Lockdown atau Tidak ? Solidaritas adalah Modal Utama
Sejal awal Februari Covid-19 terdeteksi hadir di Indonesia, sebagian masyarakat geger dan mengalami kepanikan massal. Namun lebih parahnya lagi ialah di saat pemerintah pun gugup dan gagap dalam menghalau pandemi ini. Pemerintah cenderung menegasikan ancaman dari keberadaan virus Covid-19, sehingga dampak konkret dari lalainya pemerintah dalam merespon pandemi Covid-19 ini adalah melonjaknya angka korban yang positif terjangkit dan meninggal dunia. Dari hasil update data pemerintah mengenai kasus Covid-19 per tanggal 21 Maret 2020, terdapat 450 orang positif terjangkit, 38 orang meninggal dan 20 orang sembuh.
Pandemi Covid-19 adalah ujian bagi seluruh negara di dunia. Covid-19 dengan kentara menguji solidaritas antar negara hingga solidaritas antar individu. Kemunculan Covid-19, mampu memukul telak banyak negara maju, seperti China, Italia dan Finlandia serta dengan cepat mampu menghantam keras negara kita tercinta, Indonesia. Maka dalam fase seperti sekarang ini, pemerintah dituntut untuk bekerja cepat dan tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Informasi dan koordinasi antar lembaga, dari pusat hingga ke daerah, merupakan salah satu kunci utama agar kebijakan yang akan diimplementasikan mampu menghasilkan impact positif dan konkret terhadap situasi dan kondisi di seluruh lapisan masyarakat.
Keputusan pemerintah menetapkan pandemi Covid-19 pada tingkat darurat nasional serta menghimbau seluruh masyarakat untuk menerapkan social distancing merupakan langkah positif. Namun demikian, usaha tersebut tidaklah cukup untuk menahan penyebaran virus Covid-19 melihat terus meningkatnya korban yang terjangkit. Pemerintah sudah tidak bisa berleha-leha, pemerintah perlu melakukan tindak lanjut yang lebih tegas dan komprehensif. Menangani pandemi seperti sekarang, tentu tidaklah cukup dengan hanya mengeluarkan himbauan. Pemerintah, khususnya Presiden, dalam hal ini harus bertindak lebih tegas dan menuangkannya kedalam Instruksi Presiden (Inpres) atau Keputusan Presiden (Keppres) sebagai bentuk keseriusan pemerintah.
Ketidaktegasan dan inkonsitensi jajaran pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan berdampak buruk pada stabilitas sosial masyarakat, sehingga masyarakat pun mendesak pemerintah untuk segera menerapkan Lockdown. Sebuah alternatif kebijakan yang diimplementasikan di banyak negara seperti China, Italia bahkan Malaysia untuk melawan penyebaran wabah Covid-19. Lockdown merupakan kebijakan isolasi wilayah dengan cara menghentikan aktivitas publik, laju transportasi umum, pergerakan ekonomi dan membatasi aktivitas lainnya yang memerlukan interaksi banyak orang secara sementara.
Sebenarnya, menurut hemat saya, kondisi Indonesia sekarang berada dalam fase semi-lockdown. Sebab, pemerintah pusat dan daerah secara serempak telah menghentikan sementara beberapa sektor, seperti pendidikan yang mengganti metodenya menjadi daring dan sektor pelayanan publik yang merubah pola kerjanya dengan menerapkan Work Form Home (WFH). Kebijakan-kebijakan tersebut sebenarnya merupakan breakdown atau terjemahan lanjutan dari himbauan untuk menerapkan social distancing yang sedari awal telah di-sosisalisasi-kan oleh pemerintah.
Namun, desakan dari masyarakat tak kunjung mereda melihat himbauan tersebut tidak berdampak signifikan. Semakin banyak kelompok dan golongan masyarakat yang menyampaikan kritik salah satunya dilansir oleh CNN Indonesia, Pengamat dari Universitas Indonesia, Andri W Kusuma menyatakan bahwa lockdown harus dilakukan agar pemerintah tak lebih terlambat menangani corona. Lebih lanjut lagi Andri menjelaskan bahwa lock down merupakan kebijakan yang dibutuhkan untuk membatasi sementara ruang interaksi masyarakat. Hal tersebut diperkuat dengan minimnya fasilitas kesehatan dan terbatasnya tenaga medis. Jika tidak segera dilakukan, kemudian semakin bertambahnya korban , Rumah Sakit dipastikan akan kewalahan.
