Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI): Pahlawan atau Penyusup?

Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI): Pahlawan atau Penyusup? 10/08/2020 1584 view Opini Mingguan pixabay.com

Munculnya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang diinisiasi oleh akademisi Rocky Gerung, mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin, Politisi PBB Ahmad Yani, Pengamat Politik Refly Harun, mantan Wakil Ketua KPK Abdullah Hehamahua, Said Didu, perwakilan NU, pengamat ekonomi, dan tokoh-tokoh lainnya (Suara.com, Kamis, 6 Agustus 2020), di tengah kebingungan yang dialami Indonesia menghadapi pandemi Covid 19 mengundang multi-tafsir atas kemunculan koalisi tersebut; ada yang pro dan ada pula yang kontra dengan KAMI ini.

Din Syamsuddin mengatakan bahwa koalisi ini adalah “gerakan moral yang akan mengkaji berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia dan menawarkan solusinya.” (Tirto.id, Rabu, 5 Agustus 2020). Dari penjelasannya, tujuan dari KAMI berorientasi pada transformasi politik-etis mengingat ketidakjelasan fungsi DPR di lembaga pemerintahan yang dianggap kurang bahkan tidak kritis. KAMI bertujuan untuk menyelamatkan Indonesia dari kekacauan dan keterpurukan yang terjadi.

Akan tetapi, apakah munculnya KAMI ini akan sungguh berperan sebagai pahlawan yang akan menyelesaikan berbagai persoalan atau justru menjadi penyusup dan pengacau yang akan menambah kekacauan? Kita hanya bisa menginterpretasinya secara subjektif dan tidak bisa memberikan kepastian apakah kemunculan koalisi ini tepat atau tidak, sebab hal itu akan terbukti tepat setelah mereka beraksi.

Kalaupun ada orang yang melarang maka mereka (KAMI) mungkin akan menjustifikasi keberadaan koalisi mereka berdasarkan sistem pemerintahan yang dianut Indonesia, yakni demokrasi yang memungkinkan adanya kebebasan bersuara, mengkritik pemerintah. Apalagi anggota yang terhimpun di dalam koalisi itu cukup banyak dan mungkin akan dianggap sebagai representasi suara rakyat.

Dari pihak pemerintah sendiri, diwakili oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian mengatakan sah-sah saja koalisi itu dibentuk. Ia menganggap koalisi itu merupakan oposisi swasta. Akan tetapi, Donny menegaskan bahwa yang dibutuhkan sekarang bukan deklarasi tapi solusi (Suara.com, Kamis, 6 Agustus 2020).

Secara subjektif, saya setuju dengan apa yang dikatakan oleh Donny Gahral bahwa Indonesia yang tengah menghadapi pandemi Covid 19 dan berbagai dampaknya di berbagai bidang kehidupan masyarakat; sosio-budaya, ekonomi, politik, dsb, lebih membutuhkan solusi ketimbang deklarasi yang masih bersifat wacana.

Lebih baik kita bersama-sama mendistribusikan sembako-sembako dan berbagai kebutuhan lainnya bagi rakyat yang kelaparan akibat pandemi ini. Dari pada fokus pada persoalan di dalam pemerintahan, lebih baik menyelamatkan nyawa orang yang berada di ujung jurang kematian. Tapi hal ini bukan berarti sebuah ketakutan pada kematian. Semua orang tahu bahwa kematian itu pasti terjadi, tapi di sini kita mau membangun sebuah kesadaran akan pentingnya kehidupan meskipun pada akhirnya akan tiada.

Pemerintah Indonesia sedang disibukkan dengan dampak pandemi Covid 19 ini yang membuat negara dan masyarakat mengalami kerugian besar di berbagai bidang kehidupan terutama bidang ekonomi; banyak pekerja yang mengalami PHK, produsen kehilangan konsumen, pasar menjadi sepi, dan lain sebagainya. Inilah problem utama yang harus diselesaikan atau dicari solusinya oleh pemerintah maupun seluruh masyarakat dari semua golongan; akademisi, tokoh agama maupun awam.

