Progresivisme Pendidikan: Strategi Pendekatan Psikologis

Mahasiswa
Progresivisme Pendidikan: Strategi Pendekatan Psikologis 09/05/2020 3075 view Pendidikan Pixabay.com

Progresivisme merupakan suatu gerakan yang diinisiasi pada tahun 1918. Aliran ini bermula sebagai gerakan reformasi umum di masyarakat dan kehidupan politik Amerika pada awal abad ke-19 dan awal abad ke-20 (Pohan, 2019: 109).

Progresivisme mengakui dan mengembangkan asas progresivitas – kemampuan bergerak maju secara psikologis – dalam semua realitas kehidupan agar manusia tetap survive menghadapi semua tantangan hidup, dan secara praktis melihat segala sesuatu dari segi keagungannya.

Progresivisme sering disebut juga aliran instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan inteligensi manusia merupakan alat hidup untuk kesejahteraan dan pengembangan pribadi manusia. Lingkungan menjadi medan eksperimen dan pengalaman dijadikan prioritas yang mesti dicapai sebagai arena pembuktian kebenaran atau teori.

Dalam konteks dunia pendidikan, progresivisme meletakkan asas belajar yang berpusat pada peserta didik; melihat individu sebagai subjek dalam kaitannya dengan proses pendidikan. Tujuannya adalah menjadikan peserta didik berkualitas dan progress sebagai generasi yang mempu menjawab tantangan peradaban zaman.

Suatu hal yang menarik bahwa aliran ini lebih menekankan proses daripada produk – mata pelajaran lebih dilihat sebagai alat daripada target kurikulum. Produk hanya merupakan hasil konstruksi yang sedianya membantu menopang proses pendidikan itu sendiri.

Aspek metodologis menjadi titik fokus dengan mengedepankan fleksibilitas, yang artinya proses pembelajaran disesuaikan dengan kondisi dan tidak terpaku pada materi baku. Peserta didik lebih diarahkan untuk berinteraksi dengan lingkungan tempat belajar yang menjadi medan aplikasi konkret.

Di sini pulalah integritas pendidik ditantang. Pendidik mesti mampu menerjemahkan keadaan pribadi siswa – kemampuan, minat, bakat – dan mengarahkannya melalui pendekatan psikologis praktis tanpa memaksakan materi atau informasi.

Pendidikan sebagai Proses Kehidupan

Dalam bukunya “My Pedagogic Creed” John Dewey menulis, pendidikan adalah suatu proses dari kehidupan bukan persiapan masa yang akan datang. Profesor asal Amerika yang dipengaruhi aliran progresivisme ini memberi penekanan pada upaya konkret menyangkut persiapan peserta didik saat sekarang ketimbang masa depan yang belum jelas.

Sebetulnya pendidikan, sebagaimana Dewey, merupakan suatu proses kehidupan yang betul-betul melihat dan menjalankan realitas konkret masa sekarang. Masa depan bukanlah orientasi dasariah, tetapi ia dengan sendirinya tercipta manakala proses yang dilalui sekarang menunjukkan progresivitas dan konsisten.

Pendidikan adalah suatu proses yang melibatkan pengalaman-pengalaman, menyertakan lingkungan sebagai arena belajar yang kondusif. Hal ini bukan berarti materi pelajaran tidak begitu penting diterapkan, tetapi justu materi itu diadaptasikan dengan situasi dan kondisi. Dengan demikian, proses belajar menjadi lebih luwes tanpa terpaku pada target hampa yang masih berupa angan-angan di masa depan.

Makna suatu kehidupan tentu kita rasakan melalui pengalaman-pengalaman konkret. Kita berproses pada jalur kehidupan yang dinamis, yang sewaktu-waktu dapat berubah. Oleh karena itu, kita dituntut secara adaptif menghadapi dunia dengan kompleksitasnya.

Demikian pun pendidikan. Ia adalah proses yang berlangsung pada suatu jalur dinamis. Alhasil, modifikasi sistem dalam pendidikan menjadi suatu hal yang wajar, karena memang dituntut keadaan dunia yang tidak konstan.

Pada tataran ini, modifikasi sistem mesti dengan atensi khusus pada pembentukan peserta didik, bukan menambah otoritas pendidik dalam proses pembelajaran. Hal ini penting mengingat titik sentrum pembelajaran adalah siswa atau peserta didik. Dengan demikian, pemangkasan regulasi yang mendominasi peranan guru atau pendidik mutlak dibuat. Demikian pun sebagai sebuah proses, pendidikan mesti terkoneksi dengan lingkungan sebagai tempat belajar serta sebagai medan aplikasi konkret.