Ujian Solidaritas Bangsa
Situasi dan kondisi bangsa Indonesia saat ini bukan hanya ujian bagi pemerintah saja, lebih dari itu pandemi covid-19 merupakan ujian bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Kebijakan jenis apapun yang sudah diimplementasikam atau akan diimplementasikan, pada dasarnya akan selalu membutuhkan partisipasi masyarakat.
Seefektif apapun lock down ketika diterapkan di beberapa negara saat ini, sangat bisa dipastikan bahwa negara dan masyarakatnya telah siap bersama-sama menanggung konsekuensi. Namun ketika melihat fenomena yang terjadi di masyarakat kita, malah justru terbalik. Masyarakat terbelah, sebagian mendukung dan pro aktif terhadap kebijakan yang dipilih dan diterapkan pemerintah. Sebagiannya lagi tidak peduli dan cenderung melakukan tindakan-tindakan provokatif dan merugikan orang lain.
Perlu diketahui oleh kita bahwa dalam proses implementasi kebijakan publik, variabel yang menjadi pendorong dalam memaksimalkan impact, selalu lebih dari satu variabel. Konteks hari ini, proses implementasi kebijakan dalam melawan virus corona, perlu di dorong oleh variabel sosilogis, yaitu kita sebagai masyarakat. Sebelum lockdown benar-benar diterapkan di suatu daerah terjangkit, masyarakatnya terlebih dulu harus mampu berbagi peran. Ditinjau secara mikro, tiap-tiap individu yang pasti memiliki perbedaan dalam menanggapi pandemi ini, dituntut untuk merekatkan relasi sosialnya dengan satu dasar yang sama yaitu solidaritas kemanusiaan.
Menurut saya, masyarakat Indonesia mampu solid dalam melawan wabah covid-19. Bagaimana tidak, ketika dahulu pada tahun 2004, Provinsi Aceh lumpuh total didera bencana tsunami. Berbagai kelompok dan seluruh lapisan masyarakat di pulau sumatera hingga papua melakukan galang dana dan hadir menjadi relawan untuk membantu proses rehabilitasi. Dengan fakta sejarah tersebut menunjukan bahwa masyarakat kita berada dalam fase soldaritas organis. Perbedaan pandangan, suku, ras dan golongan tidak menjadi hijab untuk membantu memulihkan dan meringankan beban saudara kita di Aceh, kala itu.
Kini, konteks keadaannya tentu jauh berbeda, tapi ada yang sama dari kejadian bencana tsunami dahulu dengan bencana wabah covid 19 sekarang, yaitu keduanya bencana yang merenggut korban jiwa, keduanya sama-sama berada pada tingkat kebijakan darurat nasional dan sama-sama memerlukan solidaritas. Kebijakan pemerintah untuk melakukan lockdown atau tidak, hasilnya bergantung pada kerjasama negara dengan masyarakat dan sejauhmana solidaritas kita mampu memenuhi ruang publik untuk menggerakkan peran antar sesama warga masyarakat.
Kebijakan lockdown, yang berdampak isolasi total wilayah tertentu, bukanlah hal yang sulit ketika masyarakat mampu kooperatif dan pemerintah mem-backup maksimal kebutuhan masyarakat daerah terjangkit tersebut. Demikian juga, kebijakan untuk tidak mengambil langkah lockdown pun akan maksimal ketika negara mampu berkolaborasi dengan banyak pihak untuk menekan penyebaran virus baik dengan perusahaan maupun rumah sakit swasta dan didorong dengan solidaritas organik yang tumbuh dari masyarakat.
Emil Durkheim menerangkan bahwa dalam masyarakat dengan solidaritas organis serta mengandung diferensiasi yang tinggi memungkinkan orang-orang untuk bekerja sama, berbagi peran dan saling menopang satu sama lainnya.
Sejalan dengan itu, maka kebijakan pemerintah untuk melakukan lockdown atau tidak, keberhasilan dari keduanya, bukan hanya bergantung pada tingkat kejelasan dan ketegasan pemerintah saja, tapi juga bergantung pada tingkat solidaritas kita sebagai masyarakat sebagai modal dasar sekaligus pendorong dari setiap kebijakan pemerintah yang siap untuk diimplementasikan.
Solid Masyarakat Kita. Lekas Pulih Indonesia.
Artikel Lainnya
-
135101/12/2020
-
43426/01/2025
-
182917/01/2025
-
Progresivisme Pendidikan: Strategi Pendekatan Psikologis
315709/05/2020 -
Kematian yang Tidak Ditakuti Cioran
58310/09/2023 -
Ekonomi Digital: Strategi Solutif di Tengah Pandemi
163718/11/2020