Kemunculan KAMI yang sudah diketahui oleh publik dengan intensi “suci”nya dengan sendirinya memberi tantangan bagi koalisi ini untuk membuktikan apakah mereka itu pahlawan atau justru penyusup dan pengacau. Kita tidak bisa melarang karena kebebasan bersuara sangat dijunjung tinggi dalam pemerintahan demokrasi ini, tapi kita juga tidak boleh membiarkannya begitu saja dengan wacana dan intensi yang mereka miliki. Koalisi ini harus sungguh-sungguh diuji dengan mempertanyakan keberadaannya sebelum tampil agar tidak menambah kekacauan yang terjadi saat ini.

Masyarakat Indonesia tentu mengharapkan dunia dengan tatanan yang seimbang dan harmonis. Harapan ini mungkin sudah tumbuh dalam diri masyarakat Indonesia ketika Indonesia mengumumkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, bahkan sebelum hari itu. Itulah harapan dan permohonan dari masyarakat miskin dan terpinggirkan.

Tak bisa dipungkiri bahwa situasi seperti itu merupakan dampak dari kebijakan pemerintah yang kadang tidak beres dan adanya budaya koruptif dalam lembaga pemerintahan. Maka, mungkinkah KAMI ini menjadi pahlawan yang memperbaiki semuanya itu atau paling tidak memberikan perubahan yang berarti bagi masa depan Indonesia atau justru menambah kekacauan dan menyuburkan budaya korupsi dalam lembaga pemerintahan?

Benar apa yang dikatakan oleh Donny bahwa KAMI ini adalah koalisi swasta sehingga tidak ada masalah dengan pihak pemerintah, meskipun anggotanya banyak dari koalisi sakit hati pada pilpres tahun lalu. Dengan demikian, KAMI kemungkinan besar akan lahir dan beraksi sesuai dengan apa yang menjadi orientasi mereka.

Tidak ada yang bisa melarang orang untuk bersuara. Kalau ada uang dan kekuatan, kita siap perang. Tidak ada yang akan membungkam karena amunisi sudah siap dan kekuatan sudah dikumpulkan. Hanya yang kuat bisa melawan yang kuat. Berbeda dengan masyarakat kecil ketika bersuara dan mengkritik pemerintah, mereka akan dibungkam, tidak diperhatikan dan mungkin akan dianggap lelucon para badut yang tidak berpengetahuan dan berpendidikan.

KAMI yang dimotori oleh para akademisi dan elit politik mungkin tidak akan kesusahan untuk muncul ke tengah publik dan mengkritik pemerintahan Jokowi, sebab mereka telah dilengkapi senjata intelektual, popularitas dan finansial. Siapa yang akan melawan? Biarkan mereka berperang dan kita masyarakat yang lemah jadi penonton eposide peperangan ini. Kita lihat siapa yang akan menang, menjadi pahlawan dan siapa yang akan kalah?

Pada akhirnya, kita mungkin harus mengafirmasi berbagai interpretasi terkait munculnya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Adanya pro dan kontra adalah sesuatu yang umum terjadi terhadap suatu objek dan kita hanya akan tahu kepastiannya ketika semuanya telah berjalan. Karena tujuannya menyelamatkan Indonesia dari kekacauan yang terjadi dalam pemerintahan, maka kita perlu mengapresiasi aksi ini dan KAMI boleh menyandang status sebagai pahlawan. Tapi jika terjadi penyimpangan yang menyebabkan kekacauan yang semakin parah maka mereka pantas dipandang sebagai penyusup dan pengacau.

Ini adalah tantangan bagi KAMI untuk mewujudkan aspirasi dari masyarakat miskin dan bahkan seluruh masyarakat Indonesia untuk dapat memberikan solusi yang sungguh-sungguh diharapkan, terutama di tengah pandemi ini. KAMI, apakah engkau pahlawan yang akan menyelamatkan rakyat Indonesia atau penyusup yang akan mengacaukan segalanya?

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya