Mengenal Humanisme Ekologis Marx
Seringkali interpretasi Marx terhadap humanisme menjurus pada konsepsi Marx muda: kritik Marx terhadap alienasi dalam sistem kapitalisme. Penafsiran terhadap humanisme Marx hampir-hampir tak pernah jauh dari konsepsi itu. Marx ditampilkan sebagai sosok yang memiliki keprihatinan terhadap masayarakat pada zamannya yang terantai dan seolah sulit lepas dari jeratan kapitalisme. Begitu saja. Kurang lebih.
Pemahaman yang demikian dibantah secara bernas dan dihias dengan wajah yang baru oleh John Bellamy Foster dalam tulisannya yang berjudul Marx’s Critique of Enlightenment Humanism: A Revolutionary Ecological Perspective. Dalam tulisan tersebut, humanisme Marx bukanlah mirip dengan humanisme pencerahan yang kelihatannya membebaskan, namun sebenarnya mengekang praktik kolonialisme. Kita tahu bagaimana setelah akal budi menjadi tonggak utama masyarakat Eropa mereka justru tak humanis dalam arti bahwa mereka menjalankan sistem kolonialisme dengan dalih bahwa orang yang mereka tundukkan adalah orang yang tak manusiawi dan karenanya perlu dimanusiakan.
Dan toh, seperi ditulis Marx, filsuf pada masa pencerahan tak pernah habis membantai spiritualitas Kristen. Dalam hal ini, terjadi perpecahan ideologis antara idealisme absolut dengan materealisme mekanis yang juga absolut. Yang satu menguliti segala sesuatu dalam cakupan roh absolut dan yang lain menguliti yang sensual dalam realitas material. Namun pada dasanya mereka berdua setuju pada obsesi humanisme pencerahan: penaklukan atas alam.
Dalam mengkonsepsi humanisme, Marx bersandar sepenuhnya pada materealisme. Namun, materealisme di sini bukanlah materalisme Feuerbach yang pasif dan melihat manusia hanya sebatas objek indra. Marx bersandar pada materalisme yang historis, di mana ia melihat manusia dalam roda gerak sejarah. Marx berbicara manusia sebagai aktivitas manusia yang bergerak dan dinamis senafas dengan gelombang sejarah yang menghampirinya.
Pun walau terpengaruh dengan materealisme Epikurus yang melihat alam semesta secara atomistik, ia tidak sepakat dengan deterministiknya. Oleh karenanya, ia mencoba melihat alam semesta ini dalam cara pikir dialektis. Apa yang kemudian dihasilkan oleh Marx adalah teori metabolisme sosial dan keretakan metabolis. Yang satu menyatakan bahwa corak produksi sosial manusia dilakukan dalam alam semesta ini dan yang lainnya menyatakan bahwa kontradiksi antagonis atau ketimpangan dalam relasi sosial produksi bertentangan dengan metabolisme alam semesta yang menyebabkan krisis ekologis.
Foster mencatat bahwa ekologi Marx mewujud sepenuhnya dalam teorinya tentang metabolisme sosial dan keretakan metabolisme. Apa yang dianggap metabolisme alam sebenarnya adalah proses gundamental yang mendasari semua keberadaan, entah organik ataupun anorganik, senafas dengan materi, gerak dan level organisasi. Karena itu, hal tersebut menggambarrkan bahwa perkembangan teori ekologi secara universal yang mana kategori-kategori laiknya ekosistem, biosfer dan sistem bumi mempunyai metabolsime sebagai basisnya.
Menurut Marx, metabolisme sosial mesti dipahami sebagai mediasi manusia dari metabolisme universal alam melalui proses kerja dan produksi. Keretakan metabolisme atau keretakan yang tidak bisa diperbaiki dalam proses metabolisme sosial yang saling bergantung merepresentasikan cara di mana metabolisme sosial yang terasing bertentangan dengan metabolisme alam sehingga menghasilkan krisis ekologis.
Analisis Marx mengenai keretakan metabolisme dalam kapitalisme industri pada zamannya mulanya berfokus pada perampasan tanah melalui nutrisi tanah, seperti nitrogen, fosfor, dan potassium yang berjumlah ratusan attau bahkan ribuan mil dalam bentuk makanan dan serat ke pusat-pusat manufaktur perkotaan yang baru yang mana konstituen dasar bumi ini ujungnya mencemari lingkungan dan bukan kembali ke tanah.
Dengan lain kata, Marx berbicara mengenai kerusakan lingkungan yang terjadi pada masanya seperti, perampasan milik bersama, degradasi tanah, penggundulan hutan, banjir, gagal panen, penggurunan, perusakan spesies, kekejaman terhadap hewan, pemalsuan makanan, polusi, racun kimia, epidemi, pemborosan sumber daya alam (seperti batu bara), perubahan iklim regional, kelaparan, kelebihan populasi, dan kerentanan terhadap kepunahan spesies manusia itu sendiri.
Ada tuduhan yang sering dilekatkan pada Marx: pertama, Marx seringkali dianggap sebagai sosok prometheanisme yang mengeksponensi produktivitas industri secara besar-besaran. Padahal dalam The Poverty of Philosophy, Marx justru mengkritik proudhoun yang melihat alam semesta ini secara mekanik. Kedua, Marx seringkali dianggap abai terhadap makhluk non-manusia. Padahal dalam karya-karyanya ia sering berbicara mengenai entitas non manusia seperti hewan.
Di zaman sekarang ada sekolompok filsuf yang mengklaim dirinya sebagai posthumanis. Mereka berusaha menawarkan pandangan ekologisnya terkait apa yang terjadi pada masa kini dengan corak materealisme baru. Namun, sebagaimana dicatat oleh Foster, pemikiran mereka tak memiliki tendensi filsafat praksis yang karenanya tak bisa dijadikan suatu pembebasan bagi manusia maupun alam. Mereka hanya berbicara mengenai ontologi berorientasi objek, mencoba untuk mendemokratisasi antar berbagai entitas makhluk yang ada di muka bumi ini. Dengan utopis mereka menganggap bahwa entitas non-manusiawi bisa bertindak revolusioner. Namun mereka tak pernah berbicara mengenai eksploitasi dan penindasan kapitalisme. Karena itu, gagasan mereka tak bisa dijadikan sebagai instrumen pembebasan.
Artikel Lainnya
-
263816/03/2020
-
42825/07/2024
-
86820/03/2022
-
Mengakhiri Drama Penyalahgunaan Dana KIP-K
63706/05/2024 -
Mahasiswa dan Identitas Pergerakan
259913/06/2020 -
110914/01/2024