Srategi Pendekatan Psikologis

Aliran progresivisme memberi penekanan pada sentralitas peran peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru atau pendidik diharapkan menjadi figur yang mampu memfasilitasi kebutuhan belajar peserta didik. Fleksibilitas dalam pembelajaran menjadi aspek penting, mengingat materi kurikulum yang baku sering kali membuat peserta didik kurang bergairah mengikuti pelajaran.

Konsep aliran progresivisme menawarkan pendekatan psikologis yang bisa diterapkan oleh para pendidik dalam proses pembelajaran. Tugas guru atau pendidik adalah membimbing, menciptakan situasi yang baik dan nyaman bagi peserta didik. Pendekatan psikologis dalam hal ini adalah kemampuan guru memberikan motivasi belajar kepada peserta didik tanpa harus dijejali dengan informasi atau materi.

Hemat saya, dengan menempatkan peserta didik pada titik sentrum pembelajaran – membiarkan mereka menyadari bakat, kemudian difasilitasi secara efektif – seluruh proses pendidikan akan berjalan fleksibel.

Fleksibilitas dituntut karena kita tidak mengharapkan terciptanya situasi kaku dalam seluruh proses pembelajaran. Dan bagaimana pun juga, tugas guru atau pendidik adalah mengarahkan dan membimbing peserta didik. Ia tidak semestinya menuntut melampaui batas kemampuan peserta didik, apalagi hal yang dituntut itu di luar jangkauan minat peserta didik.

Karena pendidikan adalah sebuah proses, maka tuntutan yang besifat kaku atau pemaksaan materi di luar kemampuan siswa – semisal menjejali siswa dengan materi-materi baku seturut kemauan guru, memaksakan teori tertampung di kepala siswa tanpa merangsang siswa untuk proaktif dalam proses pembelajaran atau demi orientasi pada target bahwa materi-materi harus kelar pada waktunya tanpa mempedulikan proses dan keadaan psikologis siswa, dan sebagainya – semestinya tidak pernah terjadi dalam seluruh proses pembelajaran.

Mengarahkan berbeda dengan memakasakan. Hasilnya pun akan terlihat berbeda. Apa yang dipaksakan tidak membuahkan hasil memuaskan. Rating nilai bisa saja tinggi, tetapi psikologi menjadi terganggu karena pembelajaran tidak sesuai harapan dan tercipta di luar kemampuan siswa. Padahal, sentralitas peranan peserta didik adalah aspek yang mesti utamakan, bukan dominasi dan otoritas guru atau pendidik. Hal ini akan memengaruhi seluruh proses pembelajaran dan menjadi tidak efektif.

Aplikasi metode pendekatan psikologis oleh pendidik dalam hal ini memberi motivasi kepada peserta didik sangat urgen demi pengembangan diri mereka. Pendidik harus mampu dan telaten dalam hal menjangkau siswa sesuai kemampuan yang dimiliki masing-masing dan bukan memaksakan teori-teori. Nasihat-nasihat, arahan-arahan menjadi penting untuk menumbuhkan semangat peserta didik dalam belajar.

Lebih dari itu, peserta didik mesti diarahkan untuk mulai mandiri dalam studi serta memfasilitasi mereka sesuai bakat dan kemampuan. Guru atau pendidik hadir sebagai penjamin keterarahan pembelajaran yang fleksibel dan kondusif sesuai keadaan lingkungan belajar serta mempertimbangkan kemampuan peserta didik.

Kurikulum baru di Indonesia sudah menunjukkan sisi progresivitas pembelajaran yang memosisikan peserta didik pada titik sentrum pembelajaran. Hal yang masih kita usahakan bersama adalah eksekusi regulasi formal seturut kurikulum nasional pada jenjang institusi-institusi pendidikan.

Di sini sinergisitas antara pendidik dan peserta didik menjadi kunci keberhasilan proses pembelajaran. Integritas dan konsistensi para pendidik sebagai fasilitator, pencipta situasi kondusif dalam pembelajaran pun menjadi catatan-catatan yang mesti segera dituntaskan demi progresivitas peserta didik dan kemajuan dunia pendidikan di negara kita.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya