Mainstraem Media yang Minim Apresiatif
Membaca berita dan opini di Majalah Tempo hari-hari ini membuat saya resah. Saya resah lantaran berita dan opini yang dimuat, kurang menampilkan aspek edukasi kepada masyarakat. Yang ditampilkan ialah kritikan-kritikan pedas terhadap pemerintah. Di mata Majalah ini, seolah tidak ada hal baik dan benar yang dilakukan pemerintah. Semua kebijakan dan keputusan pemerintah “seolah” semuanya salah.
Dua kalimat dalam opini dan berita, pada edisi 14 Juni 2020 misalnya, diawali dengan kalimat yang menggelitik. “Pemerintah harus membatalkan rencana penggelontoran dana talangan kepada Badan Usaha Milik Negara,” kemudian “Pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam pemberantasan terorisme merupakan penghinaan terhadap supremasi sipil.”
Ada banyak pernyataan lain yang disampaikan dalam berita dan opini majalah ini, yang hemat saya “seolah” sedang membusung dada dan mengatakan “berita yang kami sampaikanlah yang paling benar.” Frasa “Harus membatalkan,” “penghinaan terhadap supremasi sipil” memunculkan banyak pertanyaan-pertanyaan dalam benak saya.
Apakah Badan intelijen Negara, pakar hukum di Istana, dan pejabat-pejabat terkait lainnya yang terlibat dalam pengambilan keputusan kurang kompeten. Ataukah Pak Jokowi bekerja sendirian. Bukankan masyarakat harus mempercayai para pakar dibandingkan jurnalis yang hanya mengetahui sebagian saja dari keputusan penting pemerintah. Atau mungkin media ini telah dirasuki oleh para pembenci pemerintah yang ingin negara ini runtuh.
Pertanyaan-pertanyaan ini adalah bentuk keprihatinan saya sebagai kaum muda atas minimnya apresiasi Majalah Tempo khususnya, dan masyarakat pada umumnya terhadap pemerintah. Saya tidak sedang mendukung pemerintah dalam segala kebijakannya yang mungkin salah, tetapi sekali lagi, cara kita menyampaikan kritikan harus dengan solusi yang cerdas. Tidak cukup mengkritik, tetapi kritik dengan cara-cara yang santuy.
Sebagai manusia, Pak Jokowi juga bisa salah, sama seperti manusia lainnya. Tetapi mungkin di tengah situasi yang sulit sekarang ini, kita harus bisa bergandengan tangan dalam bekerja sama. Saya ragu dengan pemimpin lain, tetap menjalankan roda pemerintahan dengan baik di tengah situasi seperti sekarang ini.
Memang ada kebijakan yang menuai protes, tetapi tidak ada negara yang sungguh-sungguh siap dengan wabah Corona ini. Negara seperti Italia, Amerika, Inggris yang adalah negara-negara maju, kelabakan menghadapi Corona, apalagi Indonesia dengan segala fasilitas yang serba terbatas dan sulitnya menerapkan kedisiplinan kepada masyarakatnya. Tanpa kerja sama yang baik, kita tidak akan bisa menyelesaikan masalah ini.
Pak Jokowi hemat saya, sudah bekerja dengan sangat keras untuk menyelamatkan warga dan mempertahankan perekonomian negara agar tidak ambruk.
Di periode kedua ini sebenarnya ada banyak perencanaan yang telah dibuat, tetapi karena Corona semua harus ditunda untuk sementara waktu. Namun banyak sekali mata yang buta melihat hal baik yang telah dibuat itu.
Bahkan banyak yang bangga menjadi tukang kritik, yang kadang karena kebencian tidak beralasan atau ketidakpuasan pribadi yang bersangkutan dan bukan kinerja pemerintah. Ingat kata Pak Prabowo, “Pak Jokowi berkerja keras untuk rakyat, bukan untuk diri dan kepentingan partainya semata.” Kalimat Pak Prabowo lahir karena melihat kerja nyata Pak Jokowi bersama para menterinya.
Sekedar bertanya pada diri masing-masing, seandainya kita selalu dikritik tanpa memberi solusi pasti sakit hati. Apalagi jika posisi kita sebagai orang penting dan segala hal baik yang kita lakukan selalu dilihat buruk. Memang kebebasan berekspresi di zaman ini terbuka lebar bagi siapa saja. Siapa saja bisa menyampaikan kritik.
Tetapi kita lahir dalam budaya Indonesia, yang mencintai budaya apresiatif. Ekspresi kebebasan harus pada taraf yang terukur. Hemat saya, Majalah Tempo adalah majalah terpercaya dan majalah mainstream negeri ini. Statusnya yang terpercaya kiranya perlu dibarengi apresiasi terhadap kinerja pemerintah. Jika di dalamnya berkumpul barisan sakit hati, kiranya perlu melihat lebih jeli lagi kerja nyata pemerintah.
Jangan-jangan benar apa yang dikatakan Pak Ade Armando dalam postingan terbarunya di Cokro TV, “Bahwa media-media kita sedang dirasuki oleh pembenci pemerintah sehingga kerjanya hanya mencari kesalahan-kesalahan saja.” Dalam hal apresiasi, Kita bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal ramah, santun dan apresiatif.
Ingat budaya baik itu dan teruskan kepada generasi muda yang masih mencari identitas keindonesiaan yang baik dan luhur yang diwariskan leluhur. Generasi muda tentunya ingin tumbuh, bukan sebagai tukang kritik, tetapi agen of change bagi bangsa dan tanah air Indonesia.
Artikel Lainnya
-
48813/04/2024
-
46619/06/2025
-
108621/08/2021
-
Antikritik dan Mispersepsi Membaca Kritik
178410/12/2021 -
Pangan dan Minimnya Kepedulian Kepala Daerah
103012/05/2020 -
Bahaya Emansipasi dan Feminisme
321912/03/2020
