Menimbang Untung dan Buntung dari Kenormalan Baru

Pendidik
Menimbang Untung dan Buntung dari Kenormalan Baru 31/05/2020 1650 view Opini Mingguan pixabay.com

Pada minggu-minggu terakhir ini istilah new normal ramai diperbincangkan. Hal ini bermula dari Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas lewat video conference, Rabu (27/5/2020). Konsep new normal ini dimaknai oleh Presiden Joko Widodo sebagai berdamai dengan virus atau membiasakan diri berdampingan dengan virus.

Terkait istilah New Normal ini, saya lebih senang menyebutnya dengan istilah kenormalan baru sebagaimana telah digunakan oleh badan bahasa. Kenormalan baru ini sendiri diartikan sebagai kata sifat dan kata keadaan(adjective). Kenormalan baru dirumuskan sebagai seperangkat nilai, aturan, tatanan, pedoman, panduan yang mengatur tata cara berperilaku dalam berbagai aspek kehidupan yang baru yang sebelumnya tidak ada.

Konsep kenormalan baru yang diajukan ini sontak mengundang pro dan kontra. Yang pro menyatakan ini sebagai solusi untuk menyelamatkan perekonomian kita yang semakin terpuruk dengan tetap mematuhi protokol pengendalian penyebaran corona.

Sedangkan kelompok yang kontra mengatakan hal ini sebagai langkah yang terburu-buru karena kita sesungguhnya belum melewati masa puncak seperti negara-negara lain yang telah mencoba menerapkan ini.

WHO sendiri menetapkan enam poin yang menjadi persyaratan diberlakukanya kenormalan baru. Pertama di daerah yang diterapkan data menunjukan bahwasanya transmisi virus corona sudah mampu dikendalikan. Kedua negara sudah mempunyai kapasitas sistem kesehatan masyarakat yang mumpuni, meliputi kemampuan mengidentifikasi, mengisolasi, menguji dan mengkarantina pasien covid-19. Ketiga resiko penularan di minimalisir di wilayah yang rentan. Keempat, pencegahan ditempat kerja harus mengikuti protokol. Kelima, resiko penyebaran dari wilayah lain harus dipantau dan diperhatikan dengan ketat. Dan terakhir masyarakat harus dilibatkan untuk memberikan masukan dalam proses masa transisisi kenormalan baru.

Jika kita melhat poin-poin di atas tadi, apakah kita sudah memenuhi itu? Jika itu memang sudah dipenuhi dan kita sudah menganalisis dan mengkalkulasikanya secara mendalam saya rasa tidak salah kita mengambil langkah menuju kenormalan baru. Tetapi jika kita belum berada pada posisi tadi sebaiknya kita fokus terlebih dahulu menuju keenam poin tadi.

Pemerintah Indonesia sendiri mengajukan tiga persyaratan untuk menerapkan konsep kenormalan baru. Pertama reproduksi efektif di suatu wilayah harus di bawah 1 selama 14 hari. Ini berarti setiap satu orang pasien penderita tidak boleh menulari penyakit kepada lebih dari satu orang. Kedua, kesiapan sistem kesehatan. Dan terakhir kemampuan pemerintah dalam melakukan test yaitu memenuhi target mengetes dengan kapasitas 10-12 ribu perhari.

Menurut hemat saya sendiri menuju kenormalan baru ini pada akhirnya akan kita lakukan karena memang tidak mungkin kita berdiam diri, akan tetapi dalam melakukanya perlu analisis dan kalkulasi mendalam. Juga butuh persiapan yang matang dan hendaknya ini tepat sasaran, jangan nantinya justru melahirkan persebaran baru covid-19.

Sebelum melakukan kenormalan baru ini hendaknya pemerintah memetakan lebih dahulu daerah mana yang yang layak menerapkanya. Jadi untuk menerapkanya kita harus menganalisisnya secara parsial bukan secara menyeluruh. Sebagai contoh untuk daerah hijau menurut hemat saya ada baiknya terlebih dahulu kita berikan petunjuk untuk melaksanakan kenormalan baru ini. Perekonomian di daerah hijau ini perlu kita jaga dan hidupkan terlebih dahulu, dan ini bisa kita jadikan sebagai penyangga daerah zona merah. Akan tetapi akses masuk dan keluar dari daerah hijau harus dijaga ketat agar zona hijau tetap terjaga.

Jika kita ingin menerapkanya pada daerah zona merah, baiknya itu kita lihat pada zona merah yang telah menerapkan PSBB. Untuk daerah merah yang belum menerapkan PSBB kiranya jangan langsung diberlakukan kenormalan baru. Mengapa saya katakana demikian? Pada daerah yang sudah melakukan PSBB setidaknya sudah dilakukan upaya yang maksimal untuk memutus mata rantai covid-19 akan tetap pada daerah yang belum menerapkan PSBB bisa saja penyebaran di sana sesungguhnya sudah besar hanya saja karena keterbatasan kita dalam melakukan test yang masif kita tidak melihat pertambahan yang signifikan. Maka untuk daerah yang masih zona merah yang belum PSBB ini biar kita evaluasi dahulu sembari melihat tingkat keberhasilan kenormalan baru pada zona hijau dan zona merah yang telah melakukan PSBB,

Jika pada nantinya melakukan kenormalan baru ini pada daerah yang sudah selesai PSSB, sebaiknya dimulai dari kementerian dan ASN yang terkait terlebih dahulu. Jika ini sudah berhasil dan bisa diberikan contoh yang baik kita bisa bergerak ke skala yang lebih besar. Perusahaan-perusahaan dan objek yang terkait dengan perekonomian bisa dibuka dengan tetap menerapkan aturan protokol kesehatan. Akan tetapi dalam pembukaan ini hendaknya di awasi cukup ketat, dan jelas rambu rambu yang harus dipatuhi tiap instansi ataupun perusahaan. Dan jika ada ditemukan pelanggaran dan tidak sesuai dengan protokol pada perusahaan tersebut hendaklah ditindak tegas untuk dilarang kembali beroperasi hingga semuanya sesuai standar.

Untuk melakukan kenormalan baru ini saya harap kita cukup berfokus pada sektor ekonomi dahulu sedangkan untuk sekolah hendaknya jangan dahulu terlebih untuk daerah yang zona merah. Karena sekolah merupakan kerumunan yang sangat berpotensi besar untuk menimbulkan penyebaran baru. Sebagai contoh negara Korea Selatan sempat melakukan kenormalan baru yaitu dengan membuka sekolah akan tetapi esoknya sekolah kembali ditutup karena ditemukan penyebaran baru.

Intinya dalam melaksanakan kenormalan baru ini kita tidak boleh mengevaluasinya secara nasional akan tetapi secara parsial berdasarkan penyebaran di daerah. Kita seringkali melakukan kebijakan secara nasional padahal penyebaran di tingkat daerah berbeda-beda. Mari kita kalkulasikan untung dan buntung di setiap daerah yang memiliki penyebaran yang berbeda ini, Jika sudah diperhitungkan dengan matang dan daerah tersebut sudah layak untuk melakukanya saya rasa hal yang baik kita menuju kenormalan baru ini.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya