Entrepreneurship: Bekal Menghadapi Bonus Demografi

Sampai saat ini, masalah pengangguran di Indonesia masih menjadi masalah terbesar dalam memutus rantai kemiskinan. Rantai kemiskinan ibarat lingkaran setan yang sulit diputus. Pengangguran mengakibatkan anak-anak putus sekolah dan tingkat kesehatan yang rendah sehingga muncullah berbagai macam masalah lain seperti anak-anak yang terlahir kurang gizi yang akan berpengaruh dengan kemampuan berpikir mereka.
Dalam hal ini, Badan Pusat Statistik (BPS) berperan serta dalam memberikan data yang dibutuhkan pemerintah dalam mengambil kebijakan baik itu untuk jangka panjang, menengah maupun pendek. Salah satu peran BPS dalam mendapatkan data tersebut adalah pelaksanaan Sensus Penduduk 2020 yang hasilnya telah dirilis di bulan Januari 2021 yang lalu. Dalam pelaksanaannya, BPS menggunakan data administrasi kependudukan dari Ditjen Dukcapil sebagai basis data dasar yang kemudian dilengkapi pada pelaksanaan SP2020. Hal ini dilaksanakan demi terwujudnya Satu Data Kependudukan Indonesia. Data yang dihasilkan sangat dinanti oleh berbagai pihak sebagai dasar pengambilan kebijakan.
Yang menjadi sasaran dari kegiatan ini adalah seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia dan telah menetap/berniat menetap selama minimal 1 tahun.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020 yang dirilis serentak di seluruh Indonesia, berbagai variabel telah dihasilkan, yaitu jumlah dan persebaran (distribusi) penduduk, jenis kelamin, struktur umur dan keberadaan penduduk berdasarkan status domisili.
Dari variable jumlah penduduk dan persebaran (distribusi) penduduk, disebutkan bahwa jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 270,20 juta jiwa. Sebesar 70,72 persen dari total penduduk adalah penduduk usia produktif yaitu penduduk yang berusia 15-64 tahun.
Berdasarkan komposisi tersebut, Indonesia berada dalam masa bonus demografi. Di mana jumlah penduduk produktif (rentang usia 15 sampai 64 tahun) lebih banyak dibanding penduduk usia nonproduktif (penduduk dengan usia dibawah 14 tahun dan diatas 65 tahun). Dari penduduk yang usia produktif, mereka yang berusia 15-19 tahun memiliki jumlah terbesar yaitu sebesar 23,122 juta jiwa. Mereka adalah pelajar penduduk usia sekolah, baik yang masih sekolah maupun yang telah putus sekolah.
Berada dalam era bonus demografi dapat menjadi potensi bagi pertumbuhan ekonomi jika mereka bisa diberdayakan dan memiliki keahlian yang cukup baik di berbagai sektor ekonomi kesempatan kerja juga terbuka lebar untuk mereka.
Namun sebaliknya, berada di dalam era bonus demografi akan menjadi masalah jika pemerintah tidak berhasil menyediakan peluang kerja yang cukup, pendidikan yang layak atau pelatihan kerja yang dapat diakses dengan oleh berbagai lapisan masyarakat dan juga peningkatan mutu pemuda lulusan sekolah dan universitas.
Kesempatan kerja magang di pemerintahan, perusahaan dan sektor industri lainnya merupakan salah satu kurikulum yang telah diterapkan oleh berbagai sekolah kejuruan maupun universitas untuk melahirkan lulusan yang siap pakai di segala bidang.
Selama ini, lulusan sekolah kejuruan hanya terfokus dengan dunia industri. Padahal dengan adanya revolusi industri 4.0, penyerapan tenaga kerja di bidang industri akan semakin berkurang. sehingga keahlian yang perlu diberikan di tingkat sekolah menengah baik itu tingkat pertama ataupun menengah haruslah disesuaikan dengan revolusi dunia industri 4.0, karena masih ada keahlian yang tidak bisa tergantikan oleh tenaga mesin.
Selain menekankan pada keahlian, siswa semestinya juga diajarkan mengenai enterpreneurship, sehingga bisa menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya. Dengan cara seperti ini mereka juga berperan serta dalam membantu pemerintah dalam mengurangi tingkat pengangguran yang sekaligus mengurangi masalah yang dihadap di era bonus demografi.
Ilmu mengenai enterpreneurship yang harus diajarkan bukan hanya tentang bagaimana menghasilkan barang dan menghasilkan keuntungan yang besar, tetapi juga perlu diajarkan bagaimana langkah awal dalam memulai usaha. Dimulai dari melihat peluang bisnis, meneliti siapa sasaran dari produk yang mereka tawarkan, apa yang harus dilakukan jika bisnis yang mereka jalankan ternyata macet di tengah jalan.
Menjadi seorang enterpreneur haruslah orang yang kreatif dan selalu berkeinginan untuk terus belajar. Yang terpenting adalah menjadi seorang yang “tahan banting” dalam menghadapi persaingan usaha.
Jika di jenjang sekolah telah memberikan bekal keahlian dan kemampuan dalam berwirausaha, diperlukan peran lain dari pemerintah dalam mempermudah masyarakat dalam berusaha. Bantuan dapat berupa pinjaman modal awal tanpa agunan atau modal berupa perlengkapan usaha. Selama ini Pemerintah memang telah memiliki program bantuan pinjaman untuk UMKM seperti KUR, tapi itu hanya untuk usaha yang telah berjalan bukan diperutukkan bagi mereka yang baru akan mendirikan usaha. Pendampingan oleh dinas terkait sampai akhirnya usaha tersebut dapat berjalan dengan baik juga sangat dibutuhkan.
Satu lagi peran pemerintah yang dibutuhkan adalah kemudahan dalam memberikan berbagai ijin demi memulai usaha seperti ijin dari dinas perindustrian ataupun ijin dari Balai Obat dan Makanan (BPOM) bagi mereka yang berusaha dibidang makanan dan minuman.
Jika semua ini berjalan dengan baik, pasti akan bermunculan entrepreneur-enterpreneur muda yang mampu mengurangi pekerjaan berat pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan permasalahan yang dihadapi Indonesia di era bonus demografi sedikit demi sedikit akan terselesaikan.
Artikel Lainnya
-
202209/03/2022
-
156728/02/2020
-
600503/02/2020
-
Integrasi Moderasi Beragama dengan Profil Pelajar Pancasila dan Profil Rahmatan Lil'Alamin
122721/05/2024 -
Meminimalisasi Konsep Omnibus Law RUU CILAKA
190708/02/2020 -
Melampaui Nation State Hamas-Israel
70421/04/2024