“Kurcaci” yang Mengalahkan Raksasa, Kekalahan Tim Besar dalam Piala Dunia Qatar 2022

Pembelajar
“Kurcaci” yang Mengalahkan Raksasa, Kekalahan Tim Besar dalam Piala Dunia Qatar 2022 27/11/2022 784 view Lainnya amplifiedsoccerathlete.com

Argentina yang secara jam terbang dan pencapaian dalam kejuaran sepak bola jauh diunggulkan dibandingkan dengan Arab Saudi secara tidak terduga harus mengalami kekalahan di laga pertamanya. Argentina kalah dengan skor tipis 2-1.

Ada yang berteori kekalahan Argentina karena terlalu bergantung pada kedua pemain bintangnya, yakni Lionel Messi dan Angel de Maria sehingga apabila kedua pemain tersebut berhasil dikunci dan dibatasi pergerakannya maka itu akan melumpuhkan gaya bermain Argentina. Dan benar, saya pun setuju dengan hal tersebut. Arab Saudi telah melakukan strategi dan taktik yang tepat dan berhasil mengkonversinya menjadi sebuah kemenangan.

Kerja kolektivitas pemain bisa mengalahkan kebesaran dan skill bermain dari satu atau dua orang pemain bintang sekalipun. Itulah mengapa tim dengan susunan komposisi pemain yang merata jauh diuntungkan dengan tim yang hanya bergantung pada satu atau dua pemain. Bisa dibayangkan betapa kecewanya Lionel Messi cs. Kesebelasan unggulan berhasil dikalahkan oleh kesebelasan yang bisa dibilang “underdog”.

Dalam hal ini Argentina tidak bisa memberikan kejutan kepada Arab Saudi yang sedari awal pasti menduga jika Argentina akan bertumpu pada kedua pemain bintangnya. Sebenarnya itu adalah peluang yang bisa dikonversi menjadi strategi bagi tim yang berjuluk La Albiceleste (Putih dan Biru Langit). Mereka “menipu” Arab Saudi yang sudah menyusun strategi untuk mengawal dengan ketat Messi dan Di Maria, sehingga pemain lain ditugaskan untuk menjadi ujung tombak serangan. Dengan strategi seperti itu Arab Saudi akan kebingungan menjalankan strategi bertahannya.

Tapi itu hanya analisis saya saja sebagai seorang awam yang kebetulan suka dengan sepak bola. Kejuaran Piala Dunia adalah sebuah kejuaran yang bergengsi di mana setiap negara pasti dengan perjuangan yang besar ingin bisa menjuarainya. Tapi sejak tahun 1962 ( Kompas: Daftar Lengkap Juara Dunia dari Masa ke Masa) kita selalu punya juara yang berbeda-beda setiap gelarannya. Dan belum pernah ada tim yang berhasil juara secara back to back. Dan semenjak tahun 2000-an ada semacam kutukan jika tim yang juara tidak lolos fase kualifikasi, seperti dialami Spanyol, Jerman, Italia. Maka jika Perancis yang pada tahun 2018 menjadi kampiun tapi dalam perhelatan tahun ini berhasil berpartisipasi, akan menjadi pencapaian yang menarik jika ia berhasil menjuarainya. Apalagi Perancis tampil meyakinkan di laga pertama dengan membungkan Australia 4-1. Semoga awal yang baik ini berlanjut untuk laga-laga selanjutnya. Terus terang saja, saya juga menjagokan Perancis.

Sungguh aneh memang dunia sebak bola, ia bukanlah sebuah hitungan matematis yang bisa dengan mudah dikerjakan atau diperkirakan. Ia sungguh mengandung hal yang jarang disebut-sebut manusia, yaitu ada unsur kegaibannya. Manusia meskipun sudah merancang strategi yang sedemikian tertata dan terencana tapi tatkala dihadapkan dengan sebuah kondisi nyata di lapangannya sering mengalami kegugupan dan kebingungan. Bisakah tim yang secara kualitas lebih baik dibanding lawannya, bisa memastikan akan memenangkan pertandingan? Belum tentu. Itulah sebabnya bola itu bulat, ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Bahkan tim yang kemasukan gol yang seolah-olah akan kalah di menit-menit akhir bisa membalikkan keadaan. Itulah tak terduganya pertandingan sepak bola yang memiliki berjuta-juta kemungkinan.

Ada juga tim lain yang dijuluki dewanya sepak bola yakni tim Der Panzer Jerman , harus menerima kenyataan pahit kalah dari Jepang dengan skor 2-1. Saya tidak tahu apakah Jerman terlalu menganggap remeh Jepang? Tapi hasil di lapangan, Jepang berhasil meredam dan menghancurkan tank-tank Jerman. Dalam hal ini bisa kita analogikan bahwa kekuatan kalah dengan kecepatan (kelincahan). Pemain Eropa (Jerman) yang dikenal dengan stamina yang tangguh dalam kasus ini kewalahan menangani pergerakan lincah pemain Asia (Jepang).

Mungkin ada semacam harapan juga dari orang Indonesia yang meninginkan ada tim dari Asia yang berhasil masuk semifinal atau bahkan final. Tak terkecuali bagi timnas Jepang. Ingat, dalam hal olah raga tidak ada sentimen sejarah, seperti yang kita ketahui, Jepang pernah menjajah Indonesia tapi bukan berarti kita tidak boleh memberikan dukungan. Dalam olah raga kita menjunjung tinggi akan halnya sportivitas. Jika memang timnas tersebut bermain bagus, kenapa tidak boleh kita dukung? Hal itu juga bentuk dukungan dari masyarakat yang mendiami benua yang sama.

Sepak terjang tim dari Asia pernah menciptakan prestasi yang membanggakan. Anda pasti masih ingat dengan prestasi Korsel di piala dunia 2002 yang berhasil menempati peringkat keempat. Di perebutan peringkat ketiga Korsel kalah dengan Turki dengan skor 3-2.

Diam-diam kita berharap momentum itu akan terjadi lagi di gelaran kali ini. Baik untuk Jepang atau Korsel. Kita menantikan kejutan yang diciptakan oleh tim-tim dari Asia. Saatnya “kurcaci” mengalahkan raksasa. Saatnya semut masuk ke telinga para gajah. Secara psikologi, tim yang menjadi underdog memang mempunyai semangat juang tinggi. Mereka bisa bermain lepas, nothing to lose. Beda dengan tim unggulan yang terbebani dengan tekanan harus menang.

Tapi apakah para kurcaci ini bisa mempertahankan hasil yang saat ini diraihnya, kita nantikan dan saksikan saja!

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya