Klub Artis dan Perbaikan Iklim Sepak Bola Indonesia
Hasil pertandingan terakhir kualifikasi Piala Dunia 2022 menuai hasil minor. Tim Nasional asuhan Shin Tae Yong dibantai oleh timnas Uni Emirat Arab (UAE) dengan skor 5-0. Indonesia menempati peringkat juru kunci dengan tujuh kekalahan dan satu hasil seri. Reaksi beragam muncul dari suporter dan pemerhati sepakbola nasional. Perkembangan sepakbola negara ini dianggap lambat dibandingkan dengan Vietnam atau Myanmar. Dua negara ini dahulu dengan mudah dapat dikalahkan oleh Timnas Indonesia.
Di tengah berita keterpurukan timnas, atmosfir sepakbola nasional justru sedang bersinar. Banyak artis dan pesohor melakukan akuisisi klub sepakbola lokal. Putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, mengakuisisi klub kota kelahirannya, Persis Solo. Artis Raffi Ahmad mengakuisisi Cilegon United dan mengubah namanya menjadi RANS Cilegon FC. Youtuber Atta Halilintar bersama partner, bahkan membentuk klub tersendiri yaitu AHHA PS Pati FC. Gading Marten bergabung dengan Persikota dan Crazy Rich Gilang Widya menjadi presiden klub Arema Malang.
Hal yang menjadi pertanyaan, apakah fenomena ini hanya sekedar euforia sesaat atau memang serius ? tentu kita masih ingat dengan gelombang kue artis yang booming pada medio 2017-2018. Akan tetapi sebagian besar sekarang sudah tidak terdengar lagi namanya.
Bagai Oase
Kedatangan para pesohor menjadi “oase” bagi persepakbolaan nasional karena dapat menjadi contoh inovasi pengelolaan manajemen. Banyak klub di negara ini masih dikelola secara amatir walaupun sudah di cap “professional”. Pengalaman pesohor sebagai pengusaha atau artis dapat diaplikasikan dalam manajemen klub. Inovasi dalam manajemen penting dilakukan demi mendukung terciptanya industri sepak bola. Pesohor juga akan melakukan branding klubnya sehingga mampu menarik perhatian khalayak ramai, termasuk investor. Hal tersebut akan memicu klub lain untuk berbenah sehingga akan menciptakan gairah sepak bola nasional.
Keuntungan lainnya adalah tersedianya dana bagi pembinaan pemain muda. Selama ini banyak klub belum melaksanakan pembentukan akademi usia muda karena keterbatasan dana. Padahal pembinaan menjadi ujung tombak prestasi tim nasional di masa depan. Raffi Ahmad melalui RANS Cilegon FC direncanakan akan menggelontorkan uang 300 Miliar untuk pengembangan termasuk pembinaan usia muda. Apabila sistem ini dicontoh oleh banyak klub maka dapat berdampak positif bagi sepakbola nasional.
Keuntungan non teknis bagi sepakbola nasional adalah sarana mengembalikan kepercayaan masyarakat. Kasus pengaturan skor beberapa tahun lalu sempat menurunkan kepercayaan publik, terutama Liga 2 dan Liga 3. Bahkan sampai sekarang belum terungkap aktor intelektualnya. Sorotan media untuk Liga 2 dan Liga 3 lebih sedikit dibandingkan liga 1 sehingga rawan pengaturan skor.
Kedatangan pesohor akan meningkatkan perhatian media terhadap liga Indonesia. Hal ini bisa menjadi “watchdog” kualitas pertandingan. Keputusan pertandingan yang tidak adil akan diekspos oleh pesohor. Apalagi semua pesohor tersebut mempunyai fans dan kanal media sosial yang luas. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan memperbaiki kinerja perangkat pertandingan, terutama wasit. Apabila mereka melakukan kesalahan atau ketidakadilan maka bisa viral. Sesuatu yang viral di negara ini akan lebih cepat ditangani dibandingkan apabila melalui jalur konvensional.
PSSI Harus Tanggap
Ketertarikan pesohor untuk terjun di kancah sepak bola nasional perlu ditanggapi serius oleh PSSI. Tanggapan tidak hanya terkait dengan publikasi maupun komersial yang hanya berdampak sesaat. Perbaikan manajemen liga dan arah pembangunan sepak bola jangka panjang mutlak dilakukan. Tanpa adanya arah yang jelas maka upaya pesohor untuk berkontribusi untuk kemajuan sepakbola nasional menjadi sia-sia.
Manajemen liga sering disorot karena masih berkutat dengan permasalahan mendasar seperti jadwal, kualitas perangkat pertandingan dan profesionalitas manajemen. Jadwal liga sering terlambat (di luar kondisi pandemi) sehingga klub dihadapkan ketidakpastian yang dapat berdampak terhadap ongkos tim. Bahkan jadwal liga sering bersinggungan dengan agenda tim nasional. Dampaknya akan merugikan kedua-duanya, baik klub maupun timnas.
Kualitas perangkat pertandingan terutama wasit sering menjadi sorotan. Apalagi ditemukannya kasus pengaturan skor yang sempat menjadi perhatian. Wasit yang tidak adil dan tegas juga menyebabkan pertandingan berjalan kasar dan jauh dari menarik. Hal ini jauh dari profesionalitas karena kemenangan ditentukan bukan dari permainan tapi faktor “non teknis”. Selain itu nilai hiburan untuk publik akan berkurang karena justru diperlihatkan tawuran atau baku hantam.
Masalah profesionalitas manajemen liga juga perlu perbaikan karena mutu kualitas liga ditentukan oleh kualitas manajemen liga. Masalah pembayaran hadiah juara dan subsidi klub sering terlambat bahkan harus menunggu bertahun-tahun. Penjualan lisensi klub harus diatur sehingga tidak ada “klub instan” langsung mengikuti liga 1. Jangan sampai banyak jual beli lisensi klub hanya demi popularitas tanpa mempertimbangkan proses.
Masalah-masalah tersebut apabila tidak diambil langkah tegas akan semakin menurunkan kualitas kompetisi. Padahal kualitas kompetisi menjadi salah satu daya tarik bagi investor untuk mengakuisisi klub.
Selain masalah manajemen liga, PSSI perlu menyiapkan blueprint pengembangan akademi muda dalam jangka panjang. Tanpa adanya blueprint tersebut maka pembangunan hanya berjalan parsial tanpa muara yang jelas. PSSI sudah mulai merintis liga kelompok usia bernama Elite Pro Academy yang patut kita apresiasi. Pemerintah juga mendukung dengan mengeluarkan Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional.
Saling Kerjasama
Mustahil pengembangan sepakbola nasional hanya dibebankan kepada PSSI. Maka, terlibatnya publik figur dapat membantu di aspek manajemen dan finansial klub menjadi kabar baik. Potensi tersebut harus diwadahi PSSI dengan kebijakan yang mampu meningkatkan profesionalitas liga dan kejelasan arah pembangunan sepakbola. Tidak hanya berhenti kepada komersial dan publikasi yang hanya menguntungkan personal saja. Tanpa adanya kerjasama antara berbagai pihak maka semua upaya hanya sia-sia. Jangan sampai fenomena kue artis terjadi pada klub artis. Semangat di awal tapi meredup kemudian.
Jayalah Sepakbola Indonesia
Artikel Lainnya
-
91414/11/2023
-
180627/03/2020
-
41523/03/2024
-
Revitalisasi Militer di Ranah Sipil
24519/03/2025 -
Menurunkan Kebutuhan KB yang Tidak Terlayani
31519/05/2024 -
Makna Kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia
57112/07/2024
