Merayakan Hari Buku Internasional di Tengah Corona

Guru SMPN 3 Wulanggitang, Flores Timur
Merayakan Hari Buku Internasional di Tengah Corona 24/04/2020 1278 view Pendidikan Freepik.com

Buku adalah jendela dunia. Sebagaimana jendela kalau dibuka kita akan melihat dunia sekitar dengan pemandangan indah, begitu pun buku kalau. Melalui buku kita dapat menjelajahi belahan dunia lain.

Di dalam buku terkandung banyak informasi. Juga tersimpan banyak pengetahuan. Yang semuanya hanya bisa disibak dengan membaca. Sebagaimana kata Seus, “The more you read, the more things you will know, the more that you learn, the more place you’ll go.” Semakin banyak kamu membaca, semakin banyak yang kamu ketahui, semakin banyak yang kamu pelajari, semakin banyak tempat yang kamu kunjungi. Singkatnya berteman dengan buku memperluas wawasan kita.

Menyadari pentingnya buku bagi manusia UNESCO, badan PBB yang menangani Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan pada tahun 1995 menetapkan 23 April sebagai Hari Buku Internasional. Setiap tahun dipilih salah ibu kota negara sebagai World Book Capital atau Ibu Kota Buku Dunia.

Tahun 2020, Kuala Lumpur, Malaysia dipilih menjadi Ibu Kota Buku Dunia dengan tema “Caring Through Reading.” Ada empat tema yang diusung yaitu membaca dalam segala bentuk, pengembangan infrastruktur industri buku,inklusivitas dan aksesibilitas digital, dan pemberdayaan anak melalui membaca.

Bagaimana sikap bangsa kita terhadap buku? Disadari bahwa rasa cinta bangsa Indonesia terhadap buku mulai pudar. Halmana tergambar dari berbagai survey tentang budaya membaca masyarakat Indonesia. UNESCO misalnya, melaporkan bahwa dari 1000 orang Indonesia hanya satu yang memiliki kebiasaan membaca. Oh my God. Begitu burukkah kita memperlakukan buku sehingga tidak meluangkan waktu untuk membacanya?

Dari pengalaman sebagai guru, saya menemukan bahwa budaya membaca di lingkungan sekolah memang memprihatinkan kalau tidak mau dikatakan buruk. Warga sekolah baik pendidik, tenaga kependidikan maupun siswa hampir tidak memiliki waktu untuk membaca. Tetapi kabar baiknya, bila disodorkan buku, mereka begitu antusias menerima dan membacanya.

Pengalaman ini menghantar saya pada kesimpulan bahwa budaya membaca kita memang rendah; kekurangan, atau lebih tepatnya ketiadaan buku adalah penyebabnya. Karena itu buku adalah jawaban atas persoalan literasi membaca bangsa.

Ketika survey tentang budaya membaca melaporkan hasil serupa, kita seperti kebakaran jenggot. Tidak mungkin budaya membaca kita seburuk itu. Apa pun “protes” yang dilayangkan, itu tidak akan menyelesaikan soal. Untuk mengusir rasa malas membaca, kita mesti beraksi. Gerakan menyebarkan buku bacaan dan ajak banyak orang untuk membaca. Itu solusinya. Selain itu hanya retorika.

Aksi itu pelan-pelan sudah dimulai. Di sekolah gerakan literasi perlahan dihidupkan. Setiap pagi warga sekolah diwajibkan membaca lima belas menit sebelum aktivitas pembelajaran dimulai. Di masyarakat taman baca mulai didirikan. Bertebaran dari kota hingga pelosok. Solidaritas menggalang bahan bacaan untuk didonasikan ke taman bacaan digawangi oleh Pustaka Bergerak Indonesia. Buku-buku bacaan didistribusikan ke seluruh Nusantara.

Aksi ini didukung pemerintah yang menggratiskan pengiriman buku ke seluruh wilayah tanah air pada tanggal 17 setiap bulan melalui Kantor Pos Indonesia. Walau belakangan mekanisme pengirimannya sudah berubah, gerakan ini setidaknya menjawab kekurangan buku bacaan yang dialami selama ini.

Di saat ini dunia sedang menghadapi serangan virus SAR-COV-2. Menghdapi pandemik covid-19, Indonesia menerapkan kebijakan social distancing: bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah dari rumah.

Saat menjalankan social distancing, buku menjadi teman setia saya. Saya memiliki lebih banyak waktu untuk membaca buku. Mendalami isinya. Menimba inspirasi dari para penulis buku. Bersama buku social distancing dapat saya jalani dengan baik. Benar pepatah Arab, “Sebaiknya-baiknya teman duduk paling setia adalah buku.”

Tiga hari lalu saya memilih buku Menjadi Guru Hebat Zaman Now untuk menemani saya. Hari ini saya menuntaskan buku karya Robert Bala tersebut. Adalah kebetulan saya selesai membaca buku ini di hari buku internasional. Ketika memilih buku ini tiga hari yang lalu untuk dibaca, saya tidak memasang target harus membaca dalam tiga hari. Seperti kebiasaan saya tidak membuat janji dengan diri untuk membaca buku dalam kurun waktu tertentu.

Ketika memilih sebuah buku untuk dibaca, saya memang berkomitmen untuk harus membacanya hingga tuntas. Tetapi durasi waktu membaca buku tidak saya tentukan. Sebuah buku bisa saya baca dalam satu, kadang berhari-hari, dan kadang bisa berminggu-minggu.

Dalam buku Menjadi Guru Hebat Zaman Now Pak Robert menandaskan bahwa guru hebat zaman now adalah guru yang menulis. Dan untuk bisa menulis guru harus membaca. Artinya guru yang hebat menjadikan buku sebagai sahabat. Robert menulis, “Seorang guru mestinya memiliki target untuk membaca minimal menyelesaikan satu buku per bulan (hal.136).

Perayaan Hari Buku International di tengah pandemik covid-19 adalah momen merayakan cinta pada buku. Hari Buku Internasional mengingatkan kita akan pentingnya buku dan menumbuhkan minat baca. Di saat aktivitas di luar rumah dibatas, sekolah-sekolah ditutup, buku menjadi kekuatan menjalankan aktivitas di rumah. Pandemik covid-19 adalah moment untuk semakin akrab dengan buku. Lalu buku apa yang anda baca hari ini?

Selamat Hari Buku Internasional.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya