HMI : Katalisator Perubahan Sosial di Indonesia
“Aku memberontak maka aku ada” (Ali Syariati)
Ketika mulai menulis tulisan ini, kata-kata dari pejuang Iran, Ali Syariati, selalu tergiang-ngiang di kepala saya. Menurut pandangan saya, hadirnya Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI ) selaras dengan apa yang di sampaikan oleh Ali syariati, yakni berkaitan dengan pemberontakan. Pemberontakan yang dimaksud ialah ketika awal berdirinya HMI, Lafran Pane memberontak terhadap budaya mahasiswa pada saat itu, yang awalnya jauh dari nilai-nilai keagamaan. Namun dengan hadirnya HMI, mahasiswa muslim yang tadinya terpapar ajaran komunis dengan Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) sebagai jembatannya, kini beralih ke organisasi mahasiswa Islam yang bernama HMI.
Jika ditelisik dari buku yang ditulis oleh A Fuadi yang berjudul “Merdeka Sejak Hati”, maka kita akan menemukan, bahwa dari awal berdirinya, HMI sudah melakukan sebuah perubahan dalam lingkup kemahasiswaan. Yang mana, Lafran Pane yang kala itu merupakan mahasiswa perantau melakukan sebuah gebrakan baru. Ketika mulai memasuki bangku perkuliahan, Lafran Pane yang pada saat itu berkuliah di Sekolah Tinggi Islam (STI) yang kini namanya berubah menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) melihat hal yang tak sejalan dengan apa yang ia anut.
Lafran Pane melihat, bahwa mahasiswa pada saat itu terlalu banyak mengonsumsi ilmu yang larinya ke barat-baratan, sehingga membuat mereka jauh dari nilai-nilai agama. Apalagi diperparah dengan adanya organisasi PMY di Universitas Gajah Mada (UGM) yang notabenenya merupakan jargon dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Selain karena adanya PMY, situasi negara Indonesia serta situasi umat Islam yang terkurung oleh penjajahan kolonialisme Belanda dan terjajah oleh misi kristenisasi menjadi alasan lain berdirinya organisasi HMI.
Setelah berdiri di kelasnya Husaen Yahya, dosen ilmu tafsir yang kelasnya digunakan oleh Lafran Pane untuk mendirikan HMI, HMI menjadi pusat perhatian di kala itu. Tentu HMI menjadi salah satu aktor penting dalam pencaturan politik dan dinamika yang terjadi di negara Indonesia mulai dari tahun 1947 hingga sekarang ini.
Pelopor Angkatan 66
Angkatan 66, merupakan nama yang dilekatkan kepada gerakan mahasiswa pada tahun 1966 pada masa pemerintahan Orde Lama. HMI merupakan organisasi yang memiliki andil penting di kala itu. Pada masa Orde Lama terjadi sebuah peristiwa kelam yang melanda Indonesia, yakni peristiwa pembunuhan 7 orang tentara Angkatan Darat yang di kenal dengan peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30SPKI).
HMI yang sejak awal sudah berseberangan dengan PKI tentu tidak tinggal diam. Sebagaimana yang dijelaskan dalam bukunya Agussalim Sitompul yang berjudul “Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia“.
Pada buku ini halaman 48 menjelaskan tentang sikap PB HMI terhadap peristiwa Gestapu. Pertama, menegaskan bahwa arsitek di balik gerakan 30 September adalah PKI. Kedua, karena gerakan 30 Sepetember merupakan persoalan politik, maka perlu dikerahkan kekuatan untuk menumpasnya. Ketiga, HMI meminta pemerintah segera menindak dan membubarkan PKI. Keempat, HMI akan memberikan bantuannya untuk membantu pemerintah dan ABRI menumpas gerakan 30 Sepetember beserta antek-anteknya. Sikap PB HMI ini dikelurkan dengan surat pernyataan nomor 2125/B/Sek/1965 tanggal 4 Oktober 1965.
Tak hanya sampai di situ, Mar’ie Muhammad sebagai wakil ketua HMI pada saat itu bahkan memprakarsai berdirinya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), yang menjadi cikal bakal gerakan mahasiwa dalam menuntut tritura. Pendirian KAMI pada saat itu disahkan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Prof. Dr. Syarif Thayeb, dengan tugas (1) mengamankan Pancasila (2) memberikan bantuan kepada Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dalam penumpasan PKI sampai pada akar-akarnya.
Pada tanggal 10 Januari 1966 KAMI membuat gerakan dengan mengumandangkan hati nurani rakyat dalam bentuk Tri Tuntutan Rakyat atau Tritura yang berisi (1) Bubarkan PKI (2) Retooling kabinet (3) Turunkan harga bahan pokok. Walaupun pada saat itu KAMI berhasil dibubarkan oleh pemerintahan Bung Karno. Namun HMI dan aliansi gerakan mahasiswa yang lain tetap meggelorakan perlawanan hingga sampai pada puncaknya yaitu peristiwa Surat Perintah 11 Maret atau yang lebih dikenal dengan Supersemar.
HMI Sekarang
Setelah keruntuhan Orde Lama, HMI tentu terus menjadi pengawas bagi pemerintah. Baik itu di masa Orde Baru maupun Reformasi. Pada masa Orde Baru, banyak tokoh-tokoh nasional yang lahir dalam tubuh HMI, seperti Nurcholis Majid, Akbar Tanjung, Yusril Izra Mahendra dan masih banyak lagi yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Tokoh alumni HMI tersebut tentu memiliki andil penting dalam pemerintahan Orde Baru.
Walaupun begitu, bukan berarti HMI tunduk dan patuh kepada pemerintahan Orde Baru. Buktinya HMI juga terlibat dalam gerakan-gerakan perubahan sosial seperti demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa pada masa pemerintahan Orde Baru, hingga berakhir pada runtuhnya presiden Soeharto.
Setelah itu, HMI juga memiliki andil penting dalam gerakan paska Reformasi. Yang paling terbaru kemarin adalah gerakan parlemen jalanan membela putusan Mahkama Konstitusi yang hampir di kebiri oleh DPR yang didalangi familikrasi dan politik dinasti yang coba dimainkan oleh oligarki.
Walaupun HMI sering dilebeli sebagai organisasi mahasiwa yang dekat dengan pemerintah. Namun tak dapat dipungkiri bahwa HMI merupakan aktor penting dan salah satu katalisator perjuangan sosial di negara Indonesia.
Artikel Lainnya
-
166102/11/2020
-
64006/04/2023
-
137328/05/2022
-
Korporatokrasi dan Nasib Pekerja
206823/02/2020 -
Indeks Prestasi Mahasiswa Bukan Satu-satunya Bekal Utama
146906/10/2020 -
Catatan Redaksi: Jalan Tol dan Potensi Kemacetan di Kota Pekanbaru
105915/11/2020