak berguna dan sukar untuk kembali ke masyarakat. Apalagi di era moderen seperti sekarang. Berita menyebar lebih cepat ke masyarakat sehingga orang-orang disekitar anak tahu pelanggaran apa saja yang sudah di lakukan. Hal tersebut menambah pemikiran pemikiran negatif yang ada pada diri anak.
Ketakutan yang Mengakar
Mengapa kebanyakan AndikPAS mempunyai ketakutan dalam melihat masa depannya? Salah satu alasan kuat timbulnya pemikiran negatif dan ketakutan berlebihan pada diri AndikPAS adalah mereka mendengar bahwa lapas adalah tempat yang menakutkan.
Cerita bahwa lapas adalah tempat yang keras dan membuat orang di cap sebagai “sampah masyarakat” semakin turun menurun. Hal ini diperparah dengan cerita cerita bahwa ketika dewasa nanti mereka akan kesusahan dalam mencari pekerjaan dan penghidupan. AndikPAS ini juga merasa bahwa masa muda mereka terenggut dan tidak memiliki waktu yang sama dengan anak pada umumnya untuk mengembangkan diri.
Beberapa klien AndikPAS yang saya tangani mengatakan, bahwa di awal ketika mereka masuk ke dalam lapas, ada perasaan depresi dan ketakutan tidak diterima sebagai manusia seutuhnya dalam masyarakat. Hal ini terus berjalan hingga mereka keluar dari lapas dan mendapatkan hak integrasinya. Walaupun ketakutan-ketakutan tersebut berkurang, namun tetap ada sedikit kebimbangan yang membekas.
Peran dalam Membina
Kemudian, bagaimana peran pemasyarakatan, keluarga serta masyarakat seharusnya dalam mengatasi ini? Menurut Pasal 1 ayat 3 UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, dijelaskan bahwa Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sementara, menurut UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Pasal 1 ayat 24, yang dimaksud dengan Balai Pemasyarakatan (Bapas) adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan.
Selayaknya tempat pembinaan, LPKA dan Bapas berusaha untuk membangun citra yang bersahabat untuk AndikPAS dengan mengadakan pelatihan pelatihan yang sesuai dengan minat bakat AndikPAS tersebut. Sebagai contoh, salah satu klien AndikPAS di LPKA Kupang mendapatkan pelatihan dalam hal memangkas rambut hingga akhirnya mahir. AndikPAS yang lain mendapatkan pelatihan bermain musik dan komputer.
Ketika ditanya, apakah pelatihannya berdampak untuk diri mereka, keduanya menjawab bahwa hal ini sangat membantu mereka dalam membangun rasa percaya dirinya. Juga perasaan saling menjaga dan menguatkan di dalam LPKA sendiri menjadi salah satu titik tumbuhnya rasa percaya diri AndikPAS tersebut.
Hal ini juga diperkuat dengan adanya pengawasan dan pembimbingan yang intens oleh Bapas ketika AndikPAS tersebut menjalani segala proses integrasi baik di dalam LPKA maupun di luar LPKA. Peran aktif dari kedua instansi tersebut seharusnya mampu untuk menjadi salah satu pondasi dalam membangun kepercayaan diri AndikPAS.
Dukungan keluarga dan masyarakat menjadi peran penting dalam menghadapi ketakutan menghadapi masa depan AndikPAS tersebut. Dengan adanya kunjungan secara langsung secara intensif maupun melalui daring (Dalam Jaringan) dalam masa pandemi seperti ini, dapat membantu memberi dukungan moral kepada mereka.
Saling menguatkan adalah pondasi yang lain agar anak dapat merasakan bahwa mereka dicintai dan diperdulikan ketika keluar nanti. Masyarakat seharusnya juga membantu AndikPAS tersebut dalam menghadapi kehidupannya menuju masa depan. Dengan peran aktif dari LPKA, Bapas, keluarga, serta masyarakat, AndikPAS diharapkan dapat menyingkirkan pemikiran negatif pada dirinya, lebih memiliki rasa percaya diri, dan keahlian dalam menjalani kehidupan menuju masa depannya.
Artikel Lainnya
-
128420/09/2020
-
32129/10/2023
-
106403/04/2022
-
155518/01/2021
-
202607/11/2021
-
Sinetron Azab; Hidayah atau Tata-cara Komedi Bekerja
282917/07/2020