Krisis Indonesia Pasca Corona

Geschiedenisactivist
Krisis Indonesia Pasca Corona 15/04/2020 11270 view Lomba Esai Pixabay.com

Tidak ada yang akan menyangka virus corona akan memberikan dampak yang besar. Diantara dampak itu terjadi pada sektor pariwisata. World Travel and Tourism Council (WTTC) menyebutkan akibat pandemi virus corona terdapat sekitar 50 juta orang akan kehilangan pekerjaan di sektor pariwisata.

Hal semacam ini tentu saja menjadi ancaman serius terhadap industri pariwisata. Bagaimana tidak, apalagi jika kita melihat ribuan penerbangan internasional dibatalkan dan beberapa perusahaan asuransi menolak adanya nasabah baru untuk asuransi perjalanan.

Jika kita lihat industri pariwisata di Indonesia, salah satu yang terkena dampak paling besar akibat pandemi Covid-19 ini salah satunya adalah Bali. Di mana industri pariwisata di Bali mengalami pukulan besar, seiring banyaknya negara-negara yang melakukan pembatasan perjalanan guna mencegah penyebaran virus corona ini. Meskipun dalam hal ini pemerintah Indonesia selama pandemi ini telah berupaya mendongkrak wisata domestik melalui insentif diskon tiket pesawat ke sejumlah tujuan sebagai stimulus.

Pemerintah Indonesia memberikan insentif melalui diskon tiket pesawat antara 30 persen sampai 40 persen untuk destinasi dalam negeri dari Maret hingga Mei 2020. Adapun 10 destinasi wisata yang dimaksud meliputi Batam, Denpasar, Yogyakarta, Labuan Bajo, Lombok, Malang, Manado, Silangit, Tanjung Pinang, dan Tanjung Pandan. Selain dari pemerintah, maskapai bisa memberikan potongan harga untuk sebagian besar destinasi wisata domestik.

Namun demikian, para pelaku usaha tetap merasakan kesulitan akibatnya turunnya jumlah wisatawan. Penurunan drastis kunjungan wisatawan ini tentu saja berdampak pada kesejahteraan karyawan. Para pelaku usaha tak jarang memotong gaji karyawan akibat minimnya pendapatan.

Di sisi lain, selama pandemi virus corona menyerang Indonesia, pemerintah mengeluarkan kebijakan social distancing dan himbauan agar masyarakat bekerja dari rumah serta himbauan stay at home untuk memutus mata rantai Covid-19. Akan tetapi, kebijakan pemerintah yang menghimbau masyarakat untuk tetap di rumah mengundang polemik di masyarakat. Hal ini disebabkan dengan tetap di rumah dalam jangka waktu yang lama sebagian besar masyarakat akan kehilangan pendapatannya, karena tidak ada pemasukan selama mereka hanya berdiam diri di rumah.

Hal semacam ini sangat dirasakan oleh masyarakat kalangan menengah ke bawah yang bekerja di sektor informal dan memperoleh pendapatan secara harian. Misalnya pedagang bakso keliling, pedagang somai, pedagang sate padang serta sejumlah pedagang lainnya yang menggantungkan harapan perekonomian keluarganya pada laku atau tidaknya barang yang ia perdagangkan. Padahal selama pandemi, orang-orang dihimbau untuk tetap di rumah. Hal ini tentu saja berdampak pada sepinya pembeli.

Selain para pedagang dan pekerja yang memperoleh pendapatan secara harian, masih banyak orang yang merasakan dampak buruk dari Covid-19 ini dari sisi ekonomi. Misalnya terhadap karyawan yang bekerja di perusahaan. Dimana dampak yang ditimbulkan oleh Covid-19 ini juga menyebabkan banyak pekerja yang di rumahkan oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Misalnya sebagaimana yang juga terjadi di Sumbar. Akibat pandemi Covid-19 ini membuat perusahaan-perusahaan di Sumbar merumahkan sebanyak 7.216 orang dan mem PHK sebanyak 418 orang. Hal itu sebagaimana disebutkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumbar, Nasrizal, disejumlah surat kabar.

Sejatinya, tentu saja kita mengetahui bahwa Covid-19 yang awal mula episentrumnya dari Wuhan, China, itu adalah sebuah musibah yang terjadi secara global. Namun, musibah Covid-19 ini tentu tidak akan menjadi seganas ini jika sejak semula kemunculannya diantisipasi dengan sigap oleh pemerintah.

Dari awal kemunculannya pemerintah seharusnya bisa segera mensiasati agar Covid-19 ini tidak menular pada banyak orang. Harusnya segera dipisahkan atau diisolasi orang-orang dan daerah yang telah ditulari Covid-19. Hal ini bertujuan agar tidak menyebar ke daerah lainnya di Indonesia sebagaimana yang terjadi hari ini. Di mana Covid-19 ini sudah menginfeksi banyak orang di berbagai provinsi di Indonesia.
Namun, meskipun nasi telah menjadi bubur, harapan masih tetap ada agar pemerintah mengambil tindakan yang tepat sasaran dalam memutus mata rantai penularan wabah Covid-19 ini.

Dalam hal menghadapi pandemi ini, tentu tidak cukup hanya dengan himbauan untuk tetap tinggal di rumah dan menerapkan metode bekerja work from home yang diambil oleh pemerintah. Karena faktanya work from home tidak bisa diterapkan secara menyeluruh terhadap masyarakat Indonesia. Work from home dan stay at home tanpa jelas ujungnya hanya akan mengakibatkan banyak orang kehilangan pendapatan dan ratusan karyawan dipecat dari pekerjaan. Kehilangan pendapatan tentu saja sangat menakutkan. Selain akan menciptakan keluarga miskin baru juga rentan terhadap tindak kejahatan yang akan dilakukan oleh orang-orang yang kehilangan harapan karena susahnya kehidupan.

Kehidupan yang sulit akibat Covid-19 ini akan membentangkan banyak kemungkinan ke depan. Terutama masyarakat bawah yang sudah tidak lagi memiliki pendapatan ditambah dengan aksi PHK dimana-mana membuat keadaan mereka terdesak. Keadaan terdesak ini kemudian membuat orang-orang nekat untuk melakukan tindak pidana seperti pencurian, perampasan dan berbagai jenis kejahatan lainnya untuk memenuhi kebutuhan dengan cara pintas. Tingginya angka kriminalitas di negeri ini akibat imbas dari perekonomian yang memburuk pasca Covid-19 adalah salah satu krisis yang membentang di depan mata. Jika kesulitan di depan mata telah membentang apa yang seharusnya rakyat lakukan?

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya